Monday 11 August 2014

Listrik, penyebab utama kebakaran di wilayah DKI- Jaya

SETIAP kali terjadi kebakaran di Jakarta, setiap kali pula kita diingatkan bahwa bahaya kebakaran bukan saja merugikan si pemilik bangunan yang terbakar, tetapi juga dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.

Misalnya gedung  Glodok Plaza yang terbakar Minggu lalu, berapa tenaga kerja yang menganggur  akibat peristiwa tragis itu. Belum lagi segi material lainnya yang diperkirakan mencapai puluhan milyar rupiah.


Apalagi kebakaran yang menelan korban jiwa seperti terjadi tahun lalu di restoran Coca Gajah Mada, menggugah kita  untuk berhati-hati terhadap bahaya api ini.

Berbagai penyebab dicari, berbagai komentar dipublisir secara luas, kerugian dihitung dan segala macam tetek bengek diinventarisir. Namun sesudah itu beberapa waktu kemudian peristiwa itu terlupakan begitu saja. Penindakan terhadap pelaku (kalau memang hal itu disengaja) atau setidak-tidaknya yang bertanggung jawab dalam peristiwa yang merugikan itu, nampaknya tidak kedengaran lagi.

Masalah disiplin warga DKI banyak mendapat sorotan terutama dalam pemakaian  ruangan--ruangan  di bangunan-bangunan bertingkat. Segi pengamanan dan perlengkapan dalam penanggulangan kebakaran juga dipertanyakan. Tetapi hal ini dipermasalahkan  apabila peristiwa itu sudah terjadi.

Contoh yang paling hangat, bangunan mewah seperti Glodok Plaza sampai tidak diketahui pertokoan tersebut tidak memasang hydrant di luar gedung, sambungan buat unit pemadam (fire brigade connection) pun tidak dibuat.

Ini merupakan suatu tantangan bagi aparat pembangunan di DKI dan Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta.

Pemadam otomatis pun tidak berfungsi gara-gara katanya dinamo pengganti  aliran PLN dipasang manual, dan lain-lain alasan. Lepas dari persoalan disengaja atau tidak, kebakaran di Glodok Plaza merupakan peringatan yang entah ke berapa kalinya bagi warga Ibukota khususnya mereka yang  berada dim lingkungan yang rawan terhadap kebakaran. Kerugian akibat kebakaran di Jakarta tidak sedikit baik jiwa maupun harta.

Dalam tahun ini sampai pertengahan April diperkirakan kerugian  harta benda mencapai Rp 31 milyar lebih, dari 200 kali kebakaran yang terjadi di Ibukota. Khusus Glodok Plaza diperkirakan Rp 30 milyar kerugiannya, sedangkan yang Rp 1 milyar lebih merupakan kerugian kebakaran lain tahun ini.
    Korban jiwa dalam kebakaran tahun ini 3 orang tewas. Sedangkan tahun 1982 terjadi 1.082 kali kebakaran dengan kerugian Rp 7 milyar lebih dan merenggut nyawa 34 orang, kebakaran tahun 1981, 13 orang meninggal dan kerugian materi sebanyak Rp 9 milyar lebih dari 766 kali kebakaran. Tahun 1982 banyak terjadi kebakaran al. karena musim kemarau yang panjang dan sebab-sebab lainnya. Sampai April lalu mungkin ini merupaka n kerugian terbesar selama beberapa tahun ini terjadi kebakaran.

Ada dugaan penyebab kebakaran Glodok Plaza disebabkan aliran listrik yang kortsluiting. Entah benar atau tidak kita tunggu saja hasil penelitian yang berwajib mengenai sebab-sebab kebakaran di bangunan bertingkat lima itu.
                                                                                                                         Listrik penyebab utama
YANG jelas dari data Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, penyebab utama terjadinya kebakaran di Ibukota dikarenakan listrik, menyusul karena kompor, lampu tempel dan api rokok. Sebagai contoh dalam tahun 1981 dari 766 kali kebakaran 265 kali diakibatkan karena listrik.

Namun bagi kita yang terpenting adalah bagaimana mencegah agar kejadian  seperti yang menimpa Glodok Plaza ini tidak terulang lagi. Pencegahan secara dini dengan tindakan penyelamatan sebelumnya perlu dipertegas lagi oleh Pemerintah terhadap para pemilik bangunan khsususnya bangunan bertingtkat. Juga pengawasan terhadap pemakaian listrik oleh PLN.

Pengamanan dan pencegahan guna menanggulangi kebakaran di hampir sebagian pasar di wilayah Jakarta ini juga memerlukan perhatian. Umumnya banyak yang tidak peduli akan keselamatan  baik pengunjung maupun para pemilik kios-kios di pasar-pasar  besar di Jakarta.  Kalau toh mereka ada memiliki peralatan pemadam kebakaran hal itu nampaknya hanya merupakan hiasan belaka. Kontrol terhadap peralatan tersebut nampaknta  tidak menjadi perhatian yang sungguh-sungguh dari pemilik maupun instansi yang membawahi bangunan tersebut.

Sebagai contoh, sebuah bangunan pasar di Jakarta Pusat memilki seperangkat alat pemadam kebakaran, namun kesemuanya tidak bisa dipergunakan karena obat-obatan yang ada  di tabung-tabung pemadam itu harus sudah diganti. Kepala pasar setempat tidak bisa berbuat banyak, katanya ia akan mengajukan ke atasannya agar tabung-tabung itu diisi dengan racun api yang baru

Contoh diatas terjadi di salah satu pasar yang boleh dibilang cukup besar. Bagaimana dengan pasar-pasar lainnya, kita bisa memperoleh gambaran yang sama.

Kalau kita lihat lorong-lorong di pasar-pasar di wilayah DKI ini, dibuat begitu sempitnya. Lalu-lintas orang di tempat itu hanya cukup untuk satu dua orang. Inipun kita harus berjalan miring dan menyentuh barang-barang yang dipajang pedagang. Pasar Jatinegara, Inpres blok VI Senen , Tanah Abang dan lain-lain suatu contoh yang konkrit  mengenai sempitnya ruang-ruang di pasar-pasar tersebut.

Hal itu menurut pengamatan, sangat rawan apabila terjadi kebakaran. Kemana lari pengunjung pasar-pasar tersebut seandainya kebakaran melanda di sana. Tentu kita tidak leluasa melarikan diri dari kejaran api, disamping menyelamatkan harta benda yang ditempatkan begitu rapatnya.

Belum lagi bicara soal disiplin para pedagang di pusat-pusat perbelanjaan itu. Di proyek Senen dimana pedagang suku cadang kendaraan bermotor ditempatkan, atap langit-langit  digunakan sebagai gudang sehingga pernah ribut-ribut  beberapa waktu lalu karena  bangunan disana mengalami keretakan.

Wakil Gubernur DKI Asmawi Manaf juga mengakui para pedagang banyak membuat kesalahan, membuat gudang di langit-langit  dan banyak mencuri strum listrik. Pernyataan Wagub itu rasanya ganjil dan lucu. Sebab masalah ini bukan hal yang baru. Anehnya aparat Pemda DKI tidak tahu hal ini, ataukah pura-pura tidak tahu. Wallahu A’lam. Seakan-akan  kesemrawutan di pasar-pasar  tidak masuk daftar kontrol mereka.

Petugas-petugas keamanan  juga harus dipersiapkan betul-betul dalam penanggulangan  kebakaran di tempat yang menjadi tanggung jawabnya. Aparat seperti Hansip memang dibekali dengan ketrampilan menanggulangi kebakaran, namun jumlahnya masih terlalu sedikit.

Disamping itu para anggota Hansip menurut Ka Mawil Hansip DKI Soesdaryono, dalam peristiwa kebakaran mereka bertugas mengamankan  wilayah dari kemungkinan–kemungkinan yang tidak diinginkan seperti pencrurian barang-barang milik korban.

Diharapkan nantinya bisa dilatih sukarelawan-sukarelawan pemadam kebakaran dari para Hansip yang dilatih pihak Dinas Pemadam Kebakaran DKI.
                                                                                                                                                                            Impoten
BAGI sebuah kota Metropolitan seperti Jakarta ini, pembangunan pasar-pasar bertingkat merupakan salah satu bagian yang penting. Karena selain untuk melayani kepentingan konsumen  juga sebagai satu alternatif menjawab masalah kekurangan tanah di DKI.

Setiap pasar bertingkat tentunya menginginkan sistem pengamanan yang lebih mutakhir dalam pencegahan suatu kebakaran. Dan ini  ini hampir pada  setiap acara peresmian  gedung selalu dikatakan bangunan ini dilengkapi dengan  peralatan pencegah kebakaran yang mutakhir, yang bisa memberikan peringatan dini apabila terjadi kebakaran.

Masalahnya mungkin tidak terletak pada apakah  pasar atau bangunan itu dilengkapi dengan peralatan dengan sistem modern atau tidak, tetapi yang lebih penting bagaimana Pemda DKI lewat aparatur pengawasnya bisa meneliti apakah benar semua peralatan yang ada itu berjalan normal setelah dipasang beberapa tahun. Dan apakah Pemda DKI selama ini mengawasi pasar-pasar secara ketat dalam ikhwal pencegahan terjadinya kebakaran.

Dengan terbakarnya pasar bertingkat Glodok Plaza dalam bulan ini dan lewat pernyataan Wagub Asmawi Manaf, tanpa sadar terungkap kepermukaan bahwa sistem pengawasan terhadap pasar-pasar/bangunan bertingkat belum berjalan sebagaimana mestinya.

 Dan hal ini mungkin yang paling penting dari seluruh kejadian kebakaran yang pernah ada di Jakarta selama ini. Yakni unsur pengawasan terhadap pasar dan bangunan pertokoan  bertingkat di DKI masih lemah kalau tidak mau dikatakan impoten.-(Mustofa AS/ag) –


Harian Umum “AB”
24 April 1983




No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.