Monday 11 August 2014

Catatan dari Kongres ke-VI Peradin (2 habis)

                                        
Peradin dipertanyakan eksistensinya
                                                      
                                       Oleh: Mustofa AS Wartawan “AB”

Kelompok Nurbani nampaknya tidak puas  melihat duduknya sejumlah anggota Peradin Jakarta sebagai  anggota Komisi khusus itu. Sehingga hal inipun diprotes mereka, karena dinilai tidak fair apabila Peradin Jakarta duduk sebagai anggota komisi. Sebab justru konflik yang terjadi antara mereka itu bermula dari adanya  masalah dengan Peradin Jakarta.

Sebenarnya hal tersebut jauh-jauh sudah tidak disetujui oleh kalangan ”orang-orang tua di Peradin”. Namun apa hendak dikata “sudah terlanjur” ujar seorang senioren  di Peradin menanggapi peristiwa itu. Bahkan seorang anggota Peradin Jakarta yang mengetuai LBH Solo ikut mrmprotes kejadian itu dengan meinggalkan Kongres. Kepada wartawan yang menemuinya sebelum ia menaiki mobilnya, Mr. Sumarno P. Wiryanto sempat mengatakan bahwa dalam permainan badminton saja, wasitnya tidak boleh dari Indonesia kalau Indonesia ikut bertanding.

Dari kesan yang diperoleh “AB” proses sidang dalam komisi khusus ini cukup menegangkan dan berbelit-belit. Anehnya Ketua Peradin Cabang Magelang Supardi SH yang duduk dalam komisi II, entah bagaimana caranya bisa “loncat” ke Komisi Khusus (V) yang sedang mengadili kelompok “keras” itu.

Akibatnya, Sekretaris Peradin Magelang Soemedi Budi Sutrisno SH yang semestinya duduki di Komisi V itu menyatakan protes keras dan minta kepada DPP Peradin untuk membubarkan DPC Peradin Magelang yang hanya punya 3 anggota itu.

Memberikan keterangan kepada pers di loby hotel Preanger, Soemedi mengatakan bahwa ketuanya bertindak gegabah, menyerobot hak orang dan dinilai mau menang sendiri.

Menurut pengakuannya, telah disepakati oleh kedua anggota Peradin Magelang itu , bahwa Soemedi duduk dalam komisi khusus yang akan membahas kasus Nurbani  Cs. Sedang Supardi SH duduk dalam Komisi II. Tahu-tahu ketika pembahasan masalah Nurbani, sang ketua masuk Komisi V.”Kontan saya protes,”ujar Soemedi dengan nada marah.

Tentang permintaan pembubaran Peradin Magelang, alasannya menurut Soemedi karena jumlah anggota berkurang satu dengan pengunduran dirinya. Padahal dalam Anggaran Dasar disebutkan paling sedikit anggotanya 3 orang.

Nurbani Yusuf seusai “diadili” kepada pers mengatakan, ia dan kawan-kawannya dengan iktikad baik berusaha memberikan  penjelasan di depan Komisi V, meskipun ia menolak menjawab setiap pertanyaan yang datang dari anggota Peradin Jakarta.

Sebenarnya prinsip musyawarah tetap dipegang oleh kelompok yang diskors itu sementara ini. Dan sebelumnya  Amin Aryoso SH dan  Max. J. Lamuda SH secara khusus mengadakan pertemuan dengan Haryono Tjitrosubeno SH (Yang kemudian terpilih sebagai Ketua Umum DPP Peradin) untuk meletakkan garis kebijaksanaan yang sama.  Usaha Haryono untuk menyelesaikan masalah intern organisasi, rupanya terdorong oleh kenyataan Peradin sekarang dalam posisi yang berat untuk dapat mempertahankan eksistensinya.

                                                                                                         Pengunduran diri dan pemecatan
Dari sidang pleno di mana siding sidang komisi diputuskan, yang menarik dan ditunggu tunggu adalah hasil kerja Komisi V yang dipimpin H Syarif Siregar SH dari Peradin Medan.

Syarif yang bersuara bagus menyebut satu persatu keenam putusan yang diambil Komisi V terhadap keenam anggota Peradin yg dipecat sementara itu. Tepuk tangan menggema diruang pertemuan hotel Preanger ketika  satu persatu putusan terhadap mereka dibacakan. Baik ketika empat anggota Peradin itu divonis memperoleh haknya kembali sebagai anggota Peradin, maupun ketika disebutkan dua anggotanya dipecat.

Beberapa anggota Peradin Jakarta nampaknya puas sekali mendengar hasil Komsisi V ini. Hal itu tercermin dalam sikap mereka, seperti Viktor D. Sibarani yang sempat pula mengacungkan tangannya keatas sambil berjingkrak.

Namun suasana gembira yang meliputi sidang langsung berubah menjadi hening, ketika H. Syarif Siregar  menyambung laporan komisi yang dipimpinnya dengan membacakan surat pengunduran diri dari dua anggota Peradin yang dipecat sementara, Amin Aryoso SH dan Nurbani Yusuf SH.

Pengunduran diri kedua orang dari “kelompok keras” itu rupanya diluar dugaan pengikut Kongres pada umumnya. Mereka mengundurkan diri tanggal 5 Juni 1981 sehari sebelum Kongres berakhir. Namun Kongres juga memecat kedua Advokat itu setelah Ketua sidang Soekardjo SH menawarkan kepada sidang pleno itu, tentang dapat tidaknya sidang mengambil keputusan.

 Haryono Tjitrosubeno SH ketika ditanya wartawan tentang keluarnya kedua anggota Peradin itu ia menyatakan sebagai salah alamat. ”Seharusnya surat pengunduran diri ditujukan kepada DPC Jakarta,”ujarnya. Padahal kedua orang itu tidak mengakui keabsahan DPC Peradin Jakarta di bawah pimpinan Yan Apul SH.

Amin Aryoso ketika ditanya soal ini mengatakan, Kongres adalah lembaga tertinggi organisasi, di mana hadir seluruh unsur pimpinan dan anggota. Maka pernyataan pengunduran diri kepada Kongres adalah paling tepat. ”Penafsiran sah atau tidaknya  adalah urusan Peradin, karena saya bukan lagi anggota Peradin, “ ujarnya sambil senyum-senyum.
                                                                                                                                                                                     Garis keras
Terpilihnya Haryono Tjitrosubeno sebagai Ketua Umum DPP Peradin jauh jauh sudah diperkirakan oleh para pengamat.  Nampaknya ia memang sudah dipersiapkan untuk menduduki kursi Pimpinan yang sudah lama diduduki S.Tasrif SH itu.

Dalam sidang pemilihan Haryono memperoleh suara 50, Adnan Buyung Nasution SH memperoleh 15, sedangkan Jr. Abubakar SH mendapat 13 suara. Sisanya dari 84 pemilih terbagi kepada Sunardi SH, Yap Thiam Hien SH, Nani Rajak SH dan Abdul Rachman Saleh SH.

Menurut beberapa Advokat muda, terpilihnya Haryono sebagai Ketua Umum DPP Peradin  tidak akan membawa “angin segar”.  Karena ia bukanlah orang baru, tetapi masih tetap kelompoknya S.Tasrif SH yang dinilai memiliki pola kepemimpinan yang sama.

Seperti biasanya Kongres berhasil mengambil beberapa keputusan menyangkut intern dan ekstern organisasi maupun mengenai masalah masalah hukum secara ekstern yang dituangkan dalam suatu memorandum.

Diantara isi memorandum putusan Kongers itu al. isinya menyangkal tentang tidak dilakukannya  politik praktis dan mengkomersilkan LBH Jakarta. Selain itu anggota Peradin dilarang menjadi anggota organisasi sejenis Peradin.

Peristiwa pengebirian hak anggota dalam Kongres Peradin di Bandung itu, dinilai sementara  anggotanya telah mengungkapkan adanya  kehidupan non demokratis dalam tubuh organisasi sarjana hukum para Advokat itu.

Lebih dari itu menurut pendapat anggota, yang tidak mau disebut namanya, adanya garis keras yang tercermin dari penolakan terhadap RUU Pemberi Bantuan Hukum yang sudah disiapkan pemerintah dan tetap berpegang pada RUU Advokat. Sedangkan himbauan tiga pendekar penegak hukum agar Peradin mempelopori kesatuan dan persatuan kearah terbentuknya  satu atap bagi para pemberi bantuan hukum mendapat tanggapan lain.

Oleh karenanya, menurut pendapat tadi, pengunduran diri dua anggotanya  menjelang penutupan Kongres merupakan isyarat bagi organisasi profesi tersebut, apakah Peradin dapat menghadapi tantangan hukum dan keadilan yang tumbuh di tengah tengah masyarakat kita dewasa ini. Sementara itu di dalam tubuhnya sendiri masih banyak hal yg harus dibenahi secara tuntas.

Ataukah tema Kongres yang berbunyi ”Menanggapi tantangan hukum dan keadilan” justru tumbuh dan mengarah ke tubuh Peradin sendiri?
                                                                                                                                                                                                                                                           Kongres terakhir?
Dari kesan yang diperoleh, mereka yang mengundurkan diri merasa tidak yakin setelah menghayati jalannya Kongres bahwa pengabdian profesinya  dapat dilakukan di Peradin. Seperti dijelaskan oleh Amin Aryoso kepada Kongres yang menyatakan bahwa Peradin perlu kembali ke profesinya, walau diakui profesi hukum sulit dipisahkan dengan masalah politik.   

Dianjurkannya, agar Kongres kembali tetap setia kepada semangat proklamasi dengan sistem nilai Pancasila dan struktur UUD 45 dengan program meningkatkan  pelayanan pelaksanaan pemerataan kesempatan memperoleh keadilan. Karena lambat atau cepat, suka atau tidak kesatuan dan persatuan para pemberi bantuan hukum akan terwujud

Beberapa peserta Kongres menduga bahwa Kongres Peradin di Bandung ini merupakan Kongres terakhir. Alasannya, seorang Advokat yang enggan disebut namanya menunjuk penegasan Ketua Mahkamah Agung yang menyatakan agar  dalam jangka waktu dua setengah tahun masalah pemberi bantuan hukum sudah dapat dibenahi secara tuntas.

Namun demikian, diatas segala galanya masyarakat luas sekarang ini  mendambakan meningkatnya pelayanan pemerataan kesempatan memperoleh keadilan, dimana peranan Advokat sangat besar artinya. (am)


Harian Umum “AB”
24 Juni 1981




No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.