Peradin dipertanyakan eksistensinya
Oleh: Mustofa AS Wartawan “AB”
Kelompok Nurbani nampaknya tidak puas melihat duduknya sejumlah anggota Peradin
Jakarta sebagai anggota Komisi khusus
itu. Sehingga hal inipun diprotes mereka, karena dinilai tidak fair apabila
Peradin Jakarta duduk sebagai anggota komisi. Sebab justru konflik yang terjadi
antara mereka itu bermula dari adanya
masalah dengan Peradin Jakarta.
Sebenarnya hal tersebut jauh-jauh sudah
tidak disetujui oleh kalangan ”orang-orang tua di Peradin”. Namun apa hendak
dikata “sudah terlanjur” ujar seorang senioren
di Peradin menanggapi peristiwa itu. Bahkan seorang anggota Peradin
Jakarta yang mengetuai LBH Solo ikut mrmprotes kejadian itu dengan meinggalkan Kongres.
Kepada wartawan yang menemuinya sebelum ia menaiki mobilnya, Mr. Sumarno P.
Wiryanto sempat mengatakan bahwa dalam permainan badminton saja, wasitnya tidak
boleh dari Indonesia kalau Indonesia ikut bertanding.
Dari kesan yang diperoleh “AB” proses sidang
dalam komisi khusus ini cukup menegangkan dan berbelit-belit. Anehnya Ketua
Peradin Cabang Magelang Supardi SH yang duduk dalam komisi II, entah bagaimana
caranya bisa “loncat” ke Komisi Khusus (V) yang sedang mengadili kelompok
“keras” itu.
Akibatnya, Sekretaris Peradin Magelang
Soemedi Budi Sutrisno SH yang semestinya duduki di Komisi V itu menyatakan
protes keras dan minta kepada DPP Peradin untuk membubarkan DPC Peradin
Magelang yang hanya punya 3 anggota itu.
Memberikan keterangan kepada pers di loby
hotel Preanger, Soemedi mengatakan bahwa ketuanya bertindak gegabah, menyerobot
hak orang dan dinilai mau menang sendiri.
Menurut pengakuannya, telah disepakati
oleh kedua anggota Peradin Magelang itu , bahwa Soemedi duduk dalam komisi
khusus yang akan membahas kasus Nurbani
Cs. Sedang Supardi SH duduk dalam Komisi II. Tahu-tahu ketika pembahasan
masalah Nurbani, sang ketua masuk Komisi V.”Kontan saya protes,”ujar Soemedi
dengan nada marah.
Tentang permintaan pembubaran Peradin
Magelang, alasannya menurut Soemedi karena jumlah anggota berkurang satu dengan
pengunduran dirinya. Padahal dalam Anggaran Dasar disebutkan paling sedikit
anggotanya 3 orang.
Nurbani Yusuf seusai “diadili” kepada pers
mengatakan, ia dan kawan-kawannya dengan iktikad baik berusaha memberikan penjelasan di depan Komisi V, meskipun ia
menolak menjawab setiap pertanyaan yang datang dari anggota Peradin Jakarta.
Sebenarnya prinsip musyawarah tetap
dipegang oleh kelompok yang diskors itu sementara ini. Dan sebelumnya Amin Aryoso SH dan Max. J. Lamuda SH secara khusus mengadakan
pertemuan dengan Haryono Tjitrosubeno SH (Yang kemudian terpilih sebagai Ketua
Umum DPP Peradin) untuk meletakkan garis kebijaksanaan yang sama. Usaha Haryono untuk menyelesaikan masalah
intern organisasi, rupanya terdorong oleh kenyataan Peradin sekarang dalam
posisi yang berat untuk dapat mempertahankan eksistensinya.
Pengunduran diri dan pemecatan
Dari sidang pleno di mana siding sidang
komisi diputuskan, yang menarik dan ditunggu tunggu adalah hasil kerja Komisi V
yang dipimpin H Syarif Siregar SH dari Peradin Medan.
Syarif yang bersuara bagus menyebut satu
persatu keenam putusan yang diambil Komisi V terhadap keenam anggota Peradin yg
dipecat sementara itu. Tepuk tangan menggema diruang pertemuan hotel Preanger
ketika satu persatu putusan terhadap
mereka dibacakan. Baik ketika empat anggota Peradin itu divonis memperoleh
haknya kembali sebagai anggota Peradin, maupun ketika disebutkan dua anggotanya
dipecat.
Beberapa anggota Peradin Jakarta nampaknya
puas sekali mendengar hasil Komsisi V ini. Hal itu tercermin dalam sikap
mereka, seperti Viktor D. Sibarani yang sempat pula mengacungkan tangannya
keatas sambil berjingkrak.
Namun suasana gembira yang meliputi sidang
langsung berubah menjadi hening, ketika H. Syarif Siregar menyambung laporan komisi yang dipimpinnya
dengan membacakan surat pengunduran diri dari dua anggota Peradin yang dipecat
sementara, Amin Aryoso SH dan Nurbani Yusuf SH.
Haryono Tjitrosubeno SH ketika ditanya
wartawan tentang keluarnya kedua anggota Peradin itu ia menyatakan sebagai
salah alamat. ”Seharusnya surat pengunduran diri ditujukan kepada DPC
Jakarta,”ujarnya. Padahal kedua orang itu tidak mengakui keabsahan DPC Peradin
Jakarta di bawah pimpinan Yan Apul SH.
Amin Aryoso ketika ditanya soal ini
mengatakan, Kongres adalah lembaga tertinggi organisasi, di mana hadir seluruh
unsur pimpinan dan anggota. Maka pernyataan pengunduran diri kepada Kongres
adalah paling tepat. ”Penafsiran sah atau tidaknya adalah urusan Peradin, karena saya bukan lagi
anggota Peradin, “ ujarnya sambil senyum-senyum.
Garis keras
Terpilihnya Haryono Tjitrosubeno sebagai
Ketua Umum DPP Peradin jauh jauh sudah diperkirakan oleh para pengamat. Nampaknya ia memang sudah dipersiapkan untuk
menduduki kursi Pimpinan yang sudah lama diduduki S.Tasrif SH itu.
Dalam sidang pemilihan Haryono memperoleh
suara 50, Adnan Buyung Nasution SH memperoleh 15, sedangkan Jr. Abubakar SH
mendapat 13 suara. Sisanya dari 84 pemilih terbagi kepada Sunardi SH, Yap Thiam
Hien SH, Nani Rajak SH dan Abdul Rachman Saleh SH.
Menurut beberapa Advokat muda, terpilihnya
Haryono sebagai Ketua Umum DPP Peradin
tidak akan membawa “angin segar”. Karena ia bukanlah orang baru, tetapi masih
tetap kelompoknya S.Tasrif SH yang dinilai memiliki pola kepemimpinan yang
sama.
Seperti biasanya Kongres berhasil
mengambil beberapa keputusan menyangkut intern dan ekstern organisasi maupun mengenai
masalah masalah hukum secara ekstern yang dituangkan dalam suatu memorandum.
Diantara isi memorandum putusan Kongers
itu al. isinya menyangkal tentang tidak dilakukannya politik praktis dan mengkomersilkan LBH
Jakarta. Selain itu anggota Peradin dilarang menjadi anggota organisasi sejenis
Peradin.
Peristiwa pengebirian hak anggota dalam Kongres
Peradin di Bandung itu, dinilai sementara
anggotanya telah mengungkapkan adanya
kehidupan non demokratis dalam tubuh organisasi sarjana hukum para
Advokat itu.
Lebih dari itu menurut pendapat anggota, yang
tidak mau disebut namanya, adanya garis keras yang tercermin dari penolakan
terhadap RUU Pemberi Bantuan Hukum yang sudah disiapkan pemerintah dan tetap
berpegang pada RUU Advokat. Sedangkan himbauan tiga pendekar penegak hukum agar
Peradin mempelopori kesatuan dan persatuan kearah terbentuknya satu atap bagi para pemberi bantuan hukum
mendapat tanggapan lain.
Oleh karenanya, menurut pendapat tadi,
pengunduran diri dua anggotanya
menjelang penutupan Kongres merupakan isyarat bagi organisasi profesi
tersebut, apakah Peradin dapat menghadapi tantangan hukum dan keadilan yang
tumbuh di tengah tengah masyarakat kita dewasa ini. Sementara itu di dalam
tubuhnya sendiri masih banyak hal yg harus dibenahi secara tuntas.
Ataukah tema Kongres yang berbunyi ”Menanggapi
tantangan hukum dan keadilan” justru tumbuh dan mengarah ke tubuh Peradin
sendiri?
Kongres
terakhir?
Dari kesan yang diperoleh, mereka yang
mengundurkan diri merasa tidak yakin setelah menghayati jalannya Kongres bahwa
pengabdian profesinya dapat dilakukan di
Peradin. Seperti dijelaskan oleh Amin Aryoso kepada Kongres yang menyatakan
bahwa Peradin perlu kembali ke profesinya, walau diakui profesi hukum sulit
dipisahkan dengan masalah politik.
Dianjurkannya, agar Kongres kembali tetap
setia kepada semangat proklamasi dengan sistem nilai Pancasila dan struktur UUD
45 dengan program meningkatkan pelayanan
pelaksanaan pemerataan kesempatan memperoleh keadilan. Karena lambat atau
cepat, suka atau tidak kesatuan dan persatuan para pemberi bantuan hukum akan
terwujud
Beberapa peserta Kongres menduga bahwa Kongres
Peradin di Bandung ini merupakan Kongres terakhir. Alasannya, seorang Advokat
yang enggan disebut namanya menunjuk penegasan Ketua Mahkamah Agung yang
menyatakan agar dalam jangka waktu dua
setengah tahun masalah pemberi bantuan hukum sudah dapat dibenahi secara tuntas.
Namun demikian, diatas segala galanya
masyarakat luas sekarang ini mendambakan
meningkatnya pelayanan pemerataan kesempatan memperoleh keadilan, dimana
peranan Advokat sangat besar artinya.
(am)
Harian Umum “AB”
24 Juni 1981
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.