Menarik dan padat dengan protes anggotanya
Oleh: Mustofa AS Wartawan “AB”
Kongres ke-VI Persatuan Advokat
Indonesia (Peradin) yang berlangsung di Bandung 4 sampai 6 Juni lalu sempat
menarik perhatian bukan saja dari kalangan
profesi hukum, tetapi juga masyarakat luas.
Dikatakan menarik, karena pada saat
pembukaan Kongres di mana hadir Menteri
Kehakiman Ali Said SH, Ketua Mahkamah
Agung Mudjono SH, dan Jaksa Agung Ismail
Saleh SH, terjadi kericuhan disebabkan beberapa anggotanya melancarkan protes
keras. Begitu pula pada penutupan Kongres diwarnai dengan pengunduran diri dua orang anggotanya.
Protes keras di hari pertama Kongres
itu dilancarkan oleh sekelompok anggota Peradin Jakarta yang diskors
sementara. Mereka yang lebih dikenal dengan kelompok Nurbani atau “kelomppok
enam” memprotes Ketua DPP Peradin/Ketua Panitia Pengarah S.Tasrif SH, karena
perlakuan panitia penyelenggara melarang
mereka hadir pada pembukaan Kongres.
Pelarangan anggota-anggota Peradin yang
dipecat sementara itu disampaikan per surat hari itu juga. Mereka hanya
dibolehkan hadir pada satu mata acara Kongres dalam suatu Komisi khusus.
Protes mereka dilancarkan karena berpendapat setiap anggota berhak
menghadiri Kongres sesuai dengan Anggaran Dasar Peradin. Mengenai hak-hak
anggota tersebut baik pihak S. Tasrif maupun kelompok Nurbani rupanya sama-sama
berpegang kepada AD/ART Peradin.
Tetapi karena pihak S.Tasrif kebetulan
menjadi pengurus, maka ia dapat menggunakan kekuasaan kepengurusannya itu untuk melarang Nurbani Yusuf Cs
mengikuti semua acara Kongres.
Nampaknya S.Tasrif Cs khawatir kehadiran
kelompok Nurbani di dalam Kongres dapat
menggoncangkan wibawa & kebijaksanaannya selama ini dan di masa mendatang.
Kelompok Nurbani ini dikenal sebagai
kelompok yang berani mengkritik dan mengoreksi tindakan Pimpinan dan
kebijaksanaan Pengurus Peradin, yang dinilai bertentangan dengan Anggaran Dasar organisasi.
Menteri turun tangan
Meskipun kelompok Nurbani ini tidak
diperbolehkan mengikuti pembukaan Kongres namun mereka menjadi sasaran
perhatian dari peserta Kongres, para
undangan terutama kalangan pers. Bahkan Menteri Kehakiman Ali Said SH
menyempatkan diri menemui kelompok Nurbani Yusuf seusai pembukaan Kongres. Pada
kesempatan itu Menteri Kehakiman menyatakan kesediaannya menengahi masalah ini.
Sementara itu dua orang Advokat Anggota Peradin lainnya yang tidak termasuk
dalam kelompok Nurbani, Pranggono SH dan Syahrir SH mengalami nasib yang sama.
Kedua orang itu dilarang mengikuti acara-acara Kongres.
Kedua anggota Peradin ini dan seorang lagi
yang tidak nampak di Kongres, Arriazal Boer SH duduk pula di dalam kepengurusan Perhimpunan Pemberi Bantuan Hukum Indonesia
(PPHI), wadah semacam Peradin.
Dari keterangan yang diperoleh “AB” ketiga
anggota Peradin ini menerima formulir pendaftaran dari pihak panitia tanggal 27 Mei 1981, padahal penutupan
pendaftaran untuk dapat mengikuti Kongres tertulis tanggal 15 Mei 1981.
Adanya protes keras dari mereka yang
dipecat sementara oleh Peradin Jakarta yang notabene tidak diakui oleh Nurbani
Cs itu, menimbulkan reaksi yang cukup
ramai. Baik dari pers, undangan maupun anggota-anggota Peradin yang hadir di
sana.
Secara tidak menyolok timbullah suatu
kelompok yang menaruh simpati terhadap Nurbani Cs. Mereka menamakan dirinya sebagai “Kelompok Solidaritas”,
anggota-anggotanya terutama banyak dari daerah-daerah.
Suratkabar-suratkabar menyiarkan protes
keras Nurbani dkk di halaman muka, terutamna koran-koran Bandung. Sehingga
tidak berlebihan apabila Kongres Peradin
di Bandung ini mehnjadi forumnya Nurbani Cs.
Ada yang menyalahkan Tasrif Cs ada pula
yang yang menyalahkan kelompok Nurbani
Yusuf, dan menilainya sebagai mencari
popularitas. Namun mereka tidak berani blak-blakan berbicara, kalau toh mereka
berani blak-blakan biasanya diakhiri
dengan kata “of the record”.
Tetapi para anggota Peradin dari generasi muda umumnya
menyalahkan panitia penyelenggara.”Orang lain selain anggota saja
bisa masuk, masa mereka tidak diijinkan,”ujar seorang anggota peserta
Kongres ketus.
Kaget
Kehadiran kelompok Nurbani Yusuf yang
terdiri dari Max. Junus Lamuda SH, Nursiwan A. Tabrani SH, Amin Aryoso SH,
Stella Lewarisa SH, Iswin B. Siregar SH dan Nurbani Yusuf Kusumanagara SH di Hotel Preanger tempat diadakannya
Kongres itu, cukup menarik perhatian pers setempat mapun yang datang dari
Jakarta, Medan dan Surabaya.
Suatu hal yang rupanya ‘mengagetkan” fihak panitia penyelenggara
ketika koran penerbitan Jakarta dan Bandung 3 Juni lalu memberitakan secara
menyolok protes kelomppok Nurbani ini.
Sehingga bisa dimaklumi kalau kemudian pihak panitia yang menyatakan merasa kebobolan
dalam bidang publikasi itu menghimbau pers untuk tidak menyiarkan publikasi
kelompok Nurbani. Namun yang namanya berita ya tetap berita, bagaimanapun akan
ditutup-tutupi toh akhirnya “jebol” juga.
Apalagi ketika berlangsung “peradilan
semu” terhadap enam anggota Peradin yang diskors sementara itu di depan salah
satu Komisi Kongres. Wartawan hanya diberi waktu sebentar untuk memotret
kemudian dipersilahkan keluar. Tetapi dasar wartawan, yang tidak habis akal
itu, larangan itu tidak membuat mereka
putus asa. Maka wartawan pun bisa mengikuti persidangan itu lewat alat perekam yang dititipkan kepada
seorang anggota Komisi khusus itu.
Satu persatu anggota Peradin itu “diadili”
dlm sidang tertutup. Orang luar dilarang
masuk. Para anggota Peradin lainnya dilarang memasuki Komisi V (khusus) itu selain anggota Komisi.
Namun DR Yap Thiam Hien SH, Lukman Wiriadinata dan Adnan Buyung Nasution
SH dapat leluasa keluar masuk mengikuti jalannya “peradilan” itu.
Sejak pukul 14.30 di hari kedua Kongres hingga
mendekati tengah malam lima anggota Peradin itu
“disidang” secara bergantian. Sedang seorang lagi mendapat gilirannya di
pagi harinya. Melihat mereka yang “diadili” itu seorang rekan
nyeletuk,”Biasanya Advokat tampil sebagai pembela di pengadilan, tapi kali ini
malah diadili oleh Advokat juga,”ujarnya sambil nyengir. (bersambung)
Harian Umum “AB”
23 Juni 1981
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.