Monday 11 August 2014

Catatan dari Kongres ke-VI Peradin (1)


Menarik dan padat dengan protes anggotanya


                                                         Oleh: Mustofa AS Wartawan “AB”

Kongres ke-VI Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) yang berlangsung di Bandung 4 sampai 6 Juni lalu sempat menarik perhatian bukan saja dari kalangan  profesi hukum, tetapi juga masyarakat luas.

Dikatakan menarik, karena pada saat pembukaan Kongres  di mana hadir Menteri Kehakiman Ali Said SH,  Ketua Mahkamah Agung  Mudjono SH, dan Jaksa Agung Ismail Saleh SH, terjadi kericuhan disebabkan beberapa anggotanya melancarkan protes keras. Begitu pula pada penutupan Kongres diwarnai dengan  pengunduran diri dua orang anggotanya.


Protes keras di hari pertama Kongres itu  dilancarkan oleh sekelompok  anggota Peradin Jakarta yang diskors sementara. Mereka yang lebih dikenal dengan kelompok Nurbani atau “kelomppok enam” memprotes Ketua DPP Peradin/Ketua Panitia Pengarah S.Tasrif SH, karena perlakuan panitia penyelenggara  melarang mereka hadir pada pembukaan Kongres.

Pelarangan anggota-anggota Peradin yang dipecat sementara itu disampaikan per surat hari itu juga. Mereka hanya dibolehkan hadir pada satu mata acara Kongres dalam suatu Komisi khusus.
Protes mereka dilancarkan  karena berpendapat setiap anggota berhak menghadiri Kongres sesuai dengan Anggaran Dasar Peradin. Mengenai hak-hak anggota tersebut baik pihak S. Tasrif maupun kelompok Nurbani rupanya sama-sama berpegang kepada AD/ART Peradin.

Tetapi karena pihak S.Tasrif kebetulan menjadi pengurus, maka ia dapat menggunakan kekuasaan  kepengurusannya   itu untuk melarang Nurbani Yusuf Cs mengikuti semua acara Kongres.
Nampaknya S.Tasrif Cs khawatir kehadiran kelompok Nurbani di dalam Kongres  dapat menggoncangkan wibawa & kebijaksanaannya selama ini dan di masa mendatang.

Kelompok Nurbani ini dikenal sebagai kelompok yang berani mengkritik dan mengoreksi tindakan Pimpinan dan kebijaksanaan Pengurus Peradin, yang dinilai bertentangan  dengan Anggaran Dasar organisasi.
                                                                                                                              
Menteri turun tangan
Meskipun kelompok Nurbani ini tidak diperbolehkan mengikuti pembukaan Kongres namun mereka menjadi sasaran perhatian  dari peserta Kongres, para undangan terutama kalangan pers. Bahkan Menteri Kehakiman Ali Said SH menyempatkan diri menemui kelompok Nurbani Yusuf seusai pembukaan Kongres. Pada kesempatan itu Menteri Kehakiman menyatakan kesediaannya  menengahi masalah ini.

Sementara itu dua orang Advokat  Anggota Peradin lainnya yang tidak termasuk dalam kelompok Nurbani, Pranggono SH dan Syahrir SH mengalami nasib yang sama. Kedua orang itu dilarang mengikuti acara-acara Kongres.

Kedua anggota Peradin ini dan seorang lagi yang tidak nampak di Kongres, Arriazal Boer SH duduk pula  di dalam kepengurusan  Perhimpunan Pemberi Bantuan Hukum Indonesia (PPHI), wadah semacam Peradin.

Dari keterangan yang diperoleh “AB” ketiga anggota Peradin ini menerima formulir pendaftaran dari pihak panitia  tanggal 27 Mei 1981, padahal penutupan pendaftaran untuk dapat mengikuti Kongres tertulis tanggal 15 Mei 1981.

Adanya protes keras dari mereka yang dipecat sementara oleh Peradin Jakarta yang notabene tidak diakui oleh Nurbani Cs itu, menimbulkan  reaksi yang cukup ramai. Baik dari pers, undangan maupun anggota-anggota Peradin yang hadir di sana.

Secara tidak menyolok timbullah suatu kelompok yang menaruh simpati terhadap Nurbani Cs. Mereka  menamakan dirinya  sebagai “Kelompok Solidaritas”, anggota-anggotanya terutama banyak dari daerah-daerah.

Suratkabar-suratkabar menyiarkan protes keras Nurbani dkk di halaman muka, terutamna koran-koran Bandung. Sehingga tidak berlebihan  apabila Kongres Peradin di Bandung ini mehnjadi forumnya Nurbani Cs.

Suara-suara  pro dan kontra timbul baik dari kalangan  anggota Peradin, para pengamat maupun para wartawan sendiri. Pada acara istirahat secara bergerombol para Advokat ini membicarakan satu sama lain tentang kelompok Nurbani.

Ada yang menyalahkan Tasrif Cs ada pula yang  yang menyalahkan kelompok Nurbani Yusuf, dan menilainya  sebagai mencari popularitas. Namun mereka tidak berani blak-blakan berbicara, kalau toh mereka berani blak-blakan  biasanya diakhiri dengan kata “of the record”.

Tetapi para  anggota Peradin dari generasi muda umumnya menyalahkan panitia penyelenggara.”Orang lain selain  anggota saja  bisa masuk, masa mereka tidak diijinkan,”ujar seorang anggota peserta Kongres ketus.
                                                                                                                                                                               Kaget 
Kehadiran kelompok Nurbani Yusuf yang terdiri dari Max. Junus Lamuda SH, Nursiwan A. Tabrani SH, Amin Aryoso SH, Stella Lewarisa SH, Iswin B. Siregar SH dan Nurbani Yusuf  Kusumanagara SH di Hotel Preanger tempat diadakannya Kongres itu, cukup menarik perhatian pers setempat mapun yang datang dari Jakarta, Medan dan Surabaya.

Suatu hal yang rupanya  ‘mengagetkan” fihak panitia penyelenggara ketika koran penerbitan Jakarta dan Bandung 3 Juni lalu memberitakan secara menyolok protes  kelomppok Nurbani ini. Sehingga bisa dimaklumi kalau kemudian  pihak panitia yang menyatakan merasa kebobolan dalam bidang publikasi itu menghimbau pers untuk tidak menyiarkan publikasi kelompok Nurbani. Namun yang namanya berita ya tetap berita, bagaimanapun akan ditutup-tutupi toh akhirnya “jebol” juga.

Apalagi ketika berlangsung “peradilan semu” terhadap enam anggota Peradin yang diskors sementara itu di depan salah satu Komisi Kongres. Wartawan hanya diberi waktu sebentar untuk memotret kemudian dipersilahkan keluar. Tetapi dasar wartawan, yang tidak habis akal itu, larangan  itu tidak membuat mereka putus asa. Maka wartawan pun bisa mengikuti persidangan itu  lewat alat perekam yang dititipkan kepada seorang anggota Komisi khusus itu.

Satu persatu anggota Peradin itu “diadili” dlm  sidang tertutup. Orang luar dilarang masuk. Para anggota Peradin lainnya dilarang memasuki  Komisi V (khusus) itu selain anggota  Komisi.  Namun DR Yap Thiam Hien SH, Lukman Wiriadinata dan Adnan Buyung Nasution SH dapat leluasa keluar masuk mengikuti jalannya “peradilan” itu.

Sejak pukul 14.30 di hari kedua Kongres hingga mendekati tengah malam lima anggota Peradin itu  “disidang” secara bergantian. Sedang seorang lagi mendapat gilirannya di pagi harinya. Melihat mereka yang “diadili” itu seorang rekan nyeletuk,”Biasanya Advokat tampil sebagai pembela di pengadilan, tapi kali ini malah diadili oleh Advokat juga,”ujarnya sambil nyengir. (bersambung)


Harian Umum “AB”
23 Juni 1981




                                                   

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.