Hakim-hakim itu ramah
dan murah senyum
BANYAK segi menarik patut diungkapkan
sejak ditertibkannya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat awal tahun ini, dengan datangnya
Ketua Pengadilan tersebut yang baru, pindahan dari Pengadilan Negeri Surabaya,
dari mana ketua yang lama bertugas.
Ruang-ruang sidang di sana kini nampak bersih tidak seperti sebelumnya. Kamar-kamar kecil yang selama ini ditutup rapat diaktifkan kembali. Beberapa ruangan syang semula “ditelantarkan” kini nampak dimanfaatkan. Antara lain ruang bawah yang pengap dan gelap kini dikembalikan fungsinya sebagai ruang arsip. Sedangkan ruang tempat bermain bilyar digunakan sebagai kantor panitera. Kini meja bilyar yang berharga ratusan ribu rupiah itu nongkrong tanpa guna di mulut tangga tingkat pertama PN Jakpus. Papan-papan pengumuman baru menghias dinding-dinding, baik di depan kamar Ketua maupun sepanjang ruang panitera. Hal ini sebelumnya tidak pernah ada.
Dirombak total
Kejanggalan-kejanggalan yang selama ini
menyelimuti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, baik yang mengenai tingkah laku
para hakim maupun suasana sekitarnya berangsur-angsur berubah menjadi “suasana
baru” yang kadang-kadang sangat menggelikan bagi yang suka “nongkrong” di
gedung Pengadilan terbesar di Jakarta
itu.
Sejak Soedijono SH menjabat sebagai Ketua PN Jakpus, penertiban yang dilakukannya bukan terbatas di bidang penggunaan ruangan sidang saja. Segi administrasi ,maupun personal pun tidak luput dari tindakannya. Tentu saja banyak yang tidak senang terhadap ketegasannya, namun apa hendak dikata?
Sejak Soedijono SH menjabat sebagai Ketua PN Jakpus, penertiban yang dilakukannya bukan terbatas di bidang penggunaan ruangan sidang saja. Segi administrasi ,maupun personal pun tidak luput dari tindakannya. Tentu saja banyak yang tidak senang terhadap ketegasannya, namun apa hendak dikata?
Penyidangan perkara mulai kelihatan
tertib. Jam kerja para hakim maupun karyawan diketatkan pengawasannya dengan
jam masuk kerja mulai 8.00 hingga 15.00. Tentu hal ini menciptakan suasana
serba “kikuk”. Mereka kelihatan sangat terpaksa mematuhi aturan-aturan yang dianggap baru itu.
Biasanya mereka bisa berlalu-lalang setiap
saat tanpa ada yang menegur, terutama para hakim dengan mobil-mobil pribadinya
yang seolah memamerkan “kebolehannya” dalam sukses mencari uang. Mereka yang
biasa berbuat semaunya ketika masih “di atas angin” dengan menunda-nunda sidang
dll, kini harus takluk kepada peraturan yang mudah-mudahan tidak hangat-hangat
tahi ayam itu.
Blue jean dan mulut
terkatup
Dulu, sebelum hakim HG tertangkap basah
Opstib para hakim kelihatan “muak” melihat wartawan. Kini mereka nampak ramah
meskipun dipaksakan. Juga seorang hakim yang dikenal galak baik kepada tertuduh
maupun pengunjung sidang, kini tidak setegak dulu lagi. Apalagi kalau jumpa
dengan wartawan.
Seorang hakim yang bergaya “Cowboy” melempar senyum terpaksa bila “kepergok” wartawan. Sebelumnya hal ini jarang dilakukannya. Ia selalu datang ke Pengadilan hanya bercelana blue jean dan baju biasa dengan kancing dada terbuka. Tidak nampak tanda-tanda kalau ia seorang hakim meskipun potongannya cukup meyakinkan. Dan anehnya celana blue jean yang dipakainya tidak terbatas untuk “ngantor” saja tetapi juga untuk menyidangkan suatu perkara.
Seorang hakim yang bergaya “Cowboy” melempar senyum terpaksa bila “kepergok” wartawan. Sebelumnya hal ini jarang dilakukannya. Ia selalu datang ke Pengadilan hanya bercelana blue jean dan baju biasa dengan kancing dada terbuka. Tidak nampak tanda-tanda kalau ia seorang hakim meskipun potongannya cukup meyakinkan. Dan anehnya celana blue jean yang dipakainya tidak terbatas untuk “ngantor” saja tetapi juga untuk menyidangkan suatu perkara.
Dengan adanya penertiban di sana para
hakim kini nampak rapih. Yang lekaki berpakaian safari semua sehingga nampak
berwibawa. Ketua yang baru ternyata “membawa” beberapa hakim. Dengan
“dirumahkannya” tiga hakim dari PN Jakpus dan seorang hakim tinggi bekas Ketua
PN Jakpus, membuat para hakim yang memiliki ”guilty feeling” (istilah Irjen
Dep. Kehakiman) kelihatan resah dan was-was. Bahkan seorang hakim di sana
menyebutnya sebagai berada dalam suasana neraka. Mungkin mereka merasa kuatir
akan menerima giliran “dirumahkan” menyusul rekan-rekannya.
Hakim-hakim senior di sana apabila ketemu
wartawan dari jauh sudah pasang senyum dan buru-buru menutup mulutnya dengan
kelima jarinya, meskipun sang wartawan hanya tanya, “Bagaimana pak?”.
Sebelumnya jarang seorang hakim begitu
hati-hatinya terhadap wartawan.
Tiga nama hakim yang kini dirumahkan nampak
sudah lenyap dari papan nama hakim yang di depan kamar Ketua, plat merah jambu
menutup ketiga nama hakim yang “malang”
tersebut.
Para hakim senior di sana tidak dibenarkan
menjadi Ketua Majelis, kecuali yang melanjutkan perkara yang disidangkan
sebelum Ketua yang baru tiba.
Sejak
Opstibpus memeriksa sejumlah karyawan dan hakim di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, banyak cerita-cerita yang lucu-lucu mengenai pengadilan ini.
Lantai bawah yang selalu ramai sebelumnya,
kini sudah agak tertib. Para calo yang mengurus perkara maupun surat
pewarganegaraan sudah tidak nampak
batang hidungnya. Demikian pula oknum-oknum yang sering keluar masuk ruang hakim
boleh dikata tidak berani lagi. Mungkin mereka takut terkena “operasi tertib” sehingga sementara waktu
menghilang dulu, mencari “timing” yang tepat.
Para hakim masuk dan pulang mentaati waktu
yang telah ditetapkan. Pernah ketika Ketua sedang di Surabaya, para hakim antri
untuk absensi pulang sekitar jam 14.00 lebih sedikit. Dua wartawan yang
memperhatikan tingkah para hakim itu
sempat diguraui,”Wah kita diawasi wartawan!”kata seorang di antaranya, disambut
gelak rekan-rekannya.
Pemberitaan mengenai hakim-hakim dan yang menyangkut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memang menarik. Ini membuat wartawan jadi “getol” kasak-kusuk. Ketua pengadilan merasa kewalahan menghadapi pertanyaan-pertanyaan para wartawan itu. Ia sempat marah-marah hari Kamis siang lalu. Dikatakannya, pekerjaan yang dihadapinya akan terbengkalai kalau dikejar-kejar terus. Beberapa wartawan menduga Ketua baru ini mungkin baru saja ditegur atasannya karena banyak bicara kepada wartawan sehingga bersikap tidak ramah lagi. (AB/Mustofa AS/X)
Pemberitaan mengenai hakim-hakim dan yang menyangkut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memang menarik. Ini membuat wartawan jadi “getol” kasak-kusuk. Ketua pengadilan merasa kewalahan menghadapi pertanyaan-pertanyaan para wartawan itu. Ia sempat marah-marah hari Kamis siang lalu. Dikatakannya, pekerjaan yang dihadapinya akan terbengkalai kalau dikejar-kejar terus. Beberapa wartawan menduga Ketua baru ini mungkin baru saja ditegur atasannya karena banyak bicara kepada wartawan sehingga bersikap tidak ramah lagi. (AB/Mustofa AS/X)
Harian Umum “AB”
Sabtu, 14 Februari 1981
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.