Wednesday 27 August 2014

Teropong



                                      Pengalaman
                                                                 
                                                                       Oleh: Mustofa AS

KETERBUKAAN dan kebebebasan yang menjelma  saat ini benar-benar dimanfaatkan oleh hampir semua  kalangan. Dari kalangan bawah sampai presiden seakan-akan berlomba untuk ikut mengisi dan menyemarakkannya. Orang tidak lagi sungkan mengungkapkan sesuatu yang selama bertahun-tahun dianggap tabu atau sebagai pelanggaran berat.


 Dampak negatif dari keterbukaan dan kebebasan itu memang ada. Karena, begitu gerbang kebebasan itu terbuka, orang bisa seenaknya memprovokasi dan menghujat. Sehingga, timbul provokator-provokator dan penghujat-penghujat, termasuk sejumlah media massa yang secara sadar atau tidak ikut menghujat dan memprovokasi.


Keterbukaan yang menandai tahapan reformasi membuat orang tidak lagi ragu-ragu menyatakan keingian dan cita-citanya. Termasuk cita-cita ingin menjadi Presiden RI. Meskipun, menjadi orang nomor satu di republik ini jelas tidak mudah. Bila jabatan ini telah diraih, jelas pemimpin ini  akan memperoleh banyak kemudahan. Setidak-tidaknya itulah gambaran yang paling gampang mengapa banyak orang ingin menjadi presiden.

Karena omong kosong, jika seseorang menginginkan jabatan itu hanya untuk memperjuangkan cita-cita yang mengatasnamakan rakyat belaka.  Sekali lagi omong kosong. Karena, pada dasarnya manusia itu sama saja, punya sifat rakus, otoriter, dan sok kuasa. Kalau tak hati-hati, sifat-sifat demikian bisa  membuat tergelincir alias terpeleset. Kecuali, orang itu punya benteng iman yang kuat dan stabil. Apalagi, jika keinginan itu sudah menjurus kepada ambisi yang luar biasa (ambisius). Mengutip kata-kata orang pandai, punya ambisi itu baik, tetapi kalau sudah ambisius rasanya tidak baik.

Kembali ke soal calon presiden. Betapapun kecilnya pada dasarnya kekuasaan itu enak. Kalau tidak, mengapa begitu banyak orang mengejarnya? Presiden BJ Habibie pun tetap menginginkan menjadi Presiden RI pasca-Pemilu. Ini satu bukti lagi bahwa kekuasaan (baca Presiden) adalah kedudukan yang enak. Walaupun saat ini ia dihujat, dikritik, dan dilecehkan oleh kalangan elite politik dan orang-orang yang tidak suka terhadapnya. Masalah yang dihadapinya juga berat dan tidak sedikit jumlahnya. Soeharto pun ‘cukup’ 32 tahun jadi presiden dan harus lengser setelah melalui proses pendongkelan yang deras. Ini juga satu kenyataan lagi bahwa kedudukan itu nikmat. Kata almarhum pelawak S Bagyo,”Kalau sudah duduk, biasanya orang lupa berdiri.”

Tilik para tokoh parpol kita yang mencalonkan diri jadi presiden mendatang. Mereka tidak sungkan-sungkan lagi menyatakan secara terbuka sebagai calon presiden. Tingkah mereka pun terkadang aneh. Ada di antara mereka  yang memperlihatkan sifat kekanak-kanakan, ada pula yang berandai-andai, menerawang ke masa yang belum pasti itu. Ada juga capres yang kalem, ada yang pecicilan, ada yang cerewet dan sedikit sombong. Semoga di antara  paling sedikit delapan Capres itu ada yang memang benar-benar ikhlas dan mampu memimpin negara yang kita cintai ini.

Seorang yang juga diunggulkan menjadi presiden mematok sejumlah kriteria untuk pemimpin masa depan itu. Di antaranya, harus memiliki kemampuan memimpin bangsa mengatasi krisis yang sampai saaat ini belum teratasi mampu menyelamatkan dan melaksanakan reformasi, dan dapat mempertahankan keutuhan bangsa, serta memiliki kredibilitas kepemimpinan.

Sebaliknya kriteria tak tertulis (tapi banyak diomongkan orang-red) untuk Capres pada masa Orde Baru tidak usah dijadikan persyaratan untuk Capres pasca-Pemilu ’99. Karena, reformasi akan mandek. Misalnya seseorang yang akan jadi presiden haruslah orang Jawa, beragama Islam, dan memiliki pengalaman sebagai presiden. Nah, kalau saja kriteria ini masih berlaku nanti, maka sekian banyak Capres akan berguguran, termasuk BJ Habibie. Karena, meskipun dia Islam dan sudah berpengalaman jadi presiden, tetapi ia bukan orang Jawa.


Harian Umum ABRI
Kamis, 3 Juni 1999

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.