OLEH: MUSTOFA AS WARTAWAN “AB”
BANGKOK memang pantas
disebut kota turis, sebab selain penduduknya
ramah-ramah, berbagai obyek wisata
serta hiburan bisa ditemui di sana. Terutama wanitanya yang
cantik-cantik itu.
Menurut salah seorang staf Kedubes RI di
Bangkok, jumlah turis asing yang masuk ke Ibukota Muangthai itu bisa mencapai
dua juta setahun, suatu jumlah yang
cukup banyak.
Berada di kota Bangkok waktu tahun baru
Imlek lalu rasanya seperti suasana lebaran saja. Di mana-mana terutama di pusat-pusat
perbelanjaan orang berjubel, baik orang asing maupun penduduk Bangkok itu
sendiri. Umumnya mereka berpakaian bagus-bagus dengan mode yang mutakhir.
Di toko-toko kecil maupun besar, pelayan
yang terdiri dari para wanita itu nampak cukup baik penampilannya. Mereka tidak
segan-segan bersolek di depan pembelinya. Maka tidak heran kalau mereka nampak rapih dan selalu menyenangkan pengunjung tokonya.
Di berbagai pusat perbelanjaan maupun di kakilima orang tidak susah mencari
tukaran dollar atau mata uang baht.
Barang-barang hasil kerajinan tangan di Bangkok termasuk murah. Sepatu, tas kulit
dan semacamnya terbuat dari kulit buaya
atau gajah bisa dibeli dengan harga yang relatif murah. Demikian pula kain
sutera dan pakaian Thai banyak dibeli para turis.
Kehidupan yang berat dan kedudukan wanita
yang lebih rendah dari lelaki menyebabkan banyak kaum wanita di sana menaikkan statusnya dengan cara bekerja.
Dengan bekerja mereka tidak bergantung lagi kepada lelaki.
Siang hari di restoran banyak terlihat
wanita pekerja itu menikmati makan siang di sana. Pada umumnya rumah-rumah
makan di Bangkok tidak pernah sepi dari pengunjung.
Pedagang kakilima di Bangkok juga banyak,
namun belum merupakan masalah seperti di
Jakarta. Mereka dibiarkan berjualan di depan toko-toko, di gang-gang. Tidak ada
razia pedagang kakilima. Gelandangan boleh dikata tidak ada yang berkeliaran di
kota.
Menurut Atase Pers KBRI di Bangkok Wahyu
Ananda Miftah, setiap Sabtu dan Minggu diadakan “Sunday market” di lapangan
Sanam Luang, di mana para produsen bisa menjual barang-barangnya. Dari pasar
inilah pemda setempat memperoleh pemasukan pajak yang cukup besar. Untuk sementara
“Sunday market” ini dipindahkan ke Don Muang sehubungan akan diadakannya peringatan 200 tahun kota Bangkok (
Rattanakosin Bicentennial 1982).
Kalau soal sayur mayur dan buah-buahan Bangkok tidak mengalami
kesulitan dalam pengadaannya karena di berbagai daerah sekitarnya merupakan
penghasil sayur mayur dan buah-buahan dan cukup murah harganya. Anggur
misalnya, kalau di Jakarta sekilo anggur
seharga Rp3.500,- maka di sana kita cukup membayar Rp 500,-
Beras di Bangkok juga boleh dibilang murah.
Seorang istri staf KBRI mengatakan beras terbaik di sana hanya 10 baht
seliternya atau sekitar Rp300,-
Bisa ditawar
Salah satu daya tarik kota Bangkok ialah
di mana saja kita dapat menjumpai tempat mandi uap. Ini juga sebagai salah satu
kelebihan kota Metropolitan Ibukota Muangthai itu. Sampai-sampai di samping
kedutaan besar pun ada tempat pijat tersebut.
Jika melewati jalan-jalan di mana tempat mandi uap berada, kita akan menemukan
seseorang yang berbaik hati menawarkan jasanya mengantarkan kita ke tempat mandi sauna itu lengkap ditunjukkan
brosurnya yang bergambarkan wanita cantik-cantik dengan pose aduhai. Mengenai
taripnya, jangan kaget kalau si “perayu” itu mengatakan US$ 50, karena masih
bisa ditawar.
Penduduk kota Bangkok umumnya menempati
flat-flat. Orang asing di sana bisa memiliki rumah ataupun membangun industri asalkan memiliki modal yang cukup, kata seorang staf
KBRI. Karena di samping mudah tenaga kerja di Bangkok termasuk murah.
Gubernur Bangkok Admiral Tiam Makarananda
yang berkenan menemui para wartawan dari Indonesia itu mengatakan, masih
sekitar 700.000 penduduk yang tinggal di daerah-daerah miskin. Untuk itu
pemerintah sedang mengusahakan rumah
susun nuntuk penampungan mereka secara
bertahap. Rumah-rumah susun di sana bisa
menampung 300 sampai 400 keluarga.
Apartemen-apartemen di Bangkok yang
dimiliki orang asing banyak disewakan kepada mereka yang mampu membayarnya.
Gubernur Bangkok itu tidak bisa
menjelaskan secara mendetail
masalah-masalah kota Bangkok mengingat terbatasnya waktu karena kunjungan para
wartawan Indonesia itu tanpa persiapan
yang matang sebelumnya. Untunglah Atase Pers KBRI Wahyu Ananda Miftah lincah
dalam mengurus pertemuan dengan Gubernur Bangkok itu. Meskipun hanya angkat telepon sehari sebelumnya, toh para wartatwan
merasa lega juga dapat sedikit keterangan
dari Gubernur Bangkok itu. Keserabutan tata kerja yang demikian itu patut disesalkan. Karena
selembar surat pemberitahuan pun untuk
Kedubes kita di Bangkok tidak mereka peroleh. Meskipun pihak Humas DKI Jakarta
yang memimpin rombongan itu katanya telah mengirim surat ke KBRI Bangkok.
Rupanya koordinasi antara staf Humas DKI
itu sendiri tidak ada, sampai-sampai acara di Bangkok itu jadi berantakan.
Gubernur Bangkok juga memperhatikan masalah
kebersihan kota yang langsung
mengontrolnya setiap saat. Setiap tahun selama dua hari berturut-turut
narapidana yang hukumannya hampir habis
dikerahkan untuk membersihkan
jalan-jalan di kota. Kesempatan yang
demikian itu digunakan keluarga napi
tersebut untuk saling bertemu dengan membawa makanan ke tempat-tempat mereka
dipekerjakan.
Anggran belanja untuk kota Bangkok menurut
Gubernur disubsidi pemerintah pusat sebesar 80 persen, karena semua pajak masuk
ke permintah pusat. APBD diajukan ke pemerintah pusat setelah mendapat
persetujuan dari DPRD.
Setiap kali datang musim hujan kota
Bangkok juga tidak luput dari sentuhan banjir. Ini disebabkan al. di beberapa
tempat yang sering terjadi genangan air ditempatkan alat yang berfungsi
menyedot air yang kemudian disalurkan melalui pipa besar dan dibuang ke tempat
yang aman dari serbuan air.
Di Bangkok tidak dibenarkan seorang dokter praktek di rumahnya. Mereka
berpraktek di pusat-pusat kesehatan, kata Kasman Siahaan seorang staf Keduber RI di Bangkok.
Rumah-rumah sakit dan pusat kesehatan banyak tersebar di sudut-sudut kota.
Rumah sakit besar milik pemerintah ada 4 buah dan memiliki 1.805 tempat tidur.”Pokoknya
kalau masuk rumah sakit di sini tidak sukar,”ujar Kasman.
Tarip dokter spesialis juga relatif murah
yaitu 100 baht atau Rp 3000,- Bila dengan obat-obatannya kita hanya membayar
200 baht.
Pembangunan jalur hijau di kota ini juga
sulit dilaksanakan karena berbenturan
dengan kepentingan industri. Kota Bangkok dibandingkan dengan Jakarta
dalam masalah penghijauan boleh dibilang ketinggalan. Suasana gersang terasa di
pusat-pusat kota. Meskipun pepohonan banyak tumbuh namun hanya sedikit sekali
dibandingkan dengan luasnya kota.
Di mana-mana kita jumpai baik poster
dengan huruf dan bahasa Thai. Sampai televisi pun didubbing dalam bahasa Thai
dan kalau Anda ingin melihat acara tv dengan bahasa Inggris maka Anda harus
menekasn tombol khusus. Pemilik televisi di Bangkok tidak
dipungut pajak seperti di Indonesia.
(AB/yy)
Harian Umum “AB”
Sabtu, 20 Februari 1982
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.