Wednesday 6 August 2014

Bangkok, kota turis yang gersang

                                     OLEH: MUSTOFA AS   WARTAWAN “AB”
BANGKOK memang pantas disebut kota turis, sebab selain penduduknya  ramah-ramah, berbagai obyek wisata  serta hiburan bisa ditemui di sana. Terutama wanitanya yang cantik-cantik itu.

Menurut salah seorang staf Kedubes RI di Bangkok, jumlah turis asing yang masuk ke Ibukota Muangthai itu bisa mencapai dua juta setahun,  suatu jumlah yang cukup banyak.


Berada di kota Bangkok waktu tahun baru Imlek lalu rasanya seperti suasana lebaran saja.  Di mana-mana terutama di pusat-pusat perbelanjaan orang berjubel, baik orang asing maupun penduduk Bangkok itu sendiri. Umumnya mereka berpakaian bagus-bagus dengan mode yang mutakhir.

Di toko-toko kecil maupun besar, pelayan yang terdiri dari para wanita itu nampak cukup baik penampilannya. Mereka tidak segan-segan bersolek di depan pembelinya. Maka tidak heran kalau mereka  nampak rapih dan selalu menyenangkan  pengunjung tokonya.

Di berbagai pusat perbelanjaan  maupun di kakilima orang tidak susah mencari tukaran dollar atau mata uang baht.

Barang-barang hasil kerajinan tangan  di Bangkok termasuk murah. Sepatu, tas kulit dan semacamnya terbuat  dari kulit buaya atau gajah bisa dibeli dengan harga yang relatif murah. Demikian pula kain sutera dan pakaian Thai banyak dibeli para turis.

Kehidupan yang berat dan kedudukan wanita yang lebih rendah dari lelaki menyebabkan banyak kaum wanita  di sana menaikkan statusnya dengan cara bekerja. Dengan bekerja mereka tidak bergantung lagi kepada lelaki.

Siang hari di restoran banyak terlihat wanita pekerja itu menikmati makan siang di sana. Pada umumnya rumah-rumah makan di Bangkok tidak pernah sepi dari pengunjung.

Pedagang kakilima di Bangkok juga banyak, namun  belum merupakan masalah seperti di Jakarta. Mereka dibiarkan berjualan di depan toko-toko, di gang-gang. Tidak ada razia pedagang kakilima. Gelandangan boleh dikata tidak ada yang berkeliaran di kota.

Menurut Atase Pers KBRI di Bangkok Wahyu Ananda Miftah, setiap Sabtu dan Minggu diadakan “Sunday market” di lapangan Sanam Luang, di mana para produsen bisa menjual barang-barangnya. Dari pasar inilah pemda setempat memperoleh pemasukan pajak yang cukup besar. Untuk sementara “Sunday market” ini dipindahkan ke Don Muang sehubungan akan diadakannya  peringatan 200 tahun kota Bangkok ( Rattanakosin Bicentennial 1982).

Kalau soal sayur  mayur dan buah-buahan Bangkok tidak mengalami kesulitan dalam pengadaannya karena di berbagai daerah sekitarnya merupakan penghasil sayur mayur dan buah-buahan dan cukup murah harganya. Anggur misalnya, kalau di Jakarta  sekilo anggur seharga Rp3.500,- maka di sana kita cukup membayar Rp 500,-

Beras di Bangkok juga boleh dibilang murah. Seorang istri staf KBRI mengatakan beras terbaik di sana hanya 10 baht seliternya atau sekitar Rp300,-
                                                                                                                                                                   Bisa ditawar 
Salah satu daya tarik kota Bangkok ialah di mana saja kita dapat menjumpai tempat mandi uap. Ini juga sebagai salah satu kelebihan kota Metropolitan Ibukota Muangthai itu. Sampai-sampai di samping kedutaan besar pun ada tempat pijat tersebut.

Jika melewati jalan-jalan di mana  tempat mandi uap berada, kita akan menemukan seseorang yang berbaik hati menawarkan jasanya mengantarkan kita  ke tempat mandi sauna itu lengkap ditunjukkan brosurnya yang bergambarkan wanita cantik-cantik dengan pose aduhai. Mengenai taripnya, jangan kaget kalau si “perayu” itu mengatakan US$ 50, karena masih bisa ditawar.

Penduduk kota Bangkok umumnya menempati flat-flat. Orang asing di sana bisa memiliki rumah ataupun membangun  industri asalkan  memiliki modal yang cukup, kata seorang staf KBRI. Karena di samping mudah tenaga kerja di Bangkok termasuk murah.

Gubernur Bangkok Admiral Tiam Makarananda yang berkenan menemui para wartawan dari Indonesia itu mengatakan, masih sekitar 700.000 penduduk yang tinggal di daerah-daerah miskin. Untuk itu pemerintah sedang mengusahakan  rumah susun nuntuk  penampungan mereka secara bertahap. Rumah-rumah susun di sana  bisa menampung 300 sampai 400 keluarga.

Apartemen-apartemen di Bangkok yang dimiliki orang asing banyak disewakan kepada mereka yang mampu membayarnya.

Gubernur Bangkok itu tidak bisa menjelaskan  secara mendetail masalah-masalah kota Bangkok mengingat terbatasnya waktu karena kunjungan para wartawan Indonesia itu  tanpa persiapan yang matang sebelumnya. Untunglah Atase Pers KBRI Wahyu Ananda Miftah lincah dalam mengurus pertemuan dengan Gubernur Bangkok itu. Meskipun hanya  angkat telepon sehari sebelumnya, toh para wartatwan merasa lega juga dapat sedikit keterangan  dari Gubernur Bangkok itu. Keserabutan tata kerja  yang demikian itu patut disesalkan. Karena selembar surat pemberitahuan pun  untuk Kedubes kita di Bangkok tidak mereka peroleh. Meskipun pihak Humas DKI Jakarta yang memimpin rombongan itu katanya telah mengirim surat ke KBRI Bangkok. Rupanya koordinasi  antara staf Humas DKI itu sendiri tidak ada, sampai-sampai acara di Bangkok itu jadi berantakan.

Gubernur Bangkok juga memperhatikan masalah kebersihan  kota yang langsung mengontrolnya setiap saat. Setiap tahun selama dua hari berturut-turut narapidana yang hukumannya  hampir habis dikerahkan  untuk membersihkan jalan-jalan  di kota. Kesempatan yang demikian itu digunakan  keluarga napi tersebut untuk saling bertemu dengan membawa makanan ke tempat-tempat mereka dipekerjakan.

Anggran belanja untuk kota Bangkok menurut Gubernur disubsidi pemerintah pusat sebesar 80 persen, karena semua pajak masuk ke permintah pusat. APBD diajukan ke pemerintah pusat setelah mendapat persetujuan dari DPRD.

Setiap kali datang musim hujan kota Bangkok juga tidak luput dari sentuhan banjir. Ini disebabkan al. di beberapa tempat yang sering terjadi genangan air ditempatkan alat yang berfungsi menyedot air yang kemudian disalurkan melalui pipa besar dan dibuang ke tempat yang aman dari serbuan air.

Tidak ada dokter praktek sendiri 

Di Bangkok tidak dibenarkan  seorang dokter praktek di rumahnya. Mereka berpraktek di pusat-pusat kesehatan, kata Kasman Siahaan  seorang staf Keduber RI di Bangkok. Rumah-rumah sakit dan pusat kesehatan banyak tersebar di sudut-sudut kota. Rumah sakit besar milik pemerintah ada 4 buah dan memiliki 1.805 tempat tidur.”Pokoknya kalau masuk rumah sakit di sini tidak sukar,”ujar Kasman.
Tarip dokter spesialis juga relatif murah yaitu 100 baht atau Rp 3000,- Bila dengan obat-obatannya kita hanya membayar 200 baht.

Soal polusi di Bangkok masih merupakan masalah yang belum dapat diatasi secara baik. Bagian-bagian kota masih terlihat gersang. Hal ini diakui pula oleh Gubernur Bangkok Admiral Tiam Makarananda.

Pembangunan jalur hijau di kota ini juga sulit dilaksanakan  karena berbenturan dengan kepentingan industri. Kota Bangkok dibandingkan dengan Jakarta dalam masalah penghijauan boleh dibilang ketinggalan. Suasana gersang terasa di pusat-pusat kota. Meskipun pepohonan banyak tumbuh namun hanya sedikit sekali dibandingkan dengan luasnya kota.

Di mana-mana kita jumpai baik poster dengan huruf dan bahasa Thai. Sampai televisi pun didubbing dalam bahasa Thai dan kalau Anda ingin melihat acara tv dengan bahasa Inggris maka Anda harus menekasn tombol khusus. Pemilik televisi di Bangkok tidak dipungut pajak seperti di Indonesia. (AB/yy)


Harian Umum “AB”
Sabtu, 20 Februari 1982

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.