Wednesday 27 August 2014

Sadar wisata dan pelaksanaan Sapta Pesona



                                                           OLEH: MUSTOFA AS

PENGEMBANGAN kepariwisataan nasional sebagai sektor pembangunan  yang dapat diandalkan  terus dilakukan pemerintah, bersama-sama masyarakat. Karena disadari keberhasilan pembangunan  kepariwisataan nasional turut menentukan keberhasilan pembangunan nasional.

Kepariwisataan nasional diandalkan untuk memperbesar  penerimaan devisa, memperluas lapangan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan kegiatan ekonomi dan mendorong pembangunan daerah. Kepariwisataan nasional juga  memperkenalkan kekayaan alam dan budaya bangsa serta  memupuk rasa Cinta Tanah Air dan bangsa.


Indonesia menyimpan potensi kepariwisataan yang cukup besar, keadaan alamnya yang indah terdiri dari pulau-pulau, gunung, danau, laut, hutan dengan aneka flora dan fauna yang menghiasinya. Keramahtamahan  masyarakat Indonesia  juga merupakan daya tarik tersendiri.

Aneka kegiatan kepariwisataan  bisa dilakukan di BumI Pertiwi ini misalnya wisata pantai, wisata gunung, wisata sungai, wisata laut, wisata danau, wisata agro, wisata  berburu, memancing, wisata ziarah, bahkan wisata angkasa pun bisa dilakukan di  Tanah Air tercinta ini. Indonesia bagian timur yang memiliki  taman laut indah menakjubkan, juga potensi besar yang belum sepenuhnya tergali.

Potensi kepariwisataan Indonesia  belum semuanya tergali dan dikelola secara baik. Hal ini dapat dimaklumi  karena Indonesia tergolong negara yang masih baru dalam mengembangkan  kepariwisataannya. Beberapa daerah tujuan wisata (DTW) memang telah dikenal oleh dunia seperti Bali, Tana Toraja,  Sumut, Sulsel. Letak Indonesia yang cukup strategis, dan stabilitas nasional yang mantap merupakan peluang negara ini untuk membuka diri selebar-lebarnya bagi kedatangan wisatawan mancanegara sebanyak-banyaknya.

Namun kendala yang dihadapi dalam pengembangan kepariwisataan nasional cukup banyak. Indonesia yang kurang dikenal di mancanegara, masalah aksesibilitas sebagian besar dilakukan melalui udara, kesiapan masyarakat dan fasilitas penunjangnya masih lemah, kualitas sumber daya manusia  tenaga terdidik masih terbatas. Demikian pula dana pendukungnya terbatas, mutu produk dan pelayanan masih lemah.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut Menparpostel Soesilo Soedarman menetapkan tujuh kebijaksanaan atau Sapta Kebijaksanaan Pariwisata, yakni promosi digencarkan, aksesibilitas diperluas, mutu pelayanan dan produk pariwisata dimantapkan pengembangan  kawasan-kawasan wisata, wisata bahari digalakkan. Juga sumber daya manusia  ditingkatkan dan sadar wisata  berdasarkan Sapta Pesona dibudayakan.
Sadar wisata
Keberhasilan pembangunan kepariwisataan  kita tidak terlepas dari peran masyarakat mulai kalangan atas sampai lapisan paling bawah (pemerintah, swasta maupun masyarakat umum). Semuanya diharapkan membantu dan menunjang berhasilnya  pembangunan  kepariwisataan kita.

Sadar wisata bisa diartikan  sebagai pemahaman  akan arti dan hakekat pengembangan pariwisata. Atau dengan pengertian yang lebih luas dilihat dari posisi, misi dan perannya  dalam pembangunan  negara dan bangsa dewasa ini, semua harapan dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan  kepariwisataan berkaitan  dengan kepentingan wisatawan, kepentingan umum bangsa dan negara.

Inti dari Sadar Wisata  adalah pelaksanaan Sapta Pesona. Butir-butir Sapta Pesona terdiri dari aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah, dan  kenangan yang disebabkan oleh akomodasi yang nyaman, makanan dan buah-buahan khas daerah yang lezat, budaya yang mempesona dan cerderamata yang mungil dengan harga yang wajar. Pelaksanaan Sapta Pesona ini menurut Menteri Parpostel memiliki tujuan mulia yakni jati diri bangsa  semakin kokoh kuat, dan disiplin nasional semakin mantap.

Pelaksanaan Sapta Pesona.
Kampanye Nasional Sadar Wisata (KNSW) yang dicanangkan sejak April 1989 terus dilaksanakan. Gema Sapta Pesona mencapai pelosok-pelosok Tanah Air. Seluruh daerah tingkat I maupun tingkat II ramai-ramai mengibarkan tema-tema yang mengacu kepada Sapta Pesona. Lihat saja DKI Jakarta dengan  BMW-nya (Bersih, Manusiawi, dan  Berwibawa), Bandung dengan Berhiber (Bersih Hijau Berbunga). Aneka slogan seperti Atlas, Ikhlas, bahari, Kota Tepian, Beriman, Benyamin, Bercahaya, Berseri dan lain-lain banyak kita temui.

Sapta Pesona boleh dibilang sudah memasyarakat namun pelaksanaannya masih harus dirtingkatkan terutama dari segi kebersihan dan ketertiban.

Kita lihat saja di ibu kota tercinta Jakarta yang dijadikan contoh dan barometer kota-kota lain di Indonesia. Kebersihan belum sepenuhnya memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh dari masyarakat. Saluran- saluran air yang penuh sampah, tumpukan-tumpukan sampah masih banyak ditemukan di sudut-sudut kota. Belum lagi sampah yang dibuang sembarangan di jalan maupun di tempat-tempat umum lainnya.

Kebersihan kamar-kamar kecil perkantoran maupun  tempat-tempat umum juga memprihatinkan, termasuk di bandara-bandara. Taman-taman kota yang kotor tidak terawat, penuh sampah.

Gerakan-gerakan kebersihan  yang dilakukan umumnya  dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu, biasanya dikaitkan dengan peringatan hari-hari tertentu. Dengan kata lain masyarakat belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya kebersihan. Jakarta hanya salah satu contoh belum dilaksanakannya kebersihan di semua lapisan masyarakat secara sungguh-sungguh. Meskipun pemerintah daerah DKI telah menempuh berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

Masalah ketertiban juga masih memprihatinkan  terutama di kota-kota besar, mulai dari lalu-lintasnya yang semrawut, pedagang kakilima yang menutup jalan trotoar,  penyeberang jalan yang semaunya, juga di terminal-terminal  angkutan ketertiban  masih memprihatinkan, termasuk di beberapa bandara masih memprihatinkan. Percaloan karcis bus dan kereta api masih juga terjadi. Di tempat-tempat umum yang berhawa sejuk (ber-AC) orang seenaknya merokok, demikian pula di bis-bis kota yang ber-AC masih ada penumpang yang dengan tenang mengisap rokok. Hal yang lebih memprihatinkan  adalah ada juga oknum petugas yang merokok di ruangan yang dilengkapi peralatan canggih, yang jelas-jelas dilarang merokok. 

Bis Patas yang dioperasikan   sebagai bis yang cepat dengan penumpang terbatas (sebatas jumlah kursi) kini pun bukan lagi Patas yang sesungguhnya, tetapi sudah menjadi bus cepat tidak terbatas karena bisa berhenti menaikkan  dan menurunkan penumpang  seenaknya, termasuk di jalan-jalan tol. Hal itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari terutama di ibu kota kita. Jembatan-jembatan penyeberangan pun ada yang digunakan sebagai tempat perdagangan sehingga menyulitkan orang yang melewatinya, di samping para pengemis yang juga menghadang orang lewat.

Pertaksian kita apalagi, kalau dulu banyak taksi yang menggunakan argometer kuda, dimana lari meteran  taksi lebih cepat dari biasanya,  maka sekarang banyak taksi yang menolak penumpang jika sekiranya jarak tujuan  si calon penumpang itu dekat saja. Sebagai contoh,  banyak penumpang pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta kecewa karena sopir taksi menolak mereka, jika tempat yang dituju dekat.

Sikap para petugas pelayanan masyarakat juga masih perlu diubah, banyak yany over ackting atau bertindak berlebih-lebihan.

Keteladanan
Berbagai upaya untuk menjadikan kebersihan dan ketertiban sebagai budaya masyarakat kita telah dilakukan  baik oleh tokoh-tokoh masyarakat maupun para pemimpin kita. Gerakan-gerakan kebersihan, penanganan kebersihan oleh swasta dan berbagai imbauan nampaknya  belum memenuhi harapan kita semua. Masalah ketertiban juga demikian, masih memprihatinkan.

Masalah kebersihan dan ketertiban  bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi masyarakat pun ikut memikulnya. Mungkin tidak sederhana untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Namun dari segi kebersihan, contoh yang dilakukan Pemda Jatim barangkali bisa ditiru oleh pemda-pemda lainnnya. Agar kota-kota di Jatim selalu menjaga kebersihan, Gubernur Jatim Sularso tidak segan-segan “mempermalukan” kota-kota yang belum bersih dengan mengumumkannya kepada masyarakat. Dengan demikian akan timbul rasa malu dari pejabat maupun masyarakat kota yang lingkungannya belum bersih itu, dan selanjutnya lebih meningkatkan  lagi upaya memelihara kebersihan.

Pembentukan satgas-satgas “pasukan berkaos kuning” untuk memunguti sampah-sampah di sekitar gedung-gedung bertingkat yang dipelopori BUMN-BUMN di lingkungan Depparpostel juga merupakan langkah yang baik yang perlu dicontoh oleh para pengelola gedung-gedung bertingkat dan perkantoran di kota-kota besar. Tindakan menggunduli kepala pelajar yang melakukan perkelahian di Jakarta, melubangi SIM para sopir angkutan umum yang ugal-ugalan juga tindakan dalam rangka  memelihara ketertiban. Penindakan hukum (law enforcevement) memang harus dilakukan secara terus menerus untuk memelihara ketertiban. Tentu saja dalam hal penegakan hukum ini dilaksanakan dengan tegas namun persuasif mengingat  kondisi yang ada.

 Contoh-contoh dari para pejabat dan tindakan pengawasan  yang terus menerus  dalam masalah kebersihan dan ketertiban setidak-tidaknya akan membuahkan lingkungan  yang baik. Kalau hal ini dilakukan di semua instansi barangkali hasilnya cukup menggembirakan.

Dalam Tahun Kunjungan Indonesia 1991, Indonesia telah dipercaya menyelenggarakan  event-event internasional seperti ASEAN Tourism Forum, PATA Mart, PATA Chapter World Congres, PATA Conference. Tahun depan Indoesia akan jadi tuan rumah KTT Nonblok dan tahun berikutnya Sidang WTO (Organisasi Kepariwisataan Dunia).

Indonesia dan khususnya Jakarta yang akan menjadi tuan rumah KTT Nonblok, tentunya akan menjadi tuan rumah yang baik dan pasti tidak ingin mengecewakan  para tamunya hanya karena  masalah kebersihan dan ketertiban. Persiapan dan kesiapan menyambut  KTT yang akan dihadiri lebih dari 100 negara itu harus dilakukan dari sekarang. Sebab peluang mempromosikan Indonesia  melalui peristiwa ini sangat besar. Jika Sapta Pesona dilaksanakan tidak hanya  di ibukota tetapi di seluruh Indonesia tentu para tamu kita  akan terkesan, dan kita pun bangga.

Kurikulum
Pembudayaan Sapta Pesona akan melairkan Sadar Wisata, sebenarnya mempunya tujuan yang lebih luas seperti ditegaskan Menparpostel Soesilo Soedarman, yakni jati diri bangsa kita  menjadi kokoh kuat dan disiplin nasional mantap.

Untuk melaksanakan Sapta Pesona memang tidak mudah namun barangkali ada baiknya  pelaksanaan Sapta Pesona dan Sadar Wisata  dilakukan mulai dari kecil melalui pendidikan keluarga, dan sekolah tingkat dasar. Program Keluarga Berencana saja sudah diajarkan di bangku SD, kenapa Sapta Pesona tidak?

Sapta Pesona seharusnya dimasukkan dalam kurikulum pendidikan di sekolah dasar, apalagi ini menyangakut  pendidikan yang mengarah kepada kesadaran dan disiplin pribadi yang akan  melahirkan disiplin masyarakat keseluruhan. (3.15)**



Harian Angkatan Bersenjata
Selasa, 29 Oktober 1991


No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.