OLEH: MUSTOFA AS
PENGEMBANGAN kepariwisataan nasional sebagai sektor pembangunan yang dapat diandalkan terus dilakukan pemerintah, bersama-sama
masyarakat. Karena disadari keberhasilan pembangunan kepariwisataan nasional turut menentukan
keberhasilan pembangunan nasional.
Kepariwisataan nasional
diandalkan untuk memperbesar penerimaan
devisa, memperluas lapangan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan kegiatan
ekonomi dan mendorong pembangunan daerah. Kepariwisataan nasional juga memperkenalkan kekayaan alam dan budaya
bangsa serta memupuk rasa Cinta Tanah
Air dan bangsa.
Indonesia menyimpan potensi
kepariwisataan yang cukup besar, keadaan alamnya yang indah terdiri dari
pulau-pulau, gunung, danau, laut, hutan dengan aneka flora dan fauna yang menghiasinya.
Keramahtamahan masyarakat Indonesia juga merupakan daya tarik tersendiri.
Aneka kegiatan
kepariwisataan bisa dilakukan di BumI
Pertiwi ini misalnya wisata pantai, wisata gunung, wisata sungai, wisata laut,
wisata danau, wisata agro, wisata
berburu, memancing, wisata ziarah, bahkan wisata angkasa pun bisa
dilakukan di Tanah Air tercinta ini.
Indonesia bagian timur yang memiliki
taman laut indah menakjubkan, juga potensi besar yang belum sepenuhnya
tergali.
Potensi kepariwisataan
Indonesia belum semuanya tergali dan
dikelola secara baik. Hal ini dapat dimaklumi
karena Indonesia tergolong negara yang masih baru dalam
mengembangkan kepariwisataannya.
Beberapa daerah tujuan wisata (DTW) memang telah dikenal oleh dunia seperti
Bali, Tana Toraja, Sumut, Sulsel. Letak
Indonesia yang cukup strategis, dan stabilitas nasional yang mantap merupakan
peluang negara ini untuk membuka diri selebar-lebarnya bagi kedatangan
wisatawan mancanegara sebanyak-banyaknya.
Namun kendala yang dihadapi dalam
pengembangan kepariwisataan nasional cukup banyak. Indonesia yang kurang
dikenal di mancanegara, masalah aksesibilitas sebagian besar dilakukan melalui
udara, kesiapan masyarakat dan fasilitas penunjangnya masih lemah, kualitas
sumber daya manusia tenaga terdidik
masih terbatas. Demikian pula dana pendukungnya terbatas, mutu produk dan
pelayanan masih lemah.
Untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut Menparpostel Soesilo Soedarman menetapkan tujuh kebijaksanaan atau
Sapta Kebijaksanaan Pariwisata, yakni promosi digencarkan, aksesibilitas
diperluas, mutu pelayanan dan produk pariwisata dimantapkan pengembangan kawasan-kawasan wisata, wisata bahari
digalakkan. Juga sumber daya manusia
ditingkatkan dan sadar wisata
berdasarkan Sapta Pesona dibudayakan.
Sadar wisata
Keberhasilan pembangunan kepariwisataan kita tidak terlepas dari peran masyarakat
mulai kalangan atas sampai lapisan paling bawah (pemerintah, swasta maupun
masyarakat umum). Semuanya diharapkan membantu dan menunjang berhasilnya pembangunan
kepariwisataan kita.
Sadar wisata bisa diartikan sebagai pemahaman akan arti dan hakekat pengembangan
pariwisata. Atau dengan pengertian yang lebih luas dilihat dari posisi, misi
dan perannya dalam pembangunan negara dan bangsa dewasa ini, semua harapan
dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan
kepariwisataan berkaitan dengan
kepentingan wisatawan, kepentingan umum bangsa dan negara.
Inti dari Sadar Wisata adalah pelaksanaan Sapta Pesona. Butir-butir
Sapta Pesona terdiri dari aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah,
dan kenangan yang disebabkan oleh
akomodasi yang nyaman, makanan dan buah-buahan khas daerah yang lezat, budaya
yang mempesona dan cerderamata yang mungil dengan harga yang wajar. Pelaksanaan
Sapta Pesona ini menurut Menteri Parpostel memiliki tujuan mulia yakni jati
diri bangsa semakin kokoh kuat, dan
disiplin nasional semakin mantap.
Pelaksanaan Sapta Pesona.
Kampanye Nasional Sadar Wisata
(KNSW) yang dicanangkan sejak April 1989 terus dilaksanakan. Gema Sapta Pesona
mencapai pelosok-pelosok Tanah Air. Seluruh daerah tingkat I maupun tingkat II
ramai-ramai mengibarkan tema-tema yang mengacu kepada Sapta Pesona. Lihat saja
DKI Jakarta dengan BMW-nya (Bersih,
Manusiawi, dan Berwibawa), Bandung
dengan Berhiber (Bersih Hijau Berbunga). Aneka slogan seperti Atlas, Ikhlas,
bahari, Kota Tepian, Beriman, Benyamin, Bercahaya, Berseri dan lain-lain banyak
kita temui.
Sapta Pesona boleh dibilang sudah
memasyarakat namun pelaksanaannya masih harus dirtingkatkan terutama dari segi
kebersihan dan ketertiban.
Kita lihat saja di ibu kota
tercinta Jakarta yang dijadikan contoh dan barometer kota-kota lain di
Indonesia. Kebersihan belum sepenuhnya memperoleh perhatian yang
sungguh-sungguh dari masyarakat. Saluran- saluran air yang penuh sampah,
tumpukan-tumpukan sampah masih banyak ditemukan di sudut-sudut kota. Belum lagi
sampah yang dibuang sembarangan di jalan maupun di tempat-tempat umum lainnya.
Kebersihan kamar-kamar kecil
perkantoran maupun tempat-tempat umum
juga memprihatinkan, termasuk di bandara-bandara. Taman-taman kota yang kotor
tidak terawat, penuh sampah.
Gerakan-gerakan kebersihan yang dilakukan umumnya dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu,
biasanya dikaitkan dengan peringatan hari-hari tertentu. Dengan kata lain
masyarakat belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya kebersihan. Jakarta hanya
salah satu contoh belum dilaksanakannya kebersihan di semua lapisan masyarakat
secara sungguh-sungguh. Meskipun pemerintah daerah DKI telah menempuh berbagai
upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
Masalah ketertiban juga masih
memprihatinkan terutama di kota-kota
besar, mulai dari lalu-lintasnya yang semrawut, pedagang kakilima yang menutup
jalan trotoar, penyeberang jalan yang
semaunya, juga di terminal-terminal
angkutan ketertiban masih
memprihatinkan, termasuk di beberapa bandara masih memprihatinkan. Percaloan
karcis bus dan kereta api masih juga terjadi. Di tempat-tempat umum yang
berhawa sejuk (ber-AC) orang seenaknya merokok, demikian pula di bis-bis kota
yang ber-AC masih ada penumpang yang dengan tenang mengisap rokok. Hal yang
lebih memprihatinkan adalah ada juga
oknum petugas yang merokok di ruangan yang dilengkapi peralatan canggih, yang
jelas-jelas dilarang merokok.
Bis Patas yang dioperasikan sebagai bis yang cepat dengan penumpang
terbatas (sebatas jumlah kursi) kini pun bukan lagi Patas yang sesungguhnya,
tetapi sudah menjadi bus cepat tidak terbatas karena bisa berhenti
menaikkan dan menurunkan penumpang seenaknya, termasuk di jalan-jalan tol. Hal
itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari terutama di ibu kota kita.
Jembatan-jembatan penyeberangan pun ada yang digunakan sebagai tempat perdagangan sehingga menyulitkan orang
yang melewatinya, di samping para pengemis yang juga menghadang orang lewat.
Pertaksian kita apalagi, kalau
dulu banyak taksi yang menggunakan argometer kuda, dimana lari meteran taksi lebih cepat dari biasanya, maka sekarang banyak taksi yang menolak
penumpang jika sekiranya jarak tujuan si
calon penumpang itu dekat saja. Sebagai contoh,
banyak penumpang pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta kecewa karena sopir
taksi menolak mereka, jika tempat yang dituju dekat.
Sikap para petugas pelayanan masyarakat
juga masih perlu diubah, banyak yany over
ackting atau bertindak berlebih-lebihan.
Keteladanan
Berbagai upaya untuk menjadikan
kebersihan dan ketertiban sebagai budaya masyarakat kita telah dilakukan baik oleh tokoh-tokoh masyarakat maupun para
pemimpin kita. Gerakan-gerakan kebersihan, penanganan kebersihan oleh swasta
dan berbagai imbauan nampaknya belum
memenuhi harapan kita semua. Masalah ketertiban juga demikian, masih
memprihatinkan.
Masalah kebersihan dan
ketertiban bukan hanya tanggung jawab
pemerintah saja, tetapi masyarakat pun ikut memikulnya. Mungkin tidak sederhana
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Namun dari segi kebersihan, contoh
yang dilakukan Pemda Jatim barangkali bisa ditiru oleh pemda-pemda lainnnya.
Agar kota-kota di Jatim selalu menjaga kebersihan, Gubernur Jatim Sularso tidak
segan-segan “mempermalukan” kota-kota yang belum bersih dengan mengumumkannya
kepada masyarakat. Dengan demikian akan timbul rasa malu dari pejabat maupun
masyarakat kota yang lingkungannya belum bersih itu, dan selanjutnya lebih
meningkatkan lagi upaya memelihara
kebersihan.
Pembentukan satgas-satgas
“pasukan berkaos kuning” untuk memunguti sampah-sampah di sekitar gedung-gedung
bertingkat yang dipelopori BUMN-BUMN di lingkungan Depparpostel juga merupakan
langkah yang baik yang perlu dicontoh oleh para pengelola gedung-gedung
bertingkat dan perkantoran di kota-kota besar. Tindakan menggunduli kepala
pelajar yang melakukan perkelahian di Jakarta, melubangi SIM para sopir
angkutan umum yang ugal-ugalan juga tindakan dalam rangka memelihara ketertiban. Penindakan hukum (law enforcevement) memang harus
dilakukan secara terus menerus untuk memelihara ketertiban. Tentu saja dalam
hal penegakan hukum ini dilaksanakan dengan tegas namun persuasif
mengingat kondisi yang ada.
Contoh-contoh dari para pejabat dan tindakan
pengawasan yang terus menerus dalam masalah kebersihan dan ketertiban
setidak-tidaknya akan membuahkan lingkungan yang baik. Kalau hal ini dilakukan di semua
instansi barangkali hasilnya cukup menggembirakan.
Dalam Tahun Kunjungan Indonesia
1991, Indonesia telah dipercaya menyelenggarakan event-event internasional seperti ASEAN
Tourism Forum, PATA Mart, PATA Chapter World Congres, PATA Conference. Tahun
depan Indoesia akan jadi tuan rumah KTT Nonblok dan tahun berikutnya Sidang WTO
(Organisasi Kepariwisataan Dunia).
Indonesia dan khususnya Jakarta
yang akan menjadi tuan rumah KTT Nonblok, tentunya akan menjadi tuan rumah yang
baik dan pasti tidak ingin mengecewakan
para tamunya hanya karena masalah
kebersihan dan ketertiban. Persiapan dan kesiapan menyambut KTT yang akan dihadiri lebih dari 100 negara
itu harus dilakukan dari sekarang. Sebab peluang mempromosikan Indonesia melalui peristiwa ini sangat besar. Jika
Sapta Pesona dilaksanakan tidak hanya di
ibukota tetapi di seluruh Indonesia tentu para tamu kita akan terkesan, dan kita pun bangga.
Kurikulum
Pembudayaan Sapta Pesona akan
melairkan Sadar Wisata, sebenarnya mempunya tujuan yang lebih luas seperti
ditegaskan Menparpostel Soesilo Soedarman, yakni jati diri bangsa kita menjadi kokoh kuat dan disiplin nasional
mantap.
Untuk melaksanakan Sapta Pesona
memang tidak mudah namun barangkali ada baiknya
pelaksanaan Sapta Pesona dan Sadar Wisata dilakukan mulai dari kecil melalui pendidikan
keluarga, dan sekolah tingkat dasar. Program Keluarga Berencana saja sudah
diajarkan di bangku SD, kenapa Sapta Pesona tidak?
Sapta Pesona seharusnya
dimasukkan dalam kurikulum pendidikan di sekolah dasar, apalagi ini menyangakut pendidikan yang mengarah kepada kesadaran dan
disiplin pribadi yang akan melahirkan
disiplin masyarakat keseluruhan. (3.15)**
Harian Angkatan Bersenjata
Selasa, 29 Oktober 1991
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.