Monday 17 August 2015

Ichsanuddin:

Perombakan Kabinet Tak Jamin Kemajuan Ekonomi

 
    PENGAMAT Ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai Kabinet Pemerintah Jokowi tak menjiwai dan bersemengat merealisasikan Trisakti dan Revolusi Mental.

    “Memang ada beberapa perekrutan personal kabinet yang pas dan baik dengan rujukan politik namun salah tempat sedangkan personal yang ditempatkan di bidang ekonomi lainnya adalah sosok pemburu tahta yang kemudian bersikap ‘power and glory’ atau ‘enjoy the power’,” ujar Ichsanuddin kepada Islampos, Kamis (13/8/2015).

    Oleh sebab itu, kata Ichsanuddin, tak heran gejolak harga kebutuhan tak teratasi, pertumbuhan ekonomi melambat dan publik pun merasa perlu Presiden mengganti menteri yang kualitasnya tidak memadai.

    “Tapi agak mengherankan, kenapa hanya lima kursi menteri dan satu selevel menteri. Saya menduga ini adalah kompromi optimal dari Megawati, Luhut B Panjaitan, Jusuf Kalla, Surya Paloh, dan Joko Widodo sendiri. Sulit dihindari berlangsungnya tekan menekan secara politik walau dilakukan dengan lembut,” ujarnya.

    Jadi, apakah gesekan politik yang berbuah pergantian enam orang itu adalah demi keluhuran kepentingan nasional?

    “Ini pertanyaan sulit dijawab. Panggung kekuasaan politik Indonesia sejak amandemen UUD 1945 pada 2001 selalu mempergelarkan perebutan kekuasaan yang mengabaikan kepentingan luhur bangsa dan negara. Hal tersebut tercermin pada Parpol, peserta pemilu, Pilpres atau pemilihan di tingkat I atau II,” tekan Ichsan.

    Atas nama kepentingan, mereka berkampanye, sebagaimana Joko Widodo mengkampanyekan Trisakti. Namun pada pemilihan aktor pelaksana dan penyelenggaraan pemerintahan. Sejarah membuktikan, fundamentalisme pasar bebas jadi penguasanya yang mengekor hegemoni ekonomi politik di dunia. 

    “Akibatnya, situasi ekonomi yang abnormal selalu berulang seperti sekarang. Dengan pergantian personil kabinet sekarang pun tidak ada jaminan situasi abnormal itu tdak berulang.”

    Ichsan menjelaskan ‘musibah’ ini diperparah dengan diposisikannya Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian yang berarti kebijakan bermuatan neoliberal terjamin berkesinambungan (sustainability policy).

    “Jaminan kesinambungan kebijakan neoliberal ini juga memperoleh pilar yang kuat. Sementara Rizal Ramli (ahli ekonomi) akan kesulitan berbuat banyak di semester II ini disebabkan kebijakan ekonomi pada semester I sudah diberlakukan melalui APBN-P 2015 yang sesungguhnya tidak memihak pada rakyat.”

    Di tengah perang ekonomi AS versus RRC dan AS versus Rusia, menurut Ichsan, Indonesia adalah negara yang tidak bisa memberikan banyak pengaruh. Tapi terhadap situasi nasional ia meyakini pasti ada kemudahan di balik kesulitan.

    Namun Ichsan mengingatkan kembali perombakan kabinet tidak mampu mengatasi tekanan ekonomi selama tidak mengubah struktur perekonomian yang timpang dan kebijakannya masih berkarakter business as usual.  

   “Itu berarti Trisakti,  Revolusi Mental dan Nawacita tinggal kata-kata di tengah posisi bangsa menjadi pembantu di rumahnya sendiri dengan tuan yang datang dari berbagai bangsa.”

    Saat Ichsan bersama timnya pada November 2007 menggugat UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal, dia mengingatkan, setiap kebijakan ekonomi yang melahirkan ketimpangan sesungguhnya sedang menyulut sumbu keresahan sosial.

    Dalam gugatannya, Ichsanuddin melanjutkan, sumbu yang tersulut itu ditandai dengan hukum yang ditransaksikan karena politik uang dan akhirnya memberi muatan makin menurunnya kewibawaan.

    “Dalam sudut pandang inilah kita menyaksikan jabatan-jabatan negara, termasuk susunan menteri saat ini telah kehilangan martabatnya,” pungkasnya. [tamam/Islampos]
SUmber:Islampos.com,  Jumat 28 Syawal 1436 / 14 Agustus 2015 





Politisi PDI-P Isyaratkan Ada "Reshuffle" Kabinet Jilid Berikutnya
SETKAB Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik 5 menteri dan sekretaris kabinet di Istana Negara, Rabu (12/8/2015).


    Jakarta -- Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan, kemungkinan ada reshuffle kabinet jilid kedua dan seterusnya dalam beberapa waktu ke depan. Menurut dia, ada beberapa kementerian yang masih perlu dibenahi.

     "Saya kira reshuffle ini baru gelombang pertama. Karena kita semua tahu ekspektasi publik, masih beberapa figur tidak tepat," ujar Hendrawan dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (15/8/2015).

     Hendrawan mengatakan, Presiden
Joko Widodo "mencicil" perombakan kabinet untuk menjaga stabilitas politik. Jika reshuffle dilakukan sekaligus dalam satu waktu, kata dia, kemungkinan akan muncul kegaduhan.

     "Jokowi maksudnya begitu melakukan perubahan, tetapi jangan sampai ada kegaduhan politik. Ini kan smooth," kata Hendrawan.

     Dia menilai, sejumlah menteri yang diganti oleh Presiden Jokowi sudah tepat untuk kondisi Indonesia saat ini.

     "Darmin, misalnya, jam terbangnya lebih tinggi. Menteri-menteri ini punya pengalaman, jam terbang, dan track record yang baik," kata dia.

     Pada Rabu (12/8/2015), Jokowi mengganti lima menteri dan sekretaris kabinet dalam Kabinet Kerja. Mereka adalah Luhut Binsar Pandjaitan yang menjabat Menko Polhukam untuk menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno, sedangkan Menko Perekonomian Sofyan Djalil digeser menjadi Menteri PPN/Kepala Bappenas, menggantikan Andrinof Chaniago.

     Jabatan Menko Perekonomian diisi oleh mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution. Sementara itu, Rizal Ramli menduduki posisi Menko Kemaritiman, menggantikan Indroyono Soesilo.

     Menteri Perdagangan yang sebelumnya dijabat Rachmat Gobel "diestafetkan" kepada mantan pejabat BPPN, Thomas Lembong. Adapun politisi PDI Perjuangan Pramono Anung dilantik sebagai Sekretaris Kabinet untuk menggantikan Andi Widjajanto.


Sumber:Kompas.com, Sabtu, 15 Agustus 2015 |



No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.