Sunday 2 August 2015

MUI Tak Haramkan BPJS Kesehatan Tapi Pungutan Dendanya




Republika/Tahta Aidilla


Majelis Ulama Indonesia.


    Jakarta- Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menyatakan perlu diluruskan mengenai polemik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Menurutnya yang diharamkan bukan BPJSnya namun pungutan dendanya.


     “MUI tidak mengharamkan BPJS-nya tetapi yang dianggap haram oleh MUI adalah pungutan denda sebesar tiga persen atas keterlambatan anggota membayar iuran,” kata Irma dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Republika, Rabu (29/7).


     Selain itu, permasalahan akad dalam pemnungutan denda  juga dipersoalkan. Irma menjelaskan, mengenai akad antar pihak dan pungutan denda keterlambatan itulah yang dianggap riba oleh MUI.


     Terkait dengan fatwa haram tersebut, Irma berpendapat  bisa dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah dan MUI secara bersama-sama. “Insyaallah, polemik tersebut bisa dicarikan solusi oleh Pemerintah dan MUI secara bersama-sama,” ungkap Irma yang juga sebagai politisi NasDem.


     Sebelumnya muncul informasi sistem BPJS Kesehatan dinilai MUI tak sesuai syariah. Keputusan tersebut diambil dalam Ijtima atau pertemuan Ulama Komisi Fatwa se Indonesia kelima yang digelar di Tegal beberapa waktu yang lalu.

     
Adanya keputusan tersebut membuat MUI melalui Dewan Syariah Nasional meminta pemerintah untuk melakukan upaya tertentu. Pemerintah harus membuat produk asuransi kesehatan lain yang berbasis syariah.
Sumber: Republika.co.id,Rabu, 29 Juli 2015

Pemerintah dan MUI Harus Duduk Bersama

     Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah harus duduk bersama guna menyikapi perihal hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa perihal sistem BPJS Kesehatan.

    Hal ini penting mengingat BPJS Kesehatan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang masih miskin. Dengan duduk bersama diharapkan akan didapat formulasi sistem yang tepat bagi penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional ini.

    Formulasi yang dimaksud tentunya merupakan sebuah sistem penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang menurut MUI juga tidak bertentangan dan tetap sesuai dengan nilai- nilai Islam. Hal ini diungkapkan Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, Muhammad Adnan menanggapi munculnya polemik seputar sistem penyelenggaraan BPJS Kesehatan oleh Pemerintah.

    Menurut Adnan, kabar mengenai sistem BPJS Kesehatan, yang oleh MUI, dipandang masih belum memenuhi ketentuan Islam tersebut ibarat ‘melempar’ petasan di tengah ‘keramaian’. “Artinya apa, sudah pasti hal ini bakal menimbulkan kegaduhan,” ungkapnya di Semarang, Kamis (30/7) .

    Ia berpendapat seharusnya ada ruang untuk duduk bersama antara MUI dengan Pemerintah untuk menyikapi hal ini. Sehingga permasalahan ini bisa dibahas dulu secara struktur sebelum berbuah kegaduhan.

    Menurutnya, BPJS Kesehatan ini sangat dibutuhkan orang miskin agar bisa terjangkau layanan kesehatan. Bahkan ada dasar hukum serta undang-undang yang menjadi payung hukumnya.

    Di lain pihak, MUI memang berhak mengeluarkan fatwa, akan tetapi perlu di ingat bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk.
Indonesia tidak bisa disamakan seperti negara-negara di timur Tengah yang homogen, sehingga ketika sebuah fatwa dikeluarkan oleh otoritas agama akan mengikat seluruh warga negara.

    Guna menyikapi hal ini, iapun menyarankan agar MUI dan Pemerintah segera mengambil tindakan dan langkah- langkah yang tentunya bisa menenangkan masyarakat.

    Jika gonjang-ganjing masalah BPJS Kesehatan ini dibiarkan dikhawatirkan akan memunculkan persoalan baru. “Mulai dari kekhawatiran hingga kebingungan dengan program nasional ini,” tambahnya.
Sumber:Republika.co.id, Kamis, 30 Juli 2015







No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.