Jakarta-
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menyatakan perlu diluruskan mengenai
polemik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) kesehatan. Menurutnya yang diharamkan bukan BPJSnya namun
pungutan dendanya.
“MUI tidak mengharamkan BPJS-nya tetapi yang dianggap haram oleh MUI adalah pungutan denda sebesar tiga persen atas keterlambatan anggota membayar iuran,” kata Irma dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Republika, Rabu (29/7).
Selain itu, permasalahan akad dalam pemnungutan denda juga dipersoalkan. Irma menjelaskan, mengenai akad antar pihak dan pungutan denda keterlambatan itulah yang dianggap riba oleh MUI.
Terkait dengan fatwa haram tersebut, Irma berpendapat bisa dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah dan MUI secara bersama-sama. “Insyaallah, polemik tersebut bisa dicarikan solusi oleh Pemerintah dan MUI secara bersama-sama,” ungkap Irma yang juga sebagai politisi NasDem.
Sebelumnya muncul informasi sistem BPJS Kesehatan dinilai MUI tak sesuai syariah. Keputusan tersebut diambil dalam Ijtima atau pertemuan Ulama Komisi Fatwa se Indonesia kelima yang digelar di Tegal beberapa waktu yang lalu.
“MUI tidak mengharamkan BPJS-nya tetapi yang dianggap haram oleh MUI adalah pungutan denda sebesar tiga persen atas keterlambatan anggota membayar iuran,” kata Irma dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Republika, Rabu (29/7).
Selain itu, permasalahan akad dalam pemnungutan denda juga dipersoalkan. Irma menjelaskan, mengenai akad antar pihak dan pungutan denda keterlambatan itulah yang dianggap riba oleh MUI.
Terkait dengan fatwa haram tersebut, Irma berpendapat bisa dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah dan MUI secara bersama-sama. “Insyaallah, polemik tersebut bisa dicarikan solusi oleh Pemerintah dan MUI secara bersama-sama,” ungkap Irma yang juga sebagai politisi NasDem.
Sebelumnya muncul informasi sistem BPJS Kesehatan dinilai MUI tak sesuai syariah. Keputusan tersebut diambil dalam Ijtima atau pertemuan Ulama Komisi Fatwa se Indonesia kelima yang digelar di Tegal beberapa waktu yang lalu.
Adanya keputusan tersebut membuat MUI melalui Dewan Syariah Nasional meminta
pemerintah untuk melakukan upaya tertentu. Pemerintah harus membuat produk
asuransi kesehatan lain yang berbasis syariah.
Sumber: Republika.co.id,Rabu, 29
Juli 2015
Pemerintah dan MUI Harus Duduk Bersama
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah harus duduk bersama
guna menyikapi perihal hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa perihal sistem BPJS
Kesehatan.
Hal ini penting mengingat BPJS
Kesehatan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang masih miskin. Dengan duduk
bersama diharapkan akan didapat formulasi sistem yang tepat bagi
penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional ini.
Formulasi yang dimaksud tentunya
merupakan sebuah sistem penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang menurut MUI juga
tidak bertentangan dan tetap sesuai dengan nilai- nilai Islam. Hal ini
diungkapkan Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, Muhammad Adnan menanggapi
munculnya polemik seputar sistem penyelenggaraan BPJS Kesehatan oleh
Pemerintah.
Menurut Adnan, kabar mengenai sistem
BPJS Kesehatan, yang oleh MUI, dipandang masih belum memenuhi ketentuan Islam
tersebut ibarat ‘melempar’ petasan di tengah ‘keramaian’. “Artinya apa, sudah
pasti hal ini bakal menimbulkan kegaduhan,” ungkapnya di Semarang, Kamis (30/7)
.
Ia berpendapat seharusnya ada ruang
untuk duduk bersama antara MUI dengan Pemerintah untuk menyikapi hal ini.
Sehingga permasalahan ini bisa dibahas dulu secara struktur sebelum berbuah
kegaduhan.
Menurutnya, BPJS Kesehatan ini
sangat dibutuhkan orang miskin agar bisa terjangkau layanan kesehatan. Bahkan
ada dasar hukum serta undang-undang yang menjadi payung hukumnya.
Di lain pihak, MUI memang berhak
mengeluarkan fatwa, akan tetapi perlu di ingat bahwa Indonesia adalah negara
yang majemuk.
Indonesia tidak bisa disamakan
seperti negara-negara di timur Tengah yang homogen, sehingga ketika sebuah
fatwa dikeluarkan oleh otoritas agama akan mengikat seluruh warga negara.
Guna menyikapi hal ini, iapun
menyarankan agar MUI dan Pemerintah segera mengambil tindakan dan langkah-
langkah yang tentunya bisa menenangkan masyarakat.
Jika gonjang-ganjing masalah BPJS
Kesehatan ini dibiarkan dikhawatirkan akan memunculkan persoalan baru. “Mulai
dari kekhawatiran hingga kebingungan dengan program nasional ini,” tambahnya.
Sumber:Republika.co.id, Kamis, 30
Juli 2015
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.