“Bergaullah
dengan teman yang tepat”
“SAYA dihukum tiga tahun karena pengaruh
lingkungan dan keadaan. Jakarta sangat kejam dan sadis. Apalagi waktu sekarang
banyak diceritakan soal preman,”tutur Rijal alias Agus Tarman (18 tahun),
narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak-anak Pria (LPAP) Tangerang di depan para ibu Dharma Wanita Sub Unit Kandatel Jakarta Pusat yang berkunjung
ke sana, kemarin.
Agus merupakan salah satu dari 55 napi
anak-anak yang ada di LPAP Tangerang. Selain napi, di lembaga yang mampu
menampung 450 anak itu juga terdapat 25 anak negara dan 9 anak sipil. Lembaga
yang sama khusus menampung anak-anak
perempuan, juga berada di kota ini.
Anak kelahiran Pekanbaru itu, menurut
pengakuannya akan bebas dalam waktu 7 bulan mendatang.”Saya pernah berjualan koran,
menyemir sepatu, ngamen sampai bertindak kriminil. Setelah dipenjara saya
seperti masuk ke jurang lembah hitam,”kata anak muda yang pernah menjuarai
lomba pidato antarnapi se-DKI itu terus terang.
Ia berjanji mengubah tabiatnya setelah
berada di luar LP dan pulang ke Pekanbaru’”Karena itu saya berpesan bergaullah
dengan teman yang tepat!”sarannya.
Remaja ini tidak segan bergaul dengan para
tamu itu. Bahkan ia sempat membawakan hasil kerajinan para penghuni LPAP yang
dibeli para ibu Dharma Wanita itu sampai di pintu gerbang. Dia juga minta dipotret
di salah satu sudut ruangan LP itu.”Om, nanti saya dikirimi fotonya ya!”teriak
Agus Tarman santai dari tempat tidur.
Menurut dia, ia masuk penjara karena dua
temannya yang sudah dewasa mengajak membongkar rumah dan menjarah barang-barang
di sana. Namun ia tertangkap dan mendekam di LPAP Tangerang, sedangkan dua
temannya dipenjara di Cipinang.
Keterampilan
PENGHUNI
LP ini adalah anak-anak bermasalah. Misalnya anak sipil, merupakan anak-anak
titipan para orangtua mereka yang sudah kewalahan membina dan mendidik mereka.
Anak-anak ini dibina dan dididik oleh LP Anak-anak, di lembaga yang dipimpin
Abdul Manaf ini juga disekolahkan di dalam kompleks LP yakni SD dan SMP. Mereka
dibina di LP berdasarkan ketetapan pengadilan setelah melalui proses
penelitian. Anak sipil yang berusia 14 tahun ke bawah hanya diizinkan tinggal
di LP selama 6 bulan, sedangkan mereka yang berumur 14 tahun ke atas selama
satu tahun.” Ini ditetapkan berdasarkan pasal kitab undang-undang hukum
perdata, dan mereka bisa diperpanjang sampai usia 21 tahun.,”kata A Manaf.
Khusus anak negara bisa dibina oleh negara sampai batas usia 18 tahun dan napi yang
dihukum cukup lama. Sedangkan umurnya bila sudah mencapai batas yang ditentukan
di LP tersebut, melanjutkan hukumannya di LP lain.
Di samping anak titipan, penghuni LPAP
Tangerang ini antara lain terlibat kasus pencurian, obat-obatan terlarang,
pembunuhan, penganiayaan, perkelahian.
Para penghuni LP ini umumnya memiliki dua
nama, nama panggilan sehari-hari dan
nama asli mereka yang tercantum dalam berkas.”Setiap orang punya nama panggilan,”tutur
seorang petugas LP.
Selain disekolahkan, mereka juga diajar
keterampilan seperti mengelas,, membuat rak sepatu, kotak dokumen, alas kaki, dan lain-lain.
Bahkan 16 anak lulus dari kursus yang diselenggarakan Depnaker. Beberapa dari
mereka pada kesempatan silaturakhmi itu tampil memperagakan kebolehannya, di antaranya menyanyi, baca
puisi, yang nampaknya mereka karang sendiri.
Seorang anak yang membacakan puisinya
dengan santai mengungkapkan kisah seorang tuna netra sebagai gambaran mereka
yang hidupnya dalam kegelapan dan merindukan kasih sayang ibunya.”Rindu oh Ibu,
sekian lama!”
Dadang Sujana bahkan menyanyikan lagu “Doa
seorang penyemir sepatu” yang menggambarkan suka dukanya seorang penyemir
sepatu, dan pada baris terakhirnya berisikan doa,”semoga hidupmu bahagia dan
sehat.”
Frustrasi
DADANG masuk ke LP ini sejak 11
Januari’95, dititipkan orangtuanya yang tinggal di Bandung. “Ayah dan ibu saya
akan ke Mekah, sekarang sedang manasik haji. Jadi saya dititipkan di sini
supaya tidak mengganggu mama,”tutur Dadang yang mengaku lahir pada tahun 1969,
namun katanya oleh Pengadilan Negeri Bandung dicatat lahir pada tahun 1975.”Jadi ini dari pengadilan.Biar saya
tidak bandel lagi dimasukkan anak-anak saja karena saya sudah bukan golongannya
lagi,”ujar pria yang mengaku tamat SMA tahun 1988 itu.
Mengenakan kaos hijau loreng dan celana
pendek jeans berumbai, Dadang Sujana katanya biasa membuat taman, dekorasi
untuk acara perkawinan, menyanyi dan mendalang pun bisa dilakukannya. Semua
keterampilannya itu didapatkan dari keluarganya, yang pedagang bunga.”Saya
keluar dari sini menunggu mama pulang dari Mekah,”kata Dadang.
Ia kemudian menceritakan kebandelannya bila
berada di rumah, antara lain menjual mobil orang tuanya. Ketika ditanya apakah
ia tidak merasa menyesal menyakiti terus
hati orang tuanya, anak ketiga dengan dua adik wanita itu mengaku perbuatannnya
itu sebagai suatu dosa. Namun ia tetap melakukannya karena dia katanya tidak
mampu menahan emosi.Termasuk pada bulan Ramadhan lalu ia tidak berpuasa selama
empat hari, dengan merokok pada siang hari di depan petugas.
Dadang yang gagal dalam ujian Sipenmaru,
kabur ke Padang selama beberapa waktu karena frustrasi. Di sana ia bermain-main
sambil berjualan bunga.”Saya sering stress dan frustrasi. Saya sebenarnya sakit
liver, tetapi tidak diobati di rumah sakit yang banyak tidurnya,”katanya. Ia
mengaku pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Grogol, Rumah Sakit Jiwa Cimangi, di
jalan Riau, Bandung.”Sudah tujuh kali lebaran saya selalu dibawa ke rumah sakit
jiwa,”tutur Dadang sambil menambahkan, jika penyakitnya kumat, mata dan
kulitnya berwarna kuning semua. Kalau sudah begitu ia hanya diberi makan bubur
kacang hijau.”Obatnya tergantung saya, kalau saya sembuh, otomatis livernya
juga sembuh,”kata pria yang nampaknya normal itu.
Berkumpul
PADA
kunjungan sosial itu, masing-masing anak memperoleh bingkisan berupa baju dan
makanan.”Kunjungan ibu-ibu ini merupakan obat anak-anak yang selama ini tidak
dijenguk orangtuanya,”kata Abdul Manaf sambil menambahkan ada di antara
anak-anak itu yang tidak ditengok orangtuanya selama dua tahun. Padahal peranan
orangtua sangat berpengaruh terhadap upaya pembinaan anak-anak tersebut.
Tentang kunjungan kemanusiaan itu, Ketua
Dharma Wanita Kandatel Jakpus, Ny. Rita Sigit Pramono, mengatakan pihaknya
terpanggil untuk ikut mengentaskan kemiskinan khususnya kemiskinan moral pada
usia dini. Selain itu, kunjungan ini juga untuk menghibur para anak itu karena
tidak semua anak di sana dapat berkumpul bersukaria bersama keluarga pada hari
Idul Fitri, menyambut kemenangan umat Islam dalam menunaikan ibadah puasa
Ramadhan.
“Kita harus juga memperhatikan kesulitan
orang lain dengan cara
mengimplementasikannya, bukan hanya ngomong tok,”kata Pembina Dharma Wanita
Kandatel Jakpus, G.S. Sigit Pramono,
yang juga ikut menghibur para penghuni LPAP Tangerang itu.
(3.15/2.3)
Harian Umum AB
14 Maret 1995
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.