Tuesday 26 May 2015

Pesan seorang preman muda



“Bergaullah dengan teman yang tepat”

    “SAYA dihukum tiga tahun karena pengaruh lingkungan dan keadaan. Jakarta sangat kejam dan sadis. Apalagi waktu sekarang banyak diceritakan soal preman,”tutur Rijal alias Agus Tarman (18 tahun), narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak-anak Pria (LPAP) Tangerang di depan  para ibu Dharma Wanita Sub  Unit Kandatel Jakarta Pusat yang berkunjung ke sana, kemarin.


    Agus merupakan salah satu dari 55 napi anak-anak yang ada di LPAP Tangerang. Selain napi, di lembaga yang mampu menampung 450 anak itu juga terdapat 25 anak negara dan 9 anak sipil. Lembaga yang sama  khusus menampung anak-anak perempuan, juga berada di kota ini.

    Anak kelahiran Pekanbaru itu, menurut pengakuannya akan bebas dalam waktu 7 bulan mendatang.”Saya pernah berjualan koran, menyemir sepatu, ngamen sampai bertindak kriminil. Setelah dipenjara saya seperti masuk ke jurang lembah hitam,”kata anak muda yang pernah menjuarai lomba pidato antarnapi se-DKI itu terus terang.

    Ia berjanji mengubah tabiatnya setelah berada di luar LP dan pulang ke Pekanbaru’”Karena itu saya berpesan bergaullah dengan teman yang tepat!”sarannya.

    Remaja ini tidak segan bergaul dengan para tamu itu. Bahkan ia sempat membawakan hasil kerajinan para penghuni LPAP yang dibeli para ibu Dharma Wanita itu sampai di pintu gerbang. Dia juga minta dipotret di salah satu sudut ruangan LP itu.”Om, nanti saya dikirimi fotonya ya!”teriak Agus Tarman santai dari tempat tidur.

    Menurut dia, ia masuk penjara karena dua temannya yang sudah dewasa mengajak membongkar rumah dan menjarah barang-barang di sana. Namun ia tertangkap dan mendekam di LPAP Tangerang, sedangkan dua temannya dipenjara di  Cipinang.

Keterampilan
PENGHUNI LP ini adalah anak-anak bermasalah. Misalnya anak sipil, merupakan anak-anak titipan para orangtua mereka yang sudah kewalahan membina dan mendidik mereka. Anak-anak ini dibina dan dididik oleh LP Anak-anak, di lembaga yang dipimpin Abdul Manaf ini juga disekolahkan di dalam kompleks LP yakni SD dan SMP. Mereka dibina di LP berdasarkan ketetapan pengadilan setelah melalui proses penelitian. Anak sipil yang berusia 14 tahun ke bawah hanya diizinkan tinggal di LP selama 6 bulan, sedangkan mereka yang berumur 14 tahun ke atas selama satu tahun.” Ini ditetapkan berdasarkan pasal kitab undang-undang hukum perdata, dan mereka bisa diperpanjang sampai usia 21 tahun.,”kata A Manaf.

    Khusus anak negara bisa dibina oleh negara  sampai batas usia 18 tahun dan napi yang dihukum cukup lama. Sedangkan umurnya bila sudah mencapai batas yang ditentukan di LP tersebut, melanjutkan hukumannya di LP lain.

    Di samping anak titipan, penghuni LPAP Tangerang ini antara lain terlibat kasus pencurian, obat-obatan terlarang, pembunuhan, penganiayaan, perkelahian.
    Para penghuni LP ini umumnya memiliki dua nama,  nama panggilan sehari-hari dan nama asli mereka yang tercantum dalam berkas.”Setiap orang punya nama panggilan,”tutur seorang petugas LP.

    Selain disekolahkan, mereka juga diajar keterampilan seperti mengelas,, membuat rak sepatu,  kotak dokumen, alas kaki, dan lain-lain. Bahkan 16 anak lulus dari kursus yang diselenggarakan Depnaker. Beberapa dari mereka pada kesempatan silaturakhmi itu tampil memperagakan  kebolehannya, di antaranya menyanyi, baca puisi, yang nampaknya mereka karang sendiri.

    Seorang anak yang membacakan puisinya dengan santai mengungkapkan kisah seorang tuna netra sebagai gambaran mereka yang hidupnya dalam kegelapan dan merindukan kasih sayang ibunya.”Rindu oh Ibu, sekian lama!”

    Dadang Sujana bahkan menyanyikan lagu “Doa seorang penyemir sepatu” yang menggambarkan suka dukanya seorang penyemir sepatu, dan pada baris terakhirnya berisikan doa,”semoga hidupmu bahagia dan sehat.”

Frustrasi
     DADANG masuk ke LP ini sejak 11 Januari’95, dititipkan orangtuanya yang tinggal di Bandung. “Ayah dan ibu saya akan ke Mekah, sekarang sedang manasik haji. Jadi saya dititipkan di sini supaya tidak mengganggu mama,”tutur Dadang yang mengaku lahir pada tahun 1969, namun katanya oleh Pengadilan Negeri Bandung dicatat lahir pada tahun  1975.”Jadi ini dari pengadilan.Biar saya tidak bandel lagi dimasukkan anak-anak saja karena saya sudah bukan golongannya lagi,”ujar pria yang mengaku tamat SMA tahun 1988 itu.

    Mengenakan kaos hijau loreng dan celana pendek jeans berumbai, Dadang Sujana katanya biasa membuat taman, dekorasi untuk acara perkawinan, menyanyi dan mendalang pun bisa dilakukannya. Semua keterampilannya itu didapatkan dari keluarganya, yang pedagang bunga.”Saya keluar dari sini menunggu mama pulang dari Mekah,”kata Dadang.

    Ia kemudian menceritakan kebandelannya bila berada di rumah, antara lain menjual mobil orang tuanya. Ketika ditanya apakah ia tidak merasa menyesal menyakiti  terus hati orang tuanya, anak ketiga dengan dua adik wanita itu mengaku perbuatannnya itu sebagai suatu dosa. Namun ia tetap melakukannya karena dia katanya tidak mampu menahan emosi.Termasuk pada bulan Ramadhan lalu ia tidak berpuasa selama empat hari, dengan merokok pada siang hari di depan petugas.

    Dadang yang gagal dalam ujian Sipenmaru, kabur ke Padang selama beberapa waktu karena frustrasi. Di sana ia bermain-main sambil berjualan bunga.”Saya sering stress dan frustrasi. Saya sebenarnya sakit liver, tetapi tidak diobati di rumah sakit yang banyak tidurnya,”katanya. Ia mengaku pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Grogol, Rumah Sakit Jiwa Cimangi, di jalan Riau, Bandung.”Sudah tujuh kali lebaran saya selalu dibawa ke rumah sakit jiwa,”tutur Dadang sambil menambahkan, jika penyakitnya kumat, mata dan kulitnya berwarna kuning semua. Kalau sudah begitu ia hanya diberi makan bubur kacang hijau.”Obatnya tergantung saya, kalau saya sembuh, otomatis livernya juga sembuh,”kata pria yang nampaknya normal itu.

Berkumpul
    PADA kunjungan sosial itu, masing-masing anak memperoleh bingkisan berupa baju dan makanan.”Kunjungan ibu-ibu ini merupakan obat anak-anak yang selama ini tidak dijenguk orangtuanya,”kata Abdul Manaf sambil menambahkan ada di antara anak-anak itu yang tidak ditengok orangtuanya selama dua tahun. Padahal peranan orangtua sangat berpengaruh terhadap upaya pembinaan anak-anak tersebut.

    Tentang kunjungan kemanusiaan itu, Ketua Dharma Wanita Kandatel Jakpus, Ny. Rita Sigit Pramono, mengatakan pihaknya terpanggil untuk ikut mengentaskan kemiskinan khususnya kemiskinan moral pada usia dini. Selain itu, kunjungan ini juga untuk menghibur para anak itu karena tidak semua anak di sana dapat berkumpul bersukaria bersama keluarga pada hari Idul Fitri, menyambut kemenangan umat Islam dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan.

    “Kita harus juga memperhatikan kesulitan orang lain dengan  cara mengimplementasikannya, bukan hanya ngomong tok,”kata Pembina Dharma Wanita Kandatel Jakpus, G.S.  Sigit Pramono, yang juga ikut menghibur para penghuni LPAP Tangerang itu.
(3.15/2.3)




Harian Umum AB
14 Maret 1995



No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.