Monday 11 May 2015

Juara II dan juara harapan I kelompok tani TRI




Menanam tebu lebih menguntungkan dibandingkan menanam padi

JUARA HARAPAN TINGKAT NASIONAL: Kelompok Petani TRI “Kereta Makmur” dari Desa Kertaharja, Kabupoaten Tegal, Jateng, meraih juara harapan I Lomba Tebu Rakyat Intensifikasi tahun 1984/1985. Djauhari, Ketua Kelompokj Petani “Kerta Makmur” dan anggota lainnya bergambar di gubuk tempat mereka bermusyawarah.(Foto:33/ds)

   
 RUSLANI (39 th), Ketua Kelompok Tani TRI (tebu rakyat intensifikasi) “Loh Jinawi” Desa Pegundang Kecamatan  Petarukan  Kabupaten Pemalang, Jateng, mengaku belum pernah ke Jakarta. Ketika ia diberitahu Kepala Desa Pegundang Derajat HF kelompoknya meraih juara II tingkat nasional Lomba TRI musim  tanam 1984/1985, Ruslani menyatakan rasa gembiranya.“Saya senang  Pak,”ujar petani yang menjadi ketua kelompok “Loh Jinawi” itu lugu.

    Penuturan Ruslani  dikemukakan di  wisma  Pabrik Gula  Sragi Pekalongan, ketika rombongan wartawan melakukan kunjungan ke sana  untuk melihat hasil-hasil yang dicapai kelompok tani tersebut di minggu lalu, Ruslani dan kawan-kawannya menurut rencana hari Selasa ini akan diterima Presiden Soeharto dan menerima hadiah atas keberhasilannya tersebut.

   Kelompok “Loh Jinawi” mengerjakan areal seluas 12.300 hektar. Kelompok tani TRI yang mempunyai 40 anggota itu mengungkapkan, untuk tahun 1984/1985 hasil bersih dari  penanaman tebu per hektar mencapai Rp 1,7 juta, sedangkan untuk tahun 1985/1986 per hektar mencapai hasil bersih Rp 2.170.000 (dalam waktu 11 bulan).

    Dibandingkan dengan padi menurut kelompok itu, menanam tebu lebih menguntungkan.:” Kalau padi per tahun per hektar hanya menghasilkan Rp 700.000,”ujar Kepala Desa Pegundang Derajat HF.

    Diakui oleh kelompok tani itu, setelah adanya devaluasi terjadi kenaikan harga,  misalnya untuk upah tenaga kerja yang biasanya Rp 450/per orang per setengah hari kini naik menjadi Rp 600. Harga pupuk yang tadinya Rp 10.500 per kuintal menjadi Rp 12.500 per kuintal.

    Meskipun setiap kelompok rata-rata hanya memiliki 0,3 hektar areal namun kekurangan dari hasil tebu bisa diperoleh dari hasil tanaman lainnya sesuai dengan giliran tanam yang telah diatur, ujar mereka.

    Keberhasilan kelompok tani “Loh Jinawi” ini menurut Ruslani karena kerja keras dari para satpel yang memberikan bimbingan teknis kepada para petani tebu. Demikian pula peranan PG Sragi tidak kecil dalam keberhasilan kemompok tani “loh Jinawi” itu.

    Para petani menyatakan keinginannya untuk dapat terus menanam tebu, namun karena jadwal tanam tebu telah diatur mengingat faktor kesuburan dan segi-segi teknis lainnya maka mereka juga mengerti. “Saya yakin pabrik gula Sragi akan jalan terus selagi gula masih dibutuhkan,”ujar Kades Pagundang.

    Diakui, masing-masing anggota kelompok  memiliki simpanan di KUD “Eka Karya”, namun untuk simpanan kelompok tani mereka menyatakan belum memilikinya.”Barangkali hadiah dari Presiden nanti akan kami simpan sebagai simpanan kelompok,” ujar seorang anggota “Loh Jinawi”.

    Seperti halnya kelompok tani TRI Loh Jinawi, kelompok tani TRI “Kerta Makmur” desa Kertaharja, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, yang meraih juara harapan I Lomba TRI 1984/1985 mengaku tidak memiliki uang simpanan kelompok di KUD setempat.”Kelompok tidak punya celengan apa-apa,”ujar Sahari ketua kelompok “Kerta Makmur” kepada wartawan Sabtu lalu.

    Menurut Sahari, setelah dihitung-hitung, menanam tebu lebih menguntungkan daripada menanam padi.”Kenapa tidak ditanami tebu terus Pak?” tanya wartawan.”Nggak boleh karena ada glebagan (giliran) dan telah diatur pola tanamnya,”ujar pria beranak lima  itu.

    Kalau sudah menanam tebu (tanam satu) maka areal tersebut ditanami palawija. Karena sudah diatur demikian, dan untuk musim tanam tahun  1984/1985 seluas 250 hektar.”Saya tidak mau menanam tebu terus, karena kita kan tidak makan gula terus,”ujar Sahari dengan dialek Tegalnya, sambil menjelaskan, kalau tanah ditanami tebu terus bisa menjadi “kurus” dan yang terpenting akan mengurangi 9 bahan pokok.

Pantas bila naik
    Penghasilan bersih dari menanam tebu menurut Sahari per hektar bisa mencapai Rp 1,9 juta. Ia mengakui tenaga kerja  dan bahan-bahan lain seperti pupuk mengalami kenaikan setelah devaluasi.

    Tenaga kerja wanita yang sebelumnya  Rp 700, tanpa makan per orang per hari, kini naik menjadi Rp 900/per orang per hari ditambah makan sekali. Juga tenaga pria  kalau dulu Rp 800 dapat makan dua kali, sekarang hanya makan sekali tetapi bayarannya naik menjadi Rp 1.200 per hari. Harga pupuk dulu hanya Rp 100/kg sekarang menjadi Rp 125 per kilogramnya.

    Sahari dan kelompoknya setuju bila harga jual gula dari pabrik yang sekarang Rp 42.500 dinaikkan menjadi Rp50.000 agar sesuai dengan biaya-biaya yang dikeluarkan yang rata-rata sudah naik tersebut. Sedangkan kelompokj “Loh Jinawi” menganggap pantas kalau harga gula dari pabrik naik menjadi 45.000/kuintalnya.

    Mengenai keuntungan dari menanam tebu menurut Sahari, warga di desanya  telah berhasil mendidik anak-anaknya, selain sekolah sampai SLTA ada pula yang mengikuti kuliah di Universitas Terbuka..

    Mengenai serangan hama wereng coklat yang kini sedang melanda, Sahari menegaskan di desanya sama sekali tidak ada.”Tikus saja mundur,”tegasnya.

    Hama-hama  tanaman di desanya  menurut pria yang hanya tamat SD itu, setiap saat menggerakkan anggotanya untuk memberantas hama khususnya tikus-tikus, sehingga pada saat panen tiba tidak satu pun tikus bisa diketemukan di sawah-sawah kelompok tersebut.””Ora ketang seminggu sekali harus ada gerakan,”katanya dengan bahasa campuran Tegal dan bahasa Indonesia.

Menguntungkan
    Menanam tebu diakui menguntungkan, seperti dikatakan Pangke, Kabag Tanaman I PG pangkah Tegal. Maka tidak heran kalau minat petani untuk menanam tebu begitu besar, ujarnya.

    Untuk pendapatan petani tebu tahun 1984/1985 Rp 1.507.281 per hektar atau rata-rata petani mendapatkan hasil bersih Rp 550.000/14 bulan Bila dibandingkan dengan jangka waktu yang sama  areal tersebut ditanami padi dan palawija, maka pendapatan petani hanya Rp 450.000/14 bulan.

    Mengenai keberhasilan kelompok petani TRI”Kerta Makmur” Pangke mengatakan hal itu tidak lepas dari kerja keras para satpel dalam memberikan bimbingan kepada para petani tebu tersebut.

    Pabrik gula Pangkah yang didirikan 1832 saat ini sedang direhabilitasi sehingga nantinya bisa menggiling tebu dengan kapasitas giling 16.500-17.000 kuintal per hari. Saat ini dari areal tebu seluas sekitar 3.000 hektar di sekitar PG Pangkah rata-rata penggilingan tebu memakan  waktu 170 hari giling.

    Sedangkan PG Sragi Pekalongan menurut administraturnya Heri Subhandi, sebelum direhabilitasi tahun 1978, pabrik gula ini mampu menggiling tebu 16.000 kuintal per hari. Sedangkan sekarang setelah direhabilitasi, pabrik itu mampu menggiling 36.000 kuintal tebu per hari. Sedangkan  areal tebu untuk pabrik ini mencapai 6.500 hektar di Kabupaten Pekalongan dan Pemalang.

    Pabrik gula Sragi Pekalongan dan Pangkah merupakan dua  dari 14 unit usaha dari tebu di bawah PT Perkebunan XV  dan XVI.
    Menurut Kabag Umum PTP XV Sapuan,SH, produksi gula dari 13 pabrik untuk tahun 1986 mencapai 326.864 ton gula, bagian pabrik sebanyak 125.632,4 ton dan bagian petani 195.052 ton. (Mustofa.AS/ds)



Harian Umum AB
Selasa, 16 Desember 1986

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.