Menanam
tebu lebih menguntungkan dibandingkan menanam padi
JUARA HARAPAN TINGKAT NASIONAL: Kelompok Petani TRI “Kereta Makmur” dari Desa Kertaharja, Kabupoaten Tegal, Jateng, meraih juara harapan I Lomba Tebu Rakyat Intensifikasi tahun 1984/1985. Djauhari, Ketua Kelompokj Petani “Kerta Makmur” dan anggota lainnya bergambar di gubuk tempat mereka bermusyawarah.(Foto:33/ds)
RUSLANI (39 th), Ketua Kelompok Tani TRI (tebu rakyat intensifikasi) “Loh Jinawi” Desa Pegundang Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang, Jateng, mengaku belum pernah ke Jakarta. Ketika ia diberitahu Kepala Desa Pegundang Derajat HF kelompoknya meraih juara II tingkat nasional Lomba TRI musim tanam 1984/1985, Ruslani menyatakan rasa gembiranya.“Saya senang Pak,”ujar petani yang menjadi ketua kelompok “Loh Jinawi” itu lugu.
Penuturan Ruslani dikemukakan di wisma Pabrik
Gula Sragi Pekalongan, ketika rombongan
wartawan melakukan kunjungan ke sana
untuk melihat hasil-hasil yang dicapai kelompok tani tersebut di minggu
lalu, Ruslani dan kawan-kawannya menurut rencana hari Selasa ini akan diterima
Presiden Soeharto dan menerima hadiah atas keberhasilannya tersebut.
Kelompok “Loh Jinawi” mengerjakan areal
seluas 12.300 hektar. Kelompok tani TRI yang mempunyai 40 anggota itu
mengungkapkan, untuk tahun 1984/1985 hasil bersih dari penanaman tebu per hektar mencapai Rp 1,7
juta, sedangkan untuk tahun 1985/1986 per hektar mencapai hasil bersih Rp
2.170.000 (dalam waktu 11 bulan).
Dibandingkan dengan padi menurut kelompok
itu, menanam tebu lebih menguntungkan.:” Kalau padi per tahun per hektar hanya
menghasilkan Rp 700.000,”ujar Kepala Desa Pegundang Derajat HF.
Diakui oleh kelompok tani itu, setelah
adanya devaluasi terjadi kenaikan harga,
misalnya untuk upah tenaga kerja yang biasanya Rp 450/per orang per
setengah hari kini naik menjadi Rp 600. Harga pupuk yang tadinya Rp 10.500 per
kuintal menjadi Rp 12.500 per kuintal.
Meskipun setiap kelompok rata-rata hanya
memiliki 0,3 hektar areal namun kekurangan dari hasil tebu bisa diperoleh dari
hasil tanaman lainnya sesuai dengan giliran tanam yang telah diatur, ujar
mereka.
Keberhasilan kelompok tani “Loh Jinawi” ini
menurut Ruslani karena kerja keras dari para satpel yang memberikan bimbingan
teknis kepada para petani tebu. Demikian pula peranan PG Sragi tidak kecil
dalam keberhasilan kemompok tani “loh Jinawi” itu.
Para petani menyatakan keinginannya untuk
dapat terus menanam tebu, namun karena jadwal tanam tebu telah diatur mengingat
faktor kesuburan dan segi-segi teknis lainnya maka mereka juga mengerti. “Saya
yakin pabrik gula Sragi akan jalan terus selagi gula masih dibutuhkan,”ujar
Kades Pagundang.
Diakui, masing-masing anggota kelompok memiliki simpanan di KUD “Eka Karya”, namun
untuk simpanan kelompok tani mereka menyatakan belum memilikinya.”Barangkali
hadiah dari Presiden nanti akan kami simpan sebagai simpanan kelompok,” ujar
seorang anggota “Loh Jinawi”.
Seperti halnya kelompok tani TRI Loh
Jinawi, kelompok tani TRI “Kerta Makmur” desa Kertaharja, Kecamatan Kramat,
Kabupaten Tegal, yang meraih juara harapan I Lomba TRI 1984/1985 mengaku tidak
memiliki uang simpanan kelompok di KUD setempat.”Kelompok tidak punya celengan
apa-apa,”ujar Sahari ketua kelompok “Kerta Makmur” kepada wartawan Sabtu lalu.
Menurut Sahari, setelah dihitung-hitung,
menanam tebu lebih menguntungkan daripada menanam padi.”Kenapa tidak ditanami
tebu terus Pak?” tanya wartawan.”Nggak boleh karena ada glebagan (giliran) dan
telah diatur pola tanamnya,”ujar pria beranak lima itu.
Kalau sudah menanam tebu (tanam satu) maka
areal tersebut ditanami palawija. Karena sudah diatur demikian, dan untuk musim
tanam tahun 1984/1985 seluas 250
hektar.”Saya tidak mau menanam tebu terus, karena kita kan tidak makan gula
terus,”ujar Sahari dengan dialek Tegalnya, sambil menjelaskan, kalau tanah
ditanami tebu terus bisa menjadi “kurus” dan yang terpenting akan mengurangi 9
bahan pokok.
Pantas
bila naik
Penghasilan bersih dari
menanam tebu menurut Sahari per hektar bisa mencapai Rp 1,9 juta. Ia mengakui
tenaga kerja dan bahan-bahan lain
seperti pupuk mengalami kenaikan setelah devaluasi.
Tenaga kerja wanita yang sebelumnya Rp 700, tanpa makan per orang per hari, kini
naik menjadi Rp 900/per orang per hari ditambah makan sekali. Juga tenaga
pria kalau dulu Rp 800 dapat makan dua
kali, sekarang hanya makan sekali tetapi bayarannya naik menjadi Rp 1.200 per
hari. Harga pupuk dulu hanya Rp
100/kg sekarang menjadi Rp 125 per kilogramnya.
Sahari dan kelompoknya setuju bila harga
jual gula dari pabrik yang sekarang Rp 42.500 dinaikkan menjadi Rp50.000 agar
sesuai dengan biaya-biaya yang dikeluarkan yang rata-rata sudah naik tersebut.
Sedangkan kelompokj “Loh Jinawi” menganggap pantas kalau harga gula dari pabrik
naik menjadi 45.000/kuintalnya.
Mengenai keuntungan dari menanam tebu
menurut Sahari, warga di desanya telah
berhasil mendidik anak-anaknya, selain sekolah sampai SLTA ada pula yang
mengikuti kuliah di Universitas Terbuka..
Mengenai serangan hama wereng coklat yang
kini sedang melanda, Sahari menegaskan di desanya sama sekali tidak ada.”Tikus
saja mundur,”tegasnya.
Hama-hama
tanaman di desanya menurut pria
yang hanya tamat SD itu, setiap saat menggerakkan anggotanya untuk memberantas
hama khususnya tikus-tikus, sehingga pada saat panen tiba tidak satu pun tikus
bisa diketemukan di sawah-sawah kelompok tersebut.””Ora ketang seminggu sekali
harus ada gerakan,”katanya dengan bahasa campuran Tegal dan bahasa Indonesia.
Menguntungkan
Menanam tebu diakui menguntungkan, seperti
dikatakan Pangke, Kabag Tanaman I PG pangkah Tegal. Maka tidak heran kalau
minat petani untuk menanam tebu begitu besar, ujarnya.
Untuk pendapatan petani tebu tahun
1984/1985 Rp 1.507.281 per hektar atau rata-rata petani mendapatkan hasil
bersih Rp 550.000/14 bulan Bila dibandingkan dengan jangka waktu yang sama areal tersebut ditanami padi dan palawija,
maka pendapatan petani hanya Rp 450.000/14 bulan.
Mengenai keberhasilan kelompok petani
TRI”Kerta Makmur” Pangke mengatakan hal itu tidak lepas dari kerja keras para
satpel dalam memberikan bimbingan kepada para petani tebu tersebut.
Pabrik gula Pangkah yang didirikan 1832
saat ini sedang direhabilitasi sehingga nantinya bisa menggiling tebu dengan
kapasitas giling 16.500-17.000 kuintal per hari. Saat ini dari areal tebu
seluas sekitar 3.000 hektar di sekitar PG Pangkah rata-rata penggilingan tebu
memakan waktu 170 hari giling.
Sedangkan PG Sragi Pekalongan menurut administraturnya
Heri Subhandi, sebelum direhabilitasi tahun 1978, pabrik gula ini mampu
menggiling tebu 16.000 kuintal per hari. Sedangkan sekarang setelah
direhabilitasi, pabrik itu mampu menggiling 36.000 kuintal tebu per hari.
Sedangkan areal tebu untuk pabrik ini
mencapai 6.500 hektar di Kabupaten Pekalongan dan Pemalang.
Pabrik gula Sragi Pekalongan dan Pangkah
merupakan dua dari 14 unit usaha dari
tebu di bawah PT Perkebunan XV dan XVI.
Menurut Kabag Umum PTP XV Sapuan,SH,
produksi gula dari 13 pabrik untuk tahun 1986 mencapai 326.864 ton gula, bagian
pabrik sebanyak 125.632,4 ton dan bagian petani 195.052 ton. (Mustofa.AS/ds)
Harian Umum AB
Selasa,
16 Desember 1986
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.