Saturday 25 April 2015



 Putusan Hakim Sarpin Dinilai Sarat Kepentingan Politik


 TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Hakim Sarpin Rizaldi hendak memimpin sidang perdana praperadilan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka pemilik rekening mencurigakan oleh KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/2/2015). Sidang tersebut ditunda sampai minggu depan karena ketidakhadiran pihak tergugat.

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Program Pascasarjana Interdisiplin Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto menilai, putusan Hakim Sarpin dalam sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan kental dengan unsur politis. Ia mengatakan, hakim memang dituntut untuk membuat terobosan hukum dalam putusannya, tetapi putusan Sarpin dinilai mendobrak esensi terobosan tersebut.

"Sayangnya, putusan Hakim Sarpin untuk membuat terobosan sarat dengan kepentingan politik," ujar Sulistyowati melalui sambungan telepon dalam diskusi di Jakarta, Kamis (23/4/2015) malam.

Jumat, 24 April 2015 | 09:23 WIB Sulistyowati mengatakan, seharusnya terobosan hukum oleh hakim ditujukan demi memberi rasa keadilan dengan segala pertimbangannya. Namun, menurut dia, putusan Sarpin yang mengabulkan gugatan Budi atas penetapan tersangka tidak memenuhi tujuan keadilan tersebut.

"Dalam hal ini, Sarpin justru buat terobosan untuk kepentingan politik. Artinya, tidak memberi pelajaran bagus bagi mahasiswa, praktisi, dan ahli hukum," kata Sulistyowati.

Sulistyowati mengatakan, hakim diibaratkan sebagai wakil Tuhan di dunia untuk menjaga keadilan, dan tidak boleh melakukan kesalahan. Dengan demikian, keputusan apa pun yang dikeluarkan hakim harus dipertanggungjawabkan kepada publik dan Tuhan. Ia mengingatkan Hakim Sarpin dan para hakim lainnya untuk tidak bermain-main dalam melahirkan putusan.

"Tentu hakim membaca berbagai literatur, melihat realitas di masyarakat sehingga keputusannya tidak bertentangan dengan publik. Kepastian hukum harus didasari kepentingan publik dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Sulistyowati.

Budi Gunawan sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Dalam putusannya, Hakim Sarpin menganggap penetapan tersangka termasuk dalam obyek praperadilan. Ia menilai KPK tidak berwenang mengusut kasus Budi. Padahal, berdasarkan Pasal 77 juncto Pasal 82 huruf b juncto Pasal ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kewenangan lembaga praperadilan hanya meliputi penanganan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Dalam hal ini, penetapan tersangka tidak termasuk dalam obyek praperadilan. Dampaknya, KPK melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan. Namun, Kejaksaan kemudian melimpahkan penyelidikan kasus Budi ke Polri dengan alasan bahwa Bareskrim Polri pernah menangani penyelidikan kasus dugaan rekening gendut Budi.
Kompas.com, Jumat, 24 April 2015 | 09:23 WIB

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.