Friday 3 April 2015

Teropong

                                        Busuk

                                         Oleh: Mustofa AS

     MENAKER Fahmi Idris terpaksa bekerja di kamar kecil (WC) di kantornya. Karena, ia merasa terganggu oleh aksi 100 buruh PT Arsimelin Megah Industri, PT Aerowisata, dan PT Mandira Era Jasa, yang berorasi dan berjoget diiringi gendang galon air mineral dan perkusi seadanya sejak 1 September 1999. Para pekerja itu menginap di halaman kantor Depnaker, Jakarta.”Saya terpaksa bekerja di WC, bayangin di WC, untuk menandatangani surat-surat karena hanya di situ tempat yang kedap suara,”katanya kepada pers usai penandatangan SKB Pemanfaatan Asrama Haji bagi TKI di Jakarta, Selasa (14/9).


     Berita itu mengingatkan saya pada seorang teman sekantor yang punya kebiasaan membaca selagi dia membuang hajat di kamar kecil. Katanya, ia meniru orang-orang mancanegara yang punya kebiasaan demikian. Yah, kalau orang asing dan orang-orang kaya memang tidak masalah membaca di kamar kecil sambil membuang hajat. Karena, biasanya, mereka menggunakan WC duduk di ruangan yang cukup nyaman. Bisa dibayangkan kalau yang dipergunakan  WC jongkok dan di sana-sini berceceran air. Bisa-bisa buku yang kita baca basah bila terjatuh.

     Kamar kecil juga memilki keistimewaan, setidak-tidaknya bagi sahabat saya lainnya. Orang ini dalam memecahkan permasalahan selalu memperoleh jalan keluar ketika sedang membuang hajat di WC. Di kamar kecil pula dia memperoleh berbagai inspirasi. Namun,  ada orang yang justru ingin membuang hajat segera (kebelet) ketika sedang tertekan atau stres. Ternyata  selain sebagai rekreasi bagi orang-orang tertentu, kegiatan di WC itu bisa mengurangi stres. Tapi, itu tentu perlu dibuktikan secara ilmu pengetahuan.

     Masih soal kamar kecil, seorang petinggi di negeri ini menuturkan mengenai falsafah WC. Katanya, betapapun baunya kamar kecil itu ketika sedang digunakan membuang hajat, tetap nyaman bagi pelakunya. Dia akan tetap tenang sambil menunggu hajatnya itu tuntas. Berbeda dengan orang lain yang memasuki WC itu sehabis diguanakan. Dia pasti merasa tidak enak membaui bau-bauan  yang asing baginya. Maklum, bau yang satu ini milik orang lain.

     Falsafah WC ini mirip dengan apa yang dikemukakan oleh mantan Wagub DKI Jakarta HAKI Chourmain. Suatu hari seorang wartawan  menanyakan mengenai masalah penertiban WTS di Kramat Tunggak, Jakarta Utara. Wagub yang membidangi masalah pemerintahan dan ketertiban  ini langsung tahu arah pertanyaan sang wartawan. Wagub yang bicaranya ceplas-ceplos  itu langsung berdiplomasi. “Alah, ente sebenarnya kan sama saja dengan kita-kita ini, masing-masing membawa kotoran,”katanya sambil menyodok perut sang wartawan. Tentu saja sang wartawan ingin mengetahui lebih lanjut arah jawaban HAKI Chourmain itu, meskipun ia sadar bahwa pejabat ini sengaja mengalihkan perhatian, atau dia tidak bersedia  memberikan jawaban yang sebenarnya.

     Pada dasarnya setiap manusia tidak luput dari kesalahan, cuma bobot dan kadarnya  saja yang berbeda. Betatapun ganteng atau cantiknya dia, betatapun hebatnya dia, tetap sama saja, ke mana-mana membawa kotoran di perutnya, termasuk mereka yang sedang populer terlibat dalam skandal Bank Bali. Tapi yang terakhir ini kotorannya jelas baunya lebih busuk.


Harian Umum ABRI
Kamis, 16 September 1999


No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.