Busuk
Oleh: Mustofa AS
MENAKER Fahmi Idris terpaksa bekerja di
kamar kecil (WC) di kantornya. Karena, ia merasa terganggu oleh aksi 100 buruh
PT Arsimelin Megah Industri, PT Aerowisata, dan PT Mandira Era Jasa, yang
berorasi dan berjoget diiringi gendang galon air mineral dan perkusi seadanya
sejak 1 September 1999. Para pekerja itu menginap di halaman kantor Depnaker,
Jakarta.”Saya terpaksa bekerja di WC, bayangin
di WC, untuk menandatangani surat-surat karena hanya di situ tempat yang kedap
suara,”katanya kepada pers usai penandatangan SKB Pemanfaatan Asrama Haji bagi
TKI di Jakarta, Selasa (14/9).
Berita itu mengingatkan saya pada seorang
teman sekantor yang punya kebiasaan membaca selagi dia membuang hajat di kamar
kecil. Katanya, ia meniru orang-orang mancanegara yang punya kebiasaan
demikian. Yah, kalau orang asing dan orang-orang kaya memang tidak masalah membaca
di kamar kecil sambil membuang hajat. Karena, biasanya, mereka menggunakan WC
duduk di ruangan yang cukup nyaman. Bisa dibayangkan kalau yang
dipergunakan WC jongkok dan di sana-sini
berceceran air. Bisa-bisa buku yang kita baca basah bila terjatuh.
Kamar kecil juga memilki keistimewaan,
setidak-tidaknya bagi sahabat saya lainnya. Orang ini dalam memecahkan
permasalahan selalu memperoleh jalan keluar ketika sedang membuang hajat di WC.
Di kamar kecil pula dia memperoleh berbagai inspirasi. Namun, ada orang yang justru ingin membuang hajat
segera (kebelet) ketika sedang tertekan atau stres. Ternyata selain sebagai rekreasi bagi orang-orang
tertentu, kegiatan di WC itu bisa mengurangi stres. Tapi, itu tentu perlu
dibuktikan secara ilmu pengetahuan.
Masih soal kamar kecil, seorang petinggi
di negeri ini menuturkan mengenai falsafah WC. Katanya, betapapun baunya kamar
kecil itu ketika sedang digunakan membuang hajat, tetap nyaman bagi pelakunya.
Dia akan tetap tenang sambil menunggu hajatnya itu tuntas. Berbeda dengan orang
lain yang memasuki WC itu sehabis diguanakan. Dia pasti merasa tidak enak
membaui bau-bauan yang asing baginya.
Maklum, bau yang satu ini milik orang lain.
Falsafah WC ini mirip dengan apa yang
dikemukakan oleh mantan Wagub DKI Jakarta HAKI Chourmain. Suatu hari seorang
wartawan menanyakan mengenai masalah
penertiban WTS di Kramat Tunggak, Jakarta Utara. Wagub yang membidangi masalah
pemerintahan dan ketertiban ini langsung
tahu arah pertanyaan sang wartawan. Wagub yang bicaranya ceplas-ceplos itu langsung berdiplomasi. “Alah, ente sebenarnya kan sama
saja dengan kita-kita ini, masing-masing membawa kotoran,”katanya sambil
menyodok perut sang wartawan. Tentu saja sang wartawan ingin mengetahui lebih
lanjut arah jawaban HAKI Chourmain itu, meskipun ia sadar bahwa pejabat ini
sengaja mengalihkan perhatian, atau dia tidak bersedia memberikan jawaban yang sebenarnya.
Pada dasarnya setiap manusia tidak luput
dari kesalahan, cuma bobot dan kadarnya
saja yang berbeda. Betatapun ganteng atau cantiknya dia, betatapun
hebatnya dia, tetap sama saja, ke mana-mana membawa kotoran di perutnya,
termasuk mereka yang sedang populer terlibat dalam skandal Bank Bali. Tapi yang
terakhir ini kotorannya jelas baunya lebih busuk.
Harian
Umum ABRI
Kamis, 16 September 1999
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.