Bayi
Oleh:
Mustofa AS
SEJAK dilahirkan di dunia ini, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) tak habis-habisnya membuat berita. Dari berita-berita yang
penuh greget sampai berita yang membuat perut terasa mual. Maka, anggota KPU
yang terdiri dari para tokoh nan pandai bicara pun hampir setiap hari menjadi
berita hangat di media massa. Hampir tiada hari tanpa berita KPU.
KPU bukanlah Komisi Pembuat Ulah, tetapi
para anggotanya banyak berulah. Sebut saja ulah paling hangat yang dilakukan Tim 15
KPU. Upaya penyelundupan Agus Miftah, yang juga anggota KPU dari PARI, untuk
menjadi wakil golongan di MPR membuat geram banyak orang. Setelah gagal meraih
kursi di DPR, petualang politik ini melalui LSM Bina Lingkungan Hidup Indonesia
yang ia pimpin, masuk dalam daftar organisasi
yang akan menduduki kursi Utusan Golongan di MPR. Agus memang duduk di Tim 15 KPU, tim
yang memutuskan organisasi mana saja yang mendapat kursi MPR dari Utusan
Golongan. Padahal, telah disepakati, anggota KPU tak boleh menjadi Utusan
Golongan dan semua organisasi yang ada ikatan atau afiliasi terhadap parpol
tertentu juga tidak bisa menjadi Utusan Golongan di MPR.
Atas kejadian itu, Ketua KPU Rudini
menyatakan terkejut. Sedangkan anggota anggota KPU wakil pemerintah, Andi
Alfian Mallarangeng, menyesalkan ulah Tim 15 yang dinilai tidak sesuai dengan
semangat reformasi yang ingin menghapus KKN, yang ternyata masih terjadi.
Berita-berita hangat sejak KPU berkiprah
di antaranya masalah tinta Pemilui yang luntur, dugaan korupsi di tubuh
sehingga ada surat kabar yang memanjangkan KPU dengan Komisi Penilep Uang,
penanganan berbagai soal yang dinilai lamban, sampai tidak ditandatanganinya
secara bulat hasil Pemilu 1999 (26 parpor gurem tak ikut tanda tangan).
Kita juga terperangah ketika seorang anggota KPU, Agus Miftah
dipukul mantan satgas partai yang dipimpinnya. Wow, sungguh satu contoh yang
buruk. Aksi demo pun marak ke KPU, dan sempat bentrok dengan petugas keamanan. Pokoknya
KPU ramai ing pamrih lan ramai ing gawe.
Ulah pimpinan parpol gurem di KPU yang
dapat menghambat jadwal kerja KPU membuat Harun Alrasid, Wakil Ketua KPU dari PUI,
mengundurkan diri. Atas pengunduran
dirinya itu beberapa media massa memuji-muji sikapnya. Dia dinilai sebagai
orang yang jujur dan memiliki hati nurani. Selain Harun Alrasid, adakah
angggota KPU lainnya yang juga menjunjung kejujuran? Wallahu’alam bishawab!
Keinginan kita bersama agar pelaksanaan
Pemilu 1999 jujur dan adil justru dikotori oleh ketidakjujuran dan
ketidakadilan yang dilakukan oleh oknum-oknum anggota KPU. Ya apaboleh buat,
memang demikian keadaannya.
Masa keanggotaan KPU adalah lima tahun.
Tetapi karena ulah pimpinan parpol gurem yang terkadang menggemaskan membuat
anggota KPU Adnan Buyung Nasution mengusulkan agar KPU dibubarkan saja.
Jika KPU dibubarkan dan hal itu
dibenarkan oleh peraturan, maka masalah lain pasti akan muncul. Para anggota
KPU tentu akan minta pesangon, seperti halnya anggota DPRD/DPR. Meskipun baru
bekerja beberapa bulan, tapi mereka pasti memperhitungkan jumlah honorarium selama 5 tahun menjadi anggota
KPU.
Untuk saat ini harap maklum, KPU yang
berumur belum setengah tahun itu ibarat bayi. Namanya bayi seumur itu ya baru bisa ngoceh.
Jadi, masih memerlukan perhatian dan pengawasan. Siapa tahu sang bayi ini ngompol atau minta susu.
Harian Umum ABRI
Sabtu, 7 Agustus 1999
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.