Berikut ini rangkuman dari kasus-kasus peredaran barang
haram yang pernah terjadi di Indonesia. Tujuan pembuatan artikel ini adalah
untuk memberikan kesadaran pada pembaca bahwa sangatlah mungkin di sekitarnya
beredar makanan haram akibat dari kecurangan produsen atau pedangan.
Banyak motif yang melatar belakangi
tindakan curang ini, diantaranya untuk mendapatkan keuntungan berlipat tanpa
memedulikan dampak negatif bagi konsumennya. Namun karena kurangnya
pengetahuan dan pengawasan dari konsumen, maka mereka dengan bebas memproduksi
dan mengedarkan makanan haram tersebut.
Harapan kami bahwa informasi ini
dapat di sebarkan ke kerabat dan teman di lingkungan masing-masing dalam upaya
memberikan kesadaran sekaligus turut mengawasi kecurangan-kecurangan yang
terjadi di masyarakat. Seperti kata bang Napi “kejahatan bukan hanya karena
niat, namun juga karena adanya kesempatan Waspadalah… Waspadalah!!”..
Kasus Lemak Babi
Umat Islam pernah digegerkan oleh
hasil temuan DR. Tri Soesanto tentang kasus lemak babi pada era tahun 1980-an,
di mana kandungan gelatin terdapat pada beberapa produk makanan yang kita
konsumsi sehari-hari. Saat itu DR.Tri Soesanto (Dosen Teknologi Pangan
Universitas Brawijaya, Malang) bersama sejumlah mahasiswanya melakukan
penelitian dan menemukan banyaknya makanan yang memakai bahan dari babi.
Langsung saja umat Islam Indonesia tersentak atas hasil penelitian tersebut.
Waktu itu Tri berkesimpulan banyak
orang yang tidak tahu bahwa makanan yang dikonsumsinya memakai bahan dari babi
atau barang yang diharamkan dalam Islam. Selanjutnya Tri menindaklanjuti dengan
melakukan penelitian produk-produk yang ada di pasar swalayan atau pasar
tradisional, khususnya produk yang memakai gelatin, shortening, lard dan
alkohol.
Gelatin adalah protein yang
diturunkan dari kulit, jaringan urat dan tulang binatang. Gelatin umumnya
berasal dari babi, karena tulang babi lunak. Sedangkan shortening semacam
margarine yang berasal dari lemak hewan, bisa dari minyak tumbuhan yang
ditambahkan ke lemak babi. Sedangkan lard adalah minyak babi.
Dari penelitian tersebut didapatkan
hasil yang mencengangkan, Tri menemukan 34 jenis makanan dan minuman yang
mengandung barang haram, dengan sendirinya menghebohkan masyarakat Muslim di
Indonesia.
Akibat yang muncul banyak produsen
biskuit yang mengklaim bahwa produknya tidak haram, dan mengiklankan produknya
di beberapa media massa, bahkan ada yang harus mengeluarkan dana ratusan juta
rupiah untuk mengiklankan produknya tidak haram.
Saking hebohnya masyarakat Muslim
kala itu, Sekjen Departemen Agama (ketika itu) Tarmizi Taher bersama tim MUI
secara demonstratif minum susu di pabrik Dancow di Pasuruan untuk meredam
keresahan masyarakat.
Kasus Ajinomoto
Kasus Ajinomoto mencuat tahun 2001,
dan sempat menghebohkan masyarakat Muslim akibat Fatwa MUI yang yang mengharamkan
bumbu masakan ini karena ditengarai bahan baku pembuatannya dicampur dengan
lemak babi. Tentu saja masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim tersentak
dengan adanya fatwa dari MUI ini. Namun oleh aparat keamanan, empat pemimpin PT
Ajinomoto langsung diamankan untuk meredam gejolak massa, dengan tuduhan
melanggar UU konsumen.
Sebenarnya PT.Ajinomoto sudah
memiliki serifikat halal dari MUI, namun berlakunya hanya 2 tahun dan berakhir
Juni 2000. Setelah tanggal tersebut pihak Ajinomoto tak lagi melakukan pemeriksaan
ke MUI, mereka malah mengubah bahan bakunya, yang ditengarai mengandung ekstrak
lemak babi.
PT. Ajinomoto Indonesia membantah
bahwa produk akhir MSG Ajinomoto mengandung unsur porcine. Hal tersebut
dikemukakan oleh Tjokorda Bagus Sudarta dari manajemen Ajinomoto dalam siaran
persnya. Sebelumnya Tjokorda melalui media masa mengakui menggunakan bactosoytune
yang diekstraksi dari daging babi untuk menggantikan olypeptone yang
biasa di ektraksi dari daging sapi.
Penggunaan bactosoytune
karena lebih ekonomis. Menurutnya, penggunaan ekstrak daging babi itu hanyalah
sebagai medium dan sebenarnya tidak berhubungan dengan produk akhir.
Untuk menjaga ketenangan dan
keresahan yang sudah meluas di masyarakat pihak Ajinomoto menarik secara
serentak seluruh produk MSG Ajinomoto dalam 3 minggu terhitung mulai 3 Januari
2001 sebanyak 10 ribu ton. Akibat kasus ini PT. Ajinomoto harus menanggung
kerugian dengan memberi ganti rugi kepada para pedagang sebesar Rp 55 miliar.
PT. Ajinomoto juga minta maaf kepada
seluruh masyarakat Indonesia, dan menyatakan seluruh produk MSG Ajinomoto stok
baru hanya boleh dipasarkan setelah mendapat sertifikat halal yang baru dari
MUI.
Kasus Ayam Tiren dan Bakso Ayam
Tiren
Perdagangan bangkai ayam atau yang
populer disebut sebagai ayam mati kemaren (tiren) sudah berlangsung lama,
terutama di kota-kota besar dan di wilayah Jabodetabek.
Di pasar-pasar tradisional, ayam-ayam tiren ini biasanya dijual sudah
dipotong-potong dan dikamuflase dengan bumbu berwarna kuning, sehingga warna pucat
daging ayam tersebut tersamar.
Ciri-ciri
ayam tiren di antaranya adalah dagingnya agak amis, kebiru-biruan, dan licin
karena dilumuri formalin. Bekas pemotongan pada leher tidak lebar dan ada
bercak-bercak darah di kepala maupun lehernya. Hal yang jelas adalah ayam tiren
ini harganya murah.
Sejumlah razia yang dilakukan aparat
terkait di sejumlah kota di Indonesia menemukan sejumlah kasus perdagangan ayam
tiren.Terakhir adalah kasus ayam tiren di daerah Bantul, DI Yogyakarta. Aparat
gabungan menggerebek rumah Sugiyoto di Dusun Pungkuran Wetan, Pleret, Bantul,
akhir Agustus 2012. Sugiyoto yang selama ini berbisnis memproduksi bakso dari
daging ayam tiren itu selanjutnya dijadikan sebagai tersangka. Di rumah
Sugiyoto aparat menemukan barang bukti berupa ayam tiren dan bakso.
Menurut informasi, dua rumah
dijadikan tempat produksi rumahan bakso yang dibuat dari daging ayam tiren di
Dusun Pungkuran Wetan itu. Setidaknya bisnis bangkai ayam Sugiyoto itu sudah
berjalan sekitar 10 tahun.
Tiap harinya lebih kurang 500
kilogram daging diolah kemudian dijadikan bakso. Sekitar 7.000 butir bakso
diperdagangkan setiap harinya. Bahkan, bisnis bakso yang tiap hari beromzet
jutaan rupiah ini diawali dari sepetak rumah sederhana, hingga menjadi rumah
tangga yang berkecukupan dan memiliki bangunan rumah bagus serta kendaraan roda
empat.
Kasus Perdagangan Daging Celeng
Februari 2011, tepatnya 8 Februari
2011, masyarakat dikejutkan oleh beredarnya daging celeng (babi hutan) di
Semarang. Dinas Pertanian Kota Semarang meminta masyarakat mewaspadai
kemungkinan beredarnya daging celeng, karena sudah ada kasus penemuan daging
celeng oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Daging celeng tersebut ada yang
diedarkan dengan cara dioplos dengan daging sapi. Masyarakat diimbau lebih
waspada dan jangan tergiur harga daging yang murah, apalagi kalau daging
tersebut jelas-jelas daging yang diharamkan.
Hasil temuan Satpol PP Kota Semarang
akhirnya menyeret seorang yang bernama Timbang Pangaribuan warga Tembalang
pemilik daging celeng seberat 1 kwintal, dan menyita barang bukti tersebut.
Kasus penemuan daging celeng merupakan kasus pertama yang terjadi di Kota
Semarang.
Ternyata peredaran daging celeng
sudah meluas di kota-kota besar dan yang sudah terungkap antara lain Jakarta,
Bogor, Bandung, Tangerang, Palembang (Lihat Kumpulan Kasus Daging Haram).
Kumpulan Kasus Daging Haram
Berikut
ini sejumlah kasus peredaran daging haram yang kami kutip dari berbagai media
massa.
- Pada 29 Agustus 2012 aparat gabungan menggerebek rumah Giyoto di Dusun Pungkuran Wetan, Pleret, Bantul, Yogyakarta, karena memperdagangkan bakso yang terbuat dari ayam tiren. Bakso berbahan ayam tiren itu ternyata dijual di beberapa pasar di DIY, seperti Prambanan di Kabupaten Sleman serta Pasar Bringharjo dan Pasar Giwangan di Kota Yogyakarta. Polisi sudah menangkap pelaku pembuat bakso ayam tiren,itu.
- Pemasok daging babi hutan (celeng) Edi Candra, 45, ditangkap aparat Polres Tangerang Banten. Edi Candra merupakan penjual daging celeng untuk konsumsi daging bakso, yang dibekuk polisi, Sabtu (15/2/2012). Daging celeng itu dijual ke para pedagang bakso dari Tangerang, Jakarta, dan Solo. Untuk mengawetkan daging, Edi menaburkan potasium nitrat dan formalin yang bisa menyebabkan sakit ginjal.Edi mengaku daging yang dijualnya adalah daging celeng yang ia beli dari Lahat, Sumatera Utara.Ia sudah menjual daging celeng selama tujuh bulan. Pelanggannya tersebar di Tangerang, Jakarta, Solo, dan Surabaya. Edi membeli daging celeng itu dari pedagang besar di Lahat Rp8.500 per kilogram.
- Peredaran daging celeng dengan sebutan daging sapi muda di Jakarta, ternyata sudah lama terjadi. Hanya saja masyarakat belum banyak yang mengetahui dan instansi yang berwenang belum melakukan razia secara intensif seperti yang dilakukan aparat Sudin Peternakan dan Perikanan Kodya Jakarta Timur.Modus peredarannya, sebenarnya mirip dengan narkoba. Distributor daging celeng tersebut tidak diketahui, karena menggunakan berbagai penyamaran. Hal ini terungkap dari keterangan lima pelaku yang tertangkap menggunakan daging celeng untuk dijual atau dicampur sebagai bahan bakso.Kepala Sudin Peternakan dan Perikanan Kodya Jakarta Timur drh Dzawil Hidjah mengungkapkan, dari keterangan para pelaku, diketahui, daging celeng yang didapat berasal dari Sumatera terutama Lampung. “Namun ketika ditanya siapa yang mengirim atau distributornya, mereka ternyata tidak tahu termasuk nama atau ciri-cirinya, apalagi tempat tinggal si pengirim daging” jelas Dzawil, Kamis (5/10/2006)
- Jaringan perdagangan oplosan daging sapi dengan babi hutan atau celeng dibongkar aparat Polres Bogor. Jaringan itu beroperasi di Lampung, Pasar Senen Jakarta, dan Bogor.Kepala Bidang Operasi Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Inspektur Satu Hepi kemarin mengungkapkan, empat pelaku ditangkap dalam penggerebekan pada Rabu (6/12/2006) malam. Mereka yang dibekuk, yakni Dwiyanto, 31, pemasok daging oplosan, serta Sudi, 38, Supardi, dan Pardi, 33. Ketiganya adalah tukang bakso yang merangkap sebagai pengedar. Saat digerebek, mereka tengah membagi daging oplosan sapi dan daging celeng seberat 2,9 kuintal.Saat diperiksa, Dwiyanto mengaku membeli daging oplosan tersebut dari Pasar Senen dengan harga Rp16.000 per/kg. Penjual di Pasar Senen mendapatkan daging celeng hasil buruan di Lampung kemudian dicampur dengan daging sapi. ''Tersangka kemudian mengedarkan daging itu di Bogor”
- Sebuah rumah makan di Kota Cilegon, pada bulan Ramadan 1433H membuat menu spesial dari daging celeng atau babi, menurut pengakuan pemilik restoran tersebut barang haram itu didapatnya dari Medan, Sumatera Utara, masuk melalui Pelabuhan Merak. "Daging celeng dan babi yang ada di daftar menu masakan rumah makan saya ini dari Medan, masuk lewat Pelabuhan Merak," ujar pemilik rumah makan yang tak jauh dari Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cilegon, dan bersebelahan dengan pintu masuk Restoran Laguna, berinisial GT, Ahad (7/8/2012).Ia menjelaskan, pasokan daging celeng atau babi yang didapatnya di kirim oleh saudaranya yang ada di Medan, sesuai dengan pesanan. GT mengakui dan menyadari daging celeng atau babi dilarang di Cilegon, apalagi dijual saat bulan Ramadan dan menjadi menu masakan utama. "Saya tidak akan berjualan menu daging celeng di sini, kalau tidak ada pesanan dari pelanggan saya. Lagi pula pelanggan yang makan di sini semuanya non-Muslim, kalau ada Muslim tentu saya tolak," katanya menjelaskan.Masih menurut pemilik warung, pihaknya telah berjualan daging celeng selama tiga bulan.Sementara itu, Kepala Seksi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Cilegon, Endang Sudradjat mengatakan, dirinya belum mengetahui bahwa di dekat perkantoran Dishub di Kelurahan Kedaleman, Kecamatan Cibeber, ada warung yang buka siang hari, dengan menu daging celeng.
- Di Bogor, empat tersangka pengedar daging bakso celeng diringkus satuan Rekrim Polres Bogor di lokasi pembuatan bakso di Desa Tlajung Udik RT 02/10, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor. Dari tersangka, polisi menyita 2.900 kilogram daging celeng yang sebagian besar sudah berbentuk bakso. KBO Polres Bogor, Iptu Hapi, kepada wartawan, Kamis (7/12/2006), menyebutkan, keempat tersangka masing-masing Pardi, Dwiyanto, Bardi, dan Sumadi. Mereka mengontrak rumah di Desa Gunungputri, yang mereka jadikan tempat pembuatan bakso dari daging sapi dicampur daging celeng itu. Disebutkan, terbongkarnya kawanan penjual baso dengan daging celeng ini setelah polisi mendapat laporan dari masyarakat.Tiga pelaku berhasil ditangkap oleh Unit Reserse Mobil (Resmob) karena menjual daging oplosan di Pasar Soak Batok, Jl Merdeka, Minggu (7/3/2010). Mereka ditangkap ketika melayani pembeli. Dari keterangan mereka berdua, ternyata daging-daging tersebut dipasok dari Pendi (38), pengantar daging, warga Desa Sungai Raso Pemulutan Ogan Ilir. Langsung saja petugas menangkap Pendi yang saat itu memang sedang berada di lokasi mengantarkan pesanan.
- Kepala Bidang Pengendalian Operasi Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta Nurwidi Hartana mengungkapkan, dalam razia daging di pasar tradisional dan tempat penjualan makanan di ‘Kota Gudeg’ ini beberapa waktu lalu ditemukan bakso daging sapi yang dicampur daging babi. Dinas Ketertiban dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian, Kota Yogyakarta, telah memeriksa dua pedagang bakso, dan menyerahkannya ke polisi. Keduanya dikenai sanksi tindak pidana ringan (tipiring). “Razia makanan memang sering kami lakukan. Para pedagang di pasar tradisional, di tempat penjualan makan dan rumah penyembelihan unggas menjadi sasaran kami,” ujar Nurwidi Hartana di Kota Yogyakarta, Jumat (3/9/2012).
- Tidak kurang dari 200 kilogram daging dan 50 kilogram jeroan sapi yang diduga hasil glonggongan, Jumat (20/8/2012) dini hari, ditemukan oleh tim gabungan dalam operasi di Kecamatan Tegalrejo, Jawa Tengah. Menurut Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang, John Manglapi, daging dan jeroan itu diangkut dengan mobil pick up dari arah Salatiga dan menurut pengakuan pembawa akan dijual di luar Magelang. Karena alasan itu oleh Tim Gabungan yang terdiri dari Kepolisian, Satpol PP dan Dinas Peternakan dan Perikanan, daging dan jeroan itu tidak ditahan. “Tapi pembawa itu tetap kami beri peringatan,” kata John.
- Daging giling yang telah membusuk beredar di sejumlah pasar di Bogor, Jawa Barat. Ini terbukti dengan ditemukannya cadangan daging impor membusuk yang digiling lalu dijual di Pasar Anyar Bogor oleh Wakil Wali Kota Achmad Ruc’yat, Kamis (19/8/2012). Penemuan daging busuk ini setelah ada laporan dari pembeli bahwa sekelompok pedagang menggiling daging busuk kemudian dijual kepada pembeli. Tujuannya menggiling daging itu adalah untuk menhilangkan jejak bahwa daging yang mereka jual itu telah membusuk. “Daging giling itu lebih murah dibanding daging lokal,” kata Achmad.Dari gudang pedagang daging giling petugas pemerintah Bogor menyita daging sapi tiga kilogram yang sudah membiru.
- Petugas Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Pusat menemukan usus ayam berformalin di pasar-pasar di Senen dan Kemayoran, sabtu (27/11/2010. Dari pasar Kemayoran, petugas menyita 4,5 kilogram usus berformalin. “Setelah diperiksa, kami pastikan usus ayam ini mengandung formalin,” ujar Sarjoni, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian. Sarjoni menambahkan, dia menyita barang bukti saja, sedangkan penjual usus ayam berformalin hanya diberikan peringatan keras agar tidak menggunakan formalin lagi. “Kalau mereka masih mengulangi, kami akan serahkan mereka ke pihak yang berwajib untuk dilakukan tindakan hukum,” tutur Sarjoni.
- Hari Kamis (25/112012) pagi, Kepolisian Resort Jakarta Barat menyita 650 kilogram usus berformalin dari Latifa, perempuan penjual usus ayam di Jalan Duri Raya, Tambora, Jakarta Barat. Saat ditangkap di Tambora, polisi menyita 200 kilogram usus berformalin dari tangan Latifa. Setelah dikembangkan di rumah pelaku di Bambu Apus, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, polisi menemukan 350 kilogram usus ayam berformalin dan 100 kilogram usus ayam yang masih dalam proses formalin. “Usus ayam ini dia setorkan ke penjual bubur ayam keliling di Tambora,” ujar Wakil Kepala Polres Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar, Aan Suhanan di Jakarta, Kamis. “Saya sudah tiga tahun jualan usus dikasih formalin Pak Polisi. Untungnya gede Pak Polisi. Maaf Pak Polisi,” ujar Latifa dengan suara lirih. Kata Latifa, pemberian formalin dilakukan dengan cara membersihkan dan merebus usus ayam lebih dulu. Selanjutnya, usus ayam itu direndam selama sehari semalam di dalam bak air yang sudah dicampur cairan formalin. Setelah dikemas menggunakan plastik, usus ayam berformalin tersebut dijual. Selain menyita ratusan kilogram usus ayam berformalin, polisi juga menyita satu unit mobil pick up Suyzuki Futura dan satu jerigen berisi tiga liter cairan formalin. Penyidik kesehatan dari Kementrian Kesehatan Sarlan, menjelaskan, formalin tidak boleh dicampurkan dengan makanan, karena n menimbulkan kanker, memicu gagal ginjal, gagal pankreas, dan gagal fungsi hati, gagal jantung
- Ratusan daging ayam mati kemaren (tiren) diperdagangkan di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Ini terungkap dalam operasi yang dilancarkan petugas Dinas Peternakan Kabupaten Trenggalek dan Satuan Polisi Pamong Praja (setempat.“Daging-daging yang tak layak konsumsi atau sudah membusuk berhasil kami temukan,” ujar doker hewan Budi Satriawan saat operasi tersebut, Rabu (25/8/2012). Dinas Peternakan Kabupaten Trenggalek membenarkan dugaan maraknya peredaran ayam tiren marak di sejumlah pasar tradisional di daerah ini. Sebab, razia dalam rangka pengawasan menjelang Lebaran ini hanya dilakukan di beberapa lokasi pasar tradisional. Misalnya, di Pasar Pon Trenggalek dalam razaia ini petugas mengambil sampel beberapa potong ayam yang telah berubah warna dan memiliki kadar PH di atas normal. Petugas juga menemukan sekeranjang daging ayam tiren di Pasar Pogalan.
- Aparat Polres Ponorogo menggagalkan pengiriman 100 kilogram daging sapi gelongongan asal Jawa Tengah. Polisi juga menangkap Sudoto (29), pria asal Boyolali, Jawa Tengah, pemilik daging gelonggongan tersebut, Senin (26/03/2012) dini hari. Dari pengakuan Sudoto, rencananya daging dan balungan tersebut akan dijual di Pasar Songgolangit, Ponorogo. Pedagang di pasar terbesar di wilayah Ponorogo tersebut, banyak yang menjadi pelanggannya. Kepala Polres Ponorogo, Ajun Komisaris Besar Yuda Gustawan mengatakan, pihaknya merazia mobil pengangkut daging gelonggongan tersebut di Desa Biting, Kecamatan Badegan, wilayah perbatasan antara Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Kepala Polres Ponorogo, Ajun Komisaris Besar Yuda Gustawan mengatakan, pihaknya merazia mobil pengangkut daging gelonggongan tersebut di Desa Biting, Kecamatan Badegan, wilayah perbatasan antara Jawa Timur dengan Jawa Tengah.
- Tim gabungan merazia sejumlah pasar tradisional di Solo dan menangkap basah beberapa kios yang menjual daging sapi gelonggongan, ayam tiren, dan hati sapi yang sudah rusak. Bahkan ada pedagang yang sempat menyembunyikan daging gelonggongan di bawah selimut. Petugas gabungan dari Dinas Peternakan dan Pertanian (Dispertan) Jateng dan Dispertan Kota Surakarta, melakukan razia itu pada Jumat (10/8/2012) pagi. Di Pasar Legi, yang merupakan pasar terbesar di Solo, petugas mendapati setidaknya 5 kg daging sapi basah atau daging sapi gelonggongan.
Silakan saksikan juga kumpulan video
terkait kasus-kasus barang haram di Indonesia pada segment Video Halal di www.pusathalal.com
Waspadalah.. Waspadalahh..!!
(Mustofa AS – dari berbagai sumber)
http://pusathalal.com/artikel-referensi/info-penting-halal/152-info-penting/info-penting-halal-9/604-kumpulan-kasus-produk-haram-di-indonesia
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.