Monday 10 November 2014

Mendagri: Kolom Agama di KTP Boleh Kosong




Republika/Tahta Aidilla
 E-KTP. Rencana dihapusnya kolom agama di KTP menuai pro kontra caption

     Senandur -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan warga negara Indonesia (WNI) penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi oleh pemerintah boleh mengosongkan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).


     "Itu kepercayaan, sementara kosong, sedang dinegosiasikan. Kami akan segera ketemu Menteri Agama untuk membahas ini. Pemerintah tidak ingin ikut campur pada WNI yang memeluk keyakinannya sepanjang itu tidak menyesatkan dan mengganggu ketertiban umum," kata Tjahjo di Gedung Kemendagri Jakarta, Kamis(06/11/2014).

     Dengan demikian, artinya WNI pemeluk keyakinan seperti Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan dan Malim, namun di KTP tertera sebagai salah satu penganut agama resmi boleh mengoreksi kolom agama mereka.

     Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa agama yang dicantumkan dalam e-KTP adalah agama resmi yang diakui Pemerintah.

     Sehingga, untuk mengisi kolom agama dengan keyakinan memerlukan waktu untuk melakukan perubahan atas UU tersebut. "Dalam Undang-undang jelas ada enam agama yang boleh dicantumkan dalam e-KTP, sehingga kalau ingin ditambah akan memerlukan waktu untuk mengubahnya. Tapi kalau mereka mau mengkosongkan kolom itu ya tidak masalah," tambahnya.

     Sementara itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Irman mengatakan pihaknya sudah mendiskusikannya dengan kelompok agama mengenai kolom keyakinan tersebut."Kami sudah pernah membahasnya dengan MUI dan NU serta diundang oleh Wantimpres. Memang ada perdebatan yang di satu pihak mengatakan semua boleh dicantumkan, tetapi sebagian besar menyatakan Negara berhak melakukan pembatasan agama yang bisa didaftarkan. Sehingga, kesepakatannya adalah dalam kolom agama di KTP hanya untuk agama yang sudah diakui," jelas Irman.


Tak Boleh Ada Kebijakan Bertentangan dengan Pancasila
     Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menentang keputusan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo terkait pengosongan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).“Meski sifatnya sementara, itu tidak boleh dilakukan,” kata Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU, Andi Najmi Fuaidi, Senin (10/11).

     Andi menjelaskan, Indonesia adalah negara berketuhanan sebagaimana tertuang dalam sila pertama Pancasila. Jika nantinya benar dilakukan, pengosongan kolom agama di KTP merupakan kebijakan yang bertentangan dengan Pancasila.“Yang harus diperhatikan oleh pemerintah, semua Undang Undang pasti merujuk ke Pancasila. Oleh karena itu tidak boleh ada kebijakan yang bertentangan dengan Pancasila,” jelas Andi.

     Lebih jauh Andi mengungkapkan, kebijakan pengosongan kolom agama di KTP sama artinya Pemerintah menolerir adanya kelompok masyarakat yang tidak mengenal Tuhan.
Kondisi ini dikhawatirkan justru mengakibatkan gejolak sosial di masyarakat.

     Mengenai alasan Tjahjo Kumolo, yaitu menghormati hak masyarakat yang tidak menganut enam agama sah di Indonesia, Andi menekankan hal tersebut tetap tidak boleh mengorbankan Pancasila. “Itu tugas Pemerintah untuk mencari solusinya, bukan dengan jalan pintas mengorbankan Pancasila. Harus diingat, Pancasila itu dasar negara,” tegasnya.
PBNU, masih kata Andi, sedang mempelajari kemungkinan melayangkan protes resmi ke Pemerintah mengenai kebijakan pengosongan kolom agama di KTP.

Hilangkan Identitas Bangsa
     Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) AM Iqbal Parewangi berpendapat bahwa penghapusan kolom agama dalam kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sama halnya dengan menghilangkan identitas bangsa. "Ini benar-benar wacana yang keterlaluan. Kalau mau menghilangkan kolom agama, sekalian saja menghilangkan nama Indonesia karena identitas dari bangsa ini adalah agamanya, kebhinnekaan itu sendiri," katanya di Makassar, Senin.

     Iqbal Parewangi mengatakan wacana Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo itu adalah hal yang sangat sulit diterima oleh warga negara yang beragama, yang memiliki identitas.

     Dia menyebutkan dasar dari Negara Indonesia adalah Pancasila dan dalam sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa serta pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Jika menghilangkan kolom agama dalam KTP, juga dinilai sebagai penghapusan identitas serta menyalahi sila pertama tersebut.

      Dijelaskannya, sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 secara eksplisit menegaskan bahwa setiap warga negara diwajibkan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

      "Saya justru malu ketika identitas saya sebagai orang beragama dihilangkan. Hampir seluruh orang Indonesia adalah orang yang beragama dan ketika berbicara agama, pasti ada Tuhan yang menjadi sandaran dan tentunya alam semesta ini juga diciptakan Tuhan. Kalau tidak mau mengakui Tuhan, pindah saja ke alam semesta lainnya karena dunia ini diciptakan Tuhan," katanya.

      Menurut dia, jika ada warga Indonesia yang tidak mempercayai Ketuhanan dan tidak memeluk satu agama pun, itu adalah pilihannya dan kolom agama dalam e-KTP itu tidak perlu diisi.

     "Semua ada pilihan. Kalau memang ada orang tidak beragama dan tidak percaya sama Tuhan, tidak usah saja diisi kolom agama itu. Mudah kan, tidak perlu membuat wacana yang sangat keterlaluan seperti itu," jelasnya.

      Iqbal menerangkan Indonesia memang bukan negara agama namun pengakuan terhadap eksistensi agama dijamin oleh negara.

     Dia mempertanyakan apabila identitas agama dihapus, lalu bagaimana negara bisa memberikan perlindungan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan agama dan keyakinannya. "Penghapusan identitas agama dalam KTP dikhawatirkan akan berdampak pada upaya liberalisasi dalam semua sektor kehidupan," katanya.

      Dia menegaskan apabila ada yang ingin menghapuskan identitas agama dalam KTP, perlu ditelusuri motif dari pernyataan tersebut, jangan-jangan hanya karena ingin tampil beda dan cari perhatian saja.

      Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri akan mengizinkan pengosongan kolom agama pada kartu identitas penduduk yang ditujukan bagi warga negara penganut aliran kepercayaan yang belum diakomodasi undang-undang. 

Sumber Konflik
     Pengosongan kolom agama di KTP bisa menjadi sumber konflik. Sebab identitas agama berkaitan dengan aktivitas sosial masyarakat seperti bergaul, menikah, hingga mengurus kematian.
"Tidak mungkin dihilangkan. Bisa menjadi sumber konflik," kata politikus PKS, Fahri Hamzah di Jakarta.

      Ia menilai wacana penghilangan kolom agama di KTP sebagai pemikiran sekuler. Padahal agama memiliki peran penting mengajarkan kebaikan. Soal perbedaan misalnya, seluruh agama mengajarkan pemeluknya saling memahami dan bekerja sama. "Jadi bukan karena kita berbeda agama lalu kita bertengkar," ucapnya.

     Kehidupan masyarakat di Indonesia tidak bisa dibandingkan di luar negeri. Fahri mengatakan tata pergaulan sosial di Indonesia bersifat komunal. Bukan individual seperti di barat."Maka, identitas keagamaan menjadi penting," katanya.

     Sebelumnya Mendagri, Tjahjo Kumolo mewacanakan pengosongan kolom agama di KTP. Ia menyebutkan Kolom agama di KTP dapat dikosongkan untuk penganut keyakinan atau kepercayaan diluar enam agama yang diakui pemerintah.Tetapi penganut enam agama yang resmi menurut pemerintah harus tetap mencantumkan agama mereka dikartu identitas.
Sumber ROL/republika.co.id

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.