Pelanggan kaget ada petugas telepon malam hari
SEORANG wanita muda berlari-lari kecil, mengikuti
kendaraan kami sambil berteriak, ”Pak berhenti pak!...brenti! “Ada apa bu?” tanya Sugiyono setelah
menghentikan kendaraannya. Wanita berbaju kaos biru dan rok warna putih
itu smabil terengah-engah mengatakan,
telepon di rumahnya sudah sebulan mati.
Kami bertiga langsung mengikuti wanita itu
ke rumahnya di bilangan Jalan Tanah Abang IV Dalam, tidak jauh dari tempat
kendaraan kami berhenti. Jam waktu itu menunjukkan pukul 17:50 WIB (Senin
sore).
Dengan cekatan, setelah dipersilakan yang empunya rumah, Sugiyono mengecek pesawat
yang berada di sudut ruang tamu, ternyata memang mati. Sementara itu Daryono,
rekannya, langsung memanjat tiang
telepon tanpa menggunakan tangga. Kotak pembagi saluran telepon ia cek, juga
tidak ada tanda-tanda nada telepon ke rumah Willy Siswanto T itu.
Tuan rumah langsung memperlihatkan selembar surat laporan gangguan telepon di
rumahnya kepada petugas penanggulangan gangguan telepon itu. Dari sana baru
ketahuan bahwa laporan Siswanto tertanggal 18 Februari ’89 itu telah mendapat
perhatian dari Perumtel. Dalam surat itu dijelaskan gangguan disebabkan kerusakan kabel primer di sekitar Tanah
Abang.
Sugiyono langsung menjelaskan mengenai
kerusakan tersebut kepada pemilik telepon itu. Kabel primer yang rusak itu kini sedang diperbaiki, dan Siswanto pun
manggut-manggut tanda mengerti.
Mungkin keterangan petugas loket pengaduan
mengenai kerusakan kabel primer yang dijelaskan di sana kurang memuaskan
Siswanto. Namun setelah petugas lapangan mengecek langsung dan memberikan
penjelasan serupa, maka ia pun memahami adanya kerusakan kabel jenis P14 itu.
Rupanya wanita muda itu tertarik melihat
mobil minibus berwarna biru muda “Penanggulangan Gangguan Telepon” yang
melintas di jalan itu, dan spontan menghentikannya karena telepon di rumahnya
mati.
Warga Jakarta mulai 1 Maret 1989 memang
bisa melihat mondar- mandirnya mobil-mobil unit penanggulangan gangguan telepon
di jalanan ibukota, di jalan-jalan lingkungan maupun di depan gang-gang sempit.
Meskipun baru 30 unit satuan tugas
berupa mobil unit dilengkapi berbagai peralatan dan tenaga teknik lapangan,
namun keberadaannya telah banyak mengurangi gangguan telepon yang diderita
pelanggan.
Anda yang memiliki telepon dan mengalami
gangguan bisa langsung mengadu ke nomor 117, dari sana pengaduan Anda diteruskan ke meja ukur (MDF- Maintenance
Distribution Frame). Setelah diukur maka bisa diketahui apakah saluran telepon
Anda mengalami gangguan. Data ini diteruskan ke pos penanggulangan jaringan lokal
melalui komputer. Dari sini tugas diambil alih oleh para petugas
penanggulangan gangguan yang langsung ke
alamat pelanggan yang teleponnya mengalami gangguan.
Gangguan biasanya bisa diselesaikan hari itu juga, asalkan si pelanggan bersedia
menerima perbaikan pada saat itu. Perbaikan bisa juga dilakukan pada malam atau
dini hari, tentu saja bila si pelanggan bersedia. Pokoknya pelayanan 24 jam
sehari atau 7 hari dalam seminggu.
Astronot
MESKIPUN telah diberitakan lewat media massa cetak maupun TVRI, namun
masih banyak pelanggan telepon yang belum mengetahui adanya pelayanan penanggulangan gangguan
telepon selama 24 jam itu .”Oh,
malam-mnalam datang juga ya,”ujar Herman, warga
Jalan Persatuan Guru, Jakarta Pusat, sambil menyilakan kami masuk.
Rupanya dia baru mengetahui adanya pelayanan terus menerus dari Perumtel, hari
itu.
“Saya kaget ada petugas telepon datang
malam begini, ujar penduduk Jalan Kesehatan VI kepada Angkatan Bersenjata yang menyamar sebagai pegawai Perumtel itu.
Setelah mendapat penjelasan, barulah ia manggut-manggut dan menyatakan salut
atas pelayanan baru Perumtel itu.
Ketika Daryono dan Sugiyono bahu-membahu
memperbaiki kabel udara di jalan itu, seorang anak muda menghentikan sepeda motornya dan bertanya keheranan, ”Le,mbur
pak?”. Dua petugas itu cuma tersenyum dan mengangguk. Seorang petrugas hansip
di sana juga rajin mondar-mandir ikut
mengamati kerja dua petugas itu,
sementara suara azan Maghrib di sekitar daerah itu terdengar bersahut-sahutan
dari beberapa mushola.
Lain lagi dengan Aryadi, Adrian, dan
Firdaus Jaelani yang pada Senin lalu kebagian tugas pagi hari. Ketika masuk
gedung Bank Niaga Jalan Gajah Mada ,
Jakarta Pusat, ia disambut hangat seorang Hansip yang bertugas di situ. ”Wah
pakaian baru kayak astronot,”teriaknya tertawa lebar sambil menepuk-nepuk bahu
Aryadi. Mobil unit pun jadi perhatian seorang
petugas parkir di Jalan Alaydrus, maklum sebelumnya para petugas penanggulangan
gangguan itu hanya mengendarai sepeda motor.
Para petugas teknik itu mengenakan seragam
baju monyet warna biru Perumtel, dengan logo di dada kanan dan stiker ”Senyuman
Anda Harapan Kami”. Mereka dibagi dalam tiga rombongan, pagi
pukul 08.00-15.00, siang 15.00-22.00 dan malam pukul 22.00-08.00 WIB.
Aryadi dan kawan-kaswannya pagi itu membuka
gardu telepon di Jalan Gajah Mada, persisnya di ujung jalur hijau samping Bank
Niaga. Ramainya lalu-lintas dan sengatan matahari nampaknya sudah menjadi
bagian dari tugas-tugas yang mereka jalani sehari-hari.
Menjadi petugas lapangan harus siap
segala-galanya. Kecekatan mereka mengecek kabel-kabel dan menyelusuri saluran
telepon dengan menggunakan peralatan
yang ada patut dipuji.
Dengan gerakann yang mantap, mereka
mengutak-atik rangkaian kabel di gardu
telepon Gajah Mada Plaza dalam waktu
tidak kurang dari 15 menit. Selesailah tugas menanggulangi gangguan. Baik di
Bank Niaga maupun di Gajah Mada yang 27 tingkat itu. Aryadi dan kawan-kawannya
hanya memperbaiki saluran kabel primer sampai ke gardu, sedangkan dari gardu ke
pemakai diurus oleh teknisi gedung yang bersangkutan.
Salah masuk
JENIS gangguan telepon memang banyak
macamnya. Umumnya akibat kerusakan kabel, baik kabel udara maupun kabel yang ditanam di dalam tanah. Kerusakan kabel
dalam tanah ini biasanya karena terkena galian ataupun kabel tersebut sudah berumjur tua. Sedangkan kabel udara……..
Dalam bahasa pelanggan, gangguan telepon
itu berupa bunyi kresek-kresek ketika dipakai, atau munculnya pembicaraan lain
(induksi). Bahkan ada telepon yang berbunyi meskipun tidak ada pembicaran
ketika diangkat. Juga mati-hidup, sebentar mati sebentar hidup, bunyi ting-ting
dan lain-lain .
Dalam setiap tugas tentu ada suka dukanya.
Demikian pula para petugas penanggulangan gangguan telepon. Misalnya yang kami
alami. Masih di Jalan Kesehatan VI
Jakpus, seorang ibu menerima kami setelah pembantunya melaporkan hal itu.
Cukup lama kami menunggu di depan pagar
besi tinggi. Maka keluarlah sang nyonya rumah dan dengan ramah
mempersilakan kami mengecek pesawat
teleponnya di ruang dalam. Kami ragu-ragu untuk masuk, karena anjing pemilik
rumah terus menggonggong. Barulah kami berani masuk sertelah ada jaminan dari
tuan rumah bahwa anjing menggonggong itu tak akan menggigit.
Nomor rumah yang dobel juga bisa
menyebabkan petugas membungkuk-bungkuk beberapa kali. Misalnya di Jalan Petojo
Sabangan X, di jalan itu nomor 17 yang
harus didatangi petugas, ternyata ada dua. Petugas pun salah alamat
memasuki rumah nomor 17 yang teleponnya
tidak rusak.
Risiko lain bisa menimpa petugas, di
perkampungan kabel-kabel interkom yang malang melintang tidak keruan bisa menewaskan kalau kebetulan petugas
lengah. Kadang-kadang petugas kecewa, rumah yang didatangi ternyata tertutup
rapat alias penghuninya tidak ada, padahal petugas ingin cepat menanggulangi
kerusakan yang dilaporkan pelanggan telepon itu.
Melihat kerja petugas mengganti kabel udara
misalnya, tidak jarang pelanggan telepon menaruh simpati. Biarpun memakai
tangga yang bisa turun-naik, ketinggian kabel yang diurus juga bisa membawa
risiko tersendiri bagi petugas. Nah, kalau selesai menanggulangi gangguan dan telepon normal kembali, si pertugas nampak puas, dan si empunya telepon pun
tersenyum gembira. Rasa simpati mereka biasanya
diwujudkan bukan hanya penerimaan
yang ramah-tamah, tetapi juga suguhan minuman ala kadarnya. Bahkan
kadang-kadang petugas disuguhi makan ataupun diberi sangu walaupun jumlahnya
hanya cukup untuk membeli nasi bungkus.
Sesungguhnya tidak semua gangguan telepon
itu harus ditangani dengan menghabiskan tenaga dan waktu. Misalnya seorang
pelanggan di Jalan Kampar mengadu teleponnya yang dua buah itu mati satu.”Yang kepala 37 normal
tetapi yang kepala 38 mati,”ujar nyonya rumah kepada petugas.
Setelah dicek, rupanya ada sekrup sambungan yang kendor. Nah, tidal lebih
dari lima menit telepon itu hidup kembali.
Angin segar
Lalu bagaimana tanggapan pelanggan terhadap
pelayanan 24 jam itu? Siswanto T misalnya menyambut baik usaha Perumtel itu.
Juga Herman menilai pelayanan baru nitu cukup membantu para pelanggan.
Ali juga menyatakan penghargaannya atas
peningkatan pelayanan bagi para
pelanggan, khususnya penanggulangan
gangguan. Tetapi ia menyatakan belum merasa puas terhadap layanan 117.
Karena sering…….menunggu dan memerlukan
beberapa kali memutar nomor itu.”Jangan tulis nomor telepon saya ya
pak,”pesannya. Katanya ia melaporkan hal yang pernah dialaminya.
Kalau dilihat dari volume pekerjaan
menangani gangguan telepon di Jakarta memang cukup padat. Kita ambil saja
contoh di jaringan lokal Jakarta Pusat I yang meliputi pelanggan di sekitar
Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, Jl Djuanda, Kebon Sirih, Ketapang, Alaydrus,
Sukarjo Wirjopranoto dan Pecenongan.
Di Jarlok I ini terdapat 24.804 satuan
sambungan telepon, 10 9 telepon umum (coin box), 1007 telex, 1.586 sambungan
PTP (point to point) dan sambungan lainnya.
Untuk pengelolaan Jarlok I ini ditangani 70
pegawai, 63 di antaranya tenaga teknik. Selain mereka yang dibebani tugas
penanganan gangguan, mereka juga dibagi-bagi.
Ada yang menangani pemasangan baru, mengecek mengenai keluhan
pulsa, menyelesaikan administrasi
perbaikan gangguan, pengawasan pekerjaan rekanan dan lain-lain.
Meskipun volume pekerjaan padat, dengan
jumlah pegawai 70 orang, namun menurut Kasi Jarlok Jakpus I Gunawan Wibisono, semuanya bisa
ditangani dengan baik. Misalnya untuk laporan gangguan telepon yang berjumlah
220 laporan dari 1 hingga 4 Maret, bisa diselesaikan 205 laporan. Berarti
pekerjaan yang diselesaikan cukup tinggi.
Dalam tempo empat jam mengikuti kerja para petugas penanggulangan gangguan
telepon pada malam hari itu, tidak kurang dari 10 pelanggan bisa menggunakan teleponnya kembali, yang
semula mengalami gangguan. Suatu kerja yang cukup memakan tenaga dan waktu,
karena letak tempat-tempat itu berjauhan, meski dalam satu jaringan lokal.
Untuk petugas lapangan penanggulangan
gangguan telepon, peralatan yang disediakan nampaknya masih kurang. Misalnya
untuk lampu senter, sebaiknya para petugas dilengkapi dengan lampu senter yang bisa dipasang di kepala.
Sehingga jika mengecek kabel udara atau kotak pembagi pada malam hari tidak
mengalami kesulitan.
Masalah lain yang perlu diperhatikan pimnpinan Perumtel adalah fasilitas kantor untuk
jarlok di Gedung Telekomunikasi Gambir yang nampaknya sudah tidak memadai.
Bangku-bangku kerja yang berdesakan
ditempatkan di gang-gang, rasanya selain tidak enak dilihat juga membuat
suasana di sana sumpek. Belum lagi jok-jok kursi yang terkelupas, membuat
pemandangan di sana semakin memprihatinkan.
Mungkin akan lebih baik lagi jika para
petugas lapangan itu diberikan uang makan, karena bekerja di lapangan berbeda dengan di kantor. Kalau tidak,
diberikan semacam uang perangsang untuk lebih menggiatkan mereka menjalankan tugas-tugasnya.
Meskipun di sana-sini masih perlu adanya
penyempurnaan, namun tekad Perumtel untuk selalu meningkatkan dan
menyempurnakan pelayanannya bagi para
pelanggan merupakan angin segar yang
patut mendapat acungan jempol.
(Mustofa.AS/2.1)--*
Harian Umum Angkatan Bersenjata
15 Maret 1989
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.