Sunday 30 November 2014

Senyuman Anda diharapkan Telkom

Pelanggan kaget ada petugas telepon malam hari
    
  SEORANG wanita muda berlari-lari kecil, mengikuti kendaraan kami sambil berteriak, ”Pak berhenti pak!...brenti!  “Ada apa bu?” tanya Sugiyono setelah menghentikan kendaraannya. Wanita berbaju kaos biru dan rok warna putih itu  smabil terengah-engah mengatakan, telepon di rumahnya sudah sebulan mati.

    Kami bertiga langsung mengikuti wanita itu ke rumahnya di bilangan Jalan Tanah Abang IV Dalam, tidak jauh dari tempat kendaraan kami berhenti. Jam waktu itu menunjukkan pukul 17:50 WIB (Senin sore).


    Dengan cekatan, setelah dipersilakan  yang empunya rumah, Sugiyono mengecek pesawat yang berada di sudut ruang tamu, ternyata memang mati. Sementara itu Daryono, rekannya,  langsung memanjat tiang telepon tanpa menggunakan tangga. Kotak pembagi saluran telepon ia cek, juga tidak ada tanda-tanda nada telepon ke rumah Willy Siswanto T itu.

    Tuan rumah langsung memperlihatkan  selembar surat laporan gangguan telepon di rumahnya kepada petugas penanggulangan gangguan telepon itu. Dari sana baru ketahuan bahwa laporan Siswanto tertanggal 18 Februari ’89 itu telah mendapat perhatian dari Perumtel. Dalam surat itu dijelaskan  gangguan disebabkan  kerusakan kabel primer di sekitar Tanah Abang.

    Sugiyono langsung menjelaskan mengenai kerusakan tersebut kepada pemilik telepon itu. Kabel primer yang rusak itu  kini sedang diperbaiki, dan Siswanto pun manggut-manggut tanda mengerti.
    Mungkin keterangan petugas loket pengaduan mengenai kerusakan kabel primer yang dijelaskan di sana kurang memuaskan Siswanto. Namun setelah petugas lapangan mengecek langsung dan memberikan penjelasan serupa, maka ia pun memahami adanya kerusakan  kabel jenis P14 itu.

    Rupanya wanita muda itu tertarik melihat mobil minibus berwarna biru muda “Penanggulangan Gangguan Telepon” yang melintas di jalan itu, dan spontan menghentikannya karena telepon di rumahnya mati.

    Warga Jakarta mulai 1 Maret 1989 memang bisa melihat mondar- mandirnya mobil-mobil unit penanggulangan gangguan telepon di jalanan ibukota, di jalan-jalan lingkungan maupun di depan gang-gang sempit. Meskipun baru 30 unit  satuan tugas berupa mobil unit dilengkapi berbagai peralatan dan tenaga teknik lapangan, namun keberadaannya telah banyak mengurangi gangguan telepon yang diderita pelanggan.

    Anda yang memiliki telepon dan mengalami gangguan bisa langsung mengadu ke nomor 117, dari sana pengaduan Anda  diteruskan ke meja ukur (MDF- Maintenance Distribution Frame). Setelah diukur maka bisa diketahui apakah saluran telepon Anda mengalami gangguan. Data ini diteruskan ke pos penanggulangan jaringan lokal melalui komputer. Dari sini tugas diambil alih oleh para petugas penanggulangan  gangguan yang langsung ke alamat pelanggan yang teleponnya mengalami gangguan.

    Gangguan biasanya bisa diselesaikan  hari itu juga, asalkan si pelanggan bersedia menerima perbaikan pada saat itu. Perbaikan bisa juga dilakukan pada malam atau dini hari, tentu saja bila si pelanggan bersedia. Pokoknya pelayanan 24 jam sehari atau 7 hari dalam seminggu.

Astronot
    MESKIPUN telah diberitakan  lewat media massa cetak maupun TVRI, namun masih banyak pelanggan telepon yang belum mengetahui adanya  pelayanan penanggulangan gangguan telepon  selama 24 jam itu .”Oh, malam-mnalam datang juga ya,”ujar Herman, warga  Jalan Persatuan Guru, Jakarta Pusat, sambil menyilakan kami masuk. Rupanya dia baru mengetahui adanya pelayanan terus menerus dari Perumtel, hari itu.

    “Saya kaget ada petugas telepon datang malam begini, ujar penduduk Jalan Kesehatan VI kepada Angkatan Bersenjata yang menyamar sebagai pegawai Perumtel itu. Setelah mendapat penjelasan, barulah ia manggut-manggut dan menyatakan salut atas pelayanan baru Perumtel itu.

    Ketika Daryono dan Sugiyono bahu-membahu memperbaiki kabel udara di jalan itu, seorang anak muda menghentikan  sepeda motornya dan bertanya keheranan, ”Le,mbur pak?”. Dua petugas itu cuma tersenyum dan mengangguk. Seorang petrugas hansip di sana  juga rajin mondar-mandir ikut mengamati kerja  dua petugas itu, sementara suara azan Maghrib di sekitar daerah itu terdengar bersahut-sahutan dari beberapa mushola.

    Lain lagi dengan Aryadi, Adrian, dan Firdaus Jaelani yang pada Senin lalu kebagian tugas pagi hari. Ketika masuk gedung Bank Niaga  Jalan Gajah Mada , Jakarta Pusat, ia disambut hangat seorang Hansip yang bertugas di situ. ”Wah pakaian baru kayak astronot,”teriaknya tertawa lebar sambil menepuk-nepuk bahu Aryadi.  Mobil unit pun jadi perhatian seorang petugas parkir di Jalan Alaydrus, maklum sebelumnya para petugas penanggulangan gangguan itu hanya mengendarai sepeda motor.

    Para petugas teknik itu mengenakan seragam baju monyet warna biru Perumtel, dengan logo di dada kanan dan stiker ”Senyuman Anda Harapan Kami”.  Mereka dibagi dalam tiga rombongan, pagi pukul 08.00-15.00, siang 15.00-22.00 dan malam pukul 22.00-08.00 WIB.

    Aryadi dan kawan-kaswannya pagi itu membuka gardu telepon di Jalan Gajah Mada, persisnya di ujung jalur hijau samping Bank Niaga. Ramainya lalu-lintas dan sengatan matahari nampaknya sudah menjadi bagian  dari tugas-tugas  yang mereka jalani sehari-hari.

    Menjadi petugas lapangan harus siap segala-galanya. Kecekatan mereka mengecek kabel-kabel dan menyelusuri saluran telepon dengan  menggunakan peralatan yang ada patut dipuji.

    Dengan gerakann yang mantap, mereka mengutak-atik rangkaian  kabel di gardu telepon Gajah Mada Plaza  dalam waktu tidak kurang dari 15 menit. Selesailah tugas menanggulangi gangguan. Baik di Bank Niaga maupun di Gajah Mada yang 27 tingkat itu. Aryadi dan kawan-kawannya hanya memperbaiki saluran kabel primer sampai ke gardu, sedangkan dari gardu ke pemakai diurus oleh teknisi gedung yang bersangkutan.

Salah masuk
    JENIS gangguan telepon memang banyak macamnya. Umumnya akibat kerusakan kabel, baik kabel udara maupun kabel  yang ditanam di dalam tanah. Kerusakan kabel dalam tanah ini biasanya karena terkena galian ataupun kabel tersebut  sudah berumjur tua. Sedangkan kabel udara……..

    Dalam bahasa pelanggan, gangguan telepon itu berupa bunyi kresek-kresek ketika dipakai, atau munculnya pembicaraan lain (induksi). Bahkan ada telepon yang berbunyi meskipun tidak ada pembicaran ketika diangkat. Juga mati-hidup, sebentar mati sebentar hidup, bunyi ting-ting dan lain-lain .

    Dalam setiap tugas tentu ada suka dukanya. Demikian pula para petugas penanggulangan gangguan telepon. Misalnya yang kami alami. Masih di Jalan Kesehatan  VI Jakpus, seorang ibu menerima kami setelah pembantunya melaporkan hal itu.

    Cukup lama kami menunggu di depan pagar besi tinggi. Maka keluarlah sang nyonya rumah dan dengan ramah mempersilakan  kami mengecek pesawat teleponnya di ruang dalam. Kami ragu-ragu untuk masuk, karena anjing pemilik rumah terus menggonggong. Barulah kami berani masuk sertelah ada jaminan dari tuan rumah bahwa anjing menggonggong itu tak akan menggigit.

    Nomor rumah yang dobel juga bisa menyebabkan petugas membungkuk-bungkuk beberapa kali. Misalnya di Jalan Petojo Sabangan X,  di jalan itu nomor 17 yang harus didatangi petugas, ternyata ada dua. Petugas pun salah alamat memasuki  rumah nomor 17 yang teleponnya tidak rusak.

    Risiko lain bisa menimpa petugas, di perkampungan kabel-kabel interkom yang malang melintang tidak keruan  bisa menewaskan kalau kebetulan petugas lengah. Kadang-kadang petugas kecewa, rumah yang didatangi ternyata tertutup rapat alias penghuninya tidak ada, padahal petugas ingin cepat menanggulangi kerusakan yang dilaporkan pelanggan telepon itu.

    Melihat kerja petugas mengganti kabel udara misalnya, tidak jarang pelanggan telepon menaruh simpati. Biarpun memakai tangga yang bisa turun-naik, ketinggian kabel yang diurus juga bisa membawa risiko tersendiri bagi petugas. Nah, kalau selesai  menanggulangi gangguan dan  telepon normal kembali, si pertugas  nampak puas, dan si empunya telepon pun tersenyum gembira. Rasa simpati mereka biasanya  diwujudkan bukan hanya  penerimaan yang ramah-tamah, tetapi juga suguhan minuman ala kadarnya. Bahkan kadang-kadang petugas disuguhi makan ataupun diberi sangu walaupun  jumlahnya hanya cukup untuk membeli nasi bungkus.

    Sesungguhnya tidak semua gangguan telepon itu harus ditangani dengan menghabiskan tenaga dan waktu. Misalnya seorang pelanggan di Jalan Kampar mengadu teleponnya yang dua  buah itu mati satu.”Yang kepala 37 normal tetapi yang kepala 38 mati,”ujar nyonya rumah kepada petugas.

    Setelah dicek, rupanya  ada sekrup sambungan yang kendor. Nah, tidal lebih dari lima menit telepon itu hidup kembali.

Angin segar
    Lalu bagaimana tanggapan pelanggan terhadap pelayanan 24 jam itu? Siswanto T misalnya menyambut baik usaha Perumtel itu. Juga Herman menilai pelayanan baru nitu cukup membantu para pelanggan.

    Ali juga menyatakan penghargaannya atas peningkatan pelayanan  bagi para pelanggan, khususnya penanggulangan  gangguan. Tetapi ia menyatakan belum merasa puas terhadap layanan 117. Karena sering…….menunggu dan memerlukan  beberapa kali memutar nomor itu.”Jangan tulis nomor telepon saya ya pak,”pesannya. Katanya ia melaporkan hal yang  pernah dialaminya.

    Kalau dilihat dari volume pekerjaan menangani gangguan telepon di Jakarta memang cukup padat. Kita ambil saja contoh di jaringan lokal Jakarta Pusat I yang meliputi pelanggan di sekitar Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, Jl Djuanda, Kebon Sirih, Ketapang, Alaydrus, Sukarjo Wirjopranoto dan Pecenongan.

    Di Jarlok I ini terdapat 24.804 satuan sambungan telepon, 10 9 telepon umum (coin box), 1007 telex, 1.586 sambungan PTP (point to point) dan sambungan lainnya.

    Untuk pengelolaan Jarlok I ini ditangani 70 pegawai, 63 di antaranya tenaga teknik. Selain mereka yang dibebani tugas penanganan gangguan, mereka juga dibagi-bagi.  Ada yang menangani pemasangan baru, mengecek mengenai keluhan pulsa,  menyelesaikan administrasi perbaikan gangguan, pengawasan pekerjaan rekanan dan lain-lain.

    Meskipun volume pekerjaan padat, dengan jumlah pegawai 70 orang, namun menurut Kasi Jarlok  Jakpus I Gunawan Wibisono, semuanya bisa ditangani dengan baik. Misalnya untuk laporan gangguan telepon yang berjumlah 220 laporan dari 1 hingga 4 Maret, bisa diselesaikan 205 laporan. Berarti pekerjaan yang diselesaikan cukup tinggi.

    Dalam tempo empat jam mengikuti  kerja para petugas penanggulangan gangguan telepon pada malam hari itu, tidak kurang dari 10 pelanggan  bisa menggunakan teleponnya kembali, yang semula mengalami gangguan. Suatu kerja yang cukup memakan tenaga dan waktu, karena letak tempat-tempat itu berjauhan, meski dalam satu jaringan lokal.

    Untuk petugas lapangan penanggulangan gangguan telepon, peralatan yang disediakan nampaknya masih kurang. Misalnya untuk lampu senter, sebaiknya para petugas dilengkapi dengan  lampu senter yang bisa dipasang di kepala. Sehingga jika mengecek kabel udara atau kotak pembagi pada malam hari tidak mengalami kesulitan.

    Masalah lain yang perlu diperhatikan  pimnpinan Perumtel adalah fasilitas kantor untuk jarlok di Gedung Telekomunikasi Gambir yang nampaknya sudah tidak memadai.

    Bangku-bangku kerja yang berdesakan ditempatkan di gang-gang, rasanya selain tidak enak dilihat juga membuat suasana di sana sumpek. Belum lagi jok-jok kursi yang terkelupas, membuat pemandangan di sana semakin memprihatinkan.

    Mungkin akan lebih baik lagi jika para petugas lapangan itu diberikan uang makan, karena bekerja di lapangan  berbeda dengan di kantor. Kalau tidak, diberikan semacam uang perangsang untuk lebih menggiatkan  mereka menjalankan tugas-tugasnya.

    Meskipun di sana-sini masih perlu adanya penyempurnaan, namun tekad Perumtel untuk selalu meningkatkan dan menyempurnakan  pelayanannya bagi para pelanggan merupakan  angin segar yang patut mendapat acungan jempol.

(Mustofa.AS/2.1)--*



Harian Umum Angkatan Bersenjata
15 Maret 1989

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.