Mimpi buruk bersama
Matahari II
Ujungkulon (AB)
Sekitar 40 penumpang KM Matahari II selama
kurang lebih 21 jam terkungkung dalam ketidakpastian, karena kapal tersebut
tersesat dalam perjalanan menuju Pulau Peucang, Ujung Kulon, Kamis malam hingga
Jumat petang. Kapal yang mengangkut Penanggungjawab 1993 Billfish Tournament, Pudjo Basuki, sejumlah peserta, dan
panitia turmanen serta sejumlah wartawan itu berangkat dari Marina Adria pantai Carita Kamis pukul 17.55
WIB, baru ditemukan kapal Ardika Jumat pukul 14.40 WIB.
Perjalanan dari pantai Carita hingga Pulau Peucang, Ujung Kulon, dengan kapal
jenis Matahari II akan memakan waktu sekitar 4 jam. Namun akhirnya perjalanan
tersebut total memakan waktu sekitar 24 jam, setelah entah kenapa kapal
tersebut “bertamasya di malam buta dengan gulungan ombak yang mendirikan bulu
roma sepanjang malam”.
Perjalanan bagaikan mimpi buruk ini tidak
menimbulkan korban jiwa, namun sebagian besar dari penumpang kapal itu mabuk,
terutama dalam perjalanan malam hari.
Firasat
Turnamen mancing ikan cucut atau setuhuk (billfish) yang diselenggarakan di
perairan Pulau Peucang itu diresmikan pembukaannya oleh Dirjen Perikanan
Mochtar Abdullah, Kamis siang, di Marina Adria, Carita. Acara yang dihadiri Bupati Pandeglang HM Zein
dan sejumlah pejabat setempat dan sarat dengan doa itu dilanjutkan dengan
pelepasan peserta dari Marina Adria sekitar pukul 14.00 WIB.
Tim demi tim beran gkat dengan kapalnya
masing-masing menuju Pulau Peucang. Beberapa
wartawan ada pula yang ikut tim pemancing, namun sebagian besar ikut kapal terakhir,
Matahari II, yang pada saat pelepasan
itu masih dalam perjalanan dari Jakarta ke Marina Adria.
Semula sejumlah wartawan sepakat untuk
tidak ikut Matahari II dan berniat bermalam di pondok wisata yang banyak
terdapat di sekitar Pantai Carita. Karena selain kedatangan Matahari II sudah
menjelang malam, situasi di sana menyiratkan bakal terjadi sesuatu. Bahkan
seorang wartawan foto berniat mengambil gambar seorang wartawan senior darti koran
berbahasa Inggris. “Siapa tahu ini saat-saat terakhir..,”ujarnya sambil
cengar-cengir. Mereka yang melihat ulah rekan sekerja itu pun hanya tersenyum
kecut.
Rekan
lainnya bahkan mempertanyakan masalah asuransi bagi wartawan, seandainya
nanti terjadi musibah yang menimpa kuli tinta itu. ”Yang diasuransikan itu
hanya peserta yang terdaftar, kita jelas tidak,”ujar wartawan lainnya menimpali
kekhawatiran rekannya itu.
Ketika melihat sosok kapal Matahari II
yang nampak kecil itu, niat untuk tinggal dan berangkat pagi-pagi menuju
Peucang pun timbul lagi di kalangan wartawan. Tetapi setelah seorang pegawai
Ditjen Pariwisata menjelaskan kapasitas
kapal itu 42 orang maka wartawan
akhirnya ikut.
Segala macam kekhawatiran pun hilang, ketika dalam
kabin Matahari II diputar video karaoke
lagu-lagu Indonesia. Sebagian antusias menonton, sebagian lagi tidur. Karena, perjalanan 4 jam
bukan waktu yang singkat.
Pasrah
Kapal terus melaju, sudah lebih dari 4 jam
namun tidak ada tanda-tanda kapal itu akan berhenti. Sebagian penumpang
terlelap, sebagian lagi diam, namun dari wajah-wajah mereka menyiratkan tanda tanya, apa yang terjadi?
Guncangan kapal pun semakin menjadi-jadi.
Penumpang yang berada di kabin seperti di bawah permukaan laut. Air terus menghempas buritan, namun tidak
masuk ke kabin karena tertahan pintu kaca yang tertutup rapat. Hawa dingin
penyejuk udara semakin membuat kecut. Entah apa yang terjadi di anjungan. Namun
menutut penuturan seorang juru foto kemudian, ombak datang bergulungan setinggi
kira-kira 6 meter terus menerus menghempas kapal Matahari II yang tak henti
melaju entah ke mana.
Mereka yang berada di kabin rata-rata
mabuk, perut yang tidak terisi selama perjalanan umumnya ditumpahnkan
seluruhnya. Sehingga tiada tenaga lagi untuk bergerak. Dari Sembilan wartawan
yang ikut dalam perjalanan itu seluruhnya sakit, termasuk wartawan Angkatan Bersenjata.
Sekitar pukul 01.30 WIB Jumat dinihari,
seseorang memberitahukan, kapal Matahari II dijalankan dengan satu mesin sejak dari Marina Adria,
radio komunikasi tidak jalan, bisa menerima namun tidak bisa memanggil. Bahkan berita yang cukup mengejutkan, katanya
kompas kapal itu rusak. Masya Allah! “Kita sekarang berada di Samudera Hindia,
yang kedalamannya mencapai 8.000 meter,”ujar seorang bapak yang nampaknya
berpengalaman mengarungi samudera.
Rasa was-was akan kehabisan bahan bakar
hilang ketika seorang awak kapal Matahari II menjelaskan bahwa bahan bakar
cukup, karena semestinya persediaan bahan bakar itu untuk dua mesin.
Kekhawatiran lain yang tidak bisa hilang, bagaimana bila mesin yang tinggal satu itu mati. Pudjo
Basuki dengan sejumlah “official”
yang berada di anjungan sibuk mengatasi perjalanan yang menyimpang dari jadwal
itu.
Seorang awak kapal berinisiatif membagikan
super mie kering untuk dikunyah penumpang, namun sebagian besar enggan. Bau
yang menyebar dari kamar kecil yang tidak berair dengan timbunan air seni dan
muntahan penumpang, membuat kepala pusing semakin pusing, dan perut yang mual
semakin ingin muntah.
Rata-rata penumpang sudah pasrah.”Saya terus berdzikir sepanjang
perjalanan,”tutur seorang wartawan mengaku terus terang.
Kontak dengan SAR
Ketika matahari terbit, goncangan kapal
tidak sedahsyat sebelumnya. Kapal yang kehilangan komunikasi itu menurut
keterangan diupayakan menuju Pulau Jawa. Di mana posisi kapal itu tak seorang
pun di kabin yang tahu persis. Namun diperoleh kabar, kapal sesat itu bisa
kontak dengan sebuah kapal tanker yang
lewat di perairan itu. Tanker itu memberi petunjuk arah yang harus ditempuh
Matahari II. Gugusan pulau pun nampak beberapa lama kemudian, namun kemudian
kapal berbelok. Karena arah dan posisi
kapal itu berada di perairan Selat Sunda menuju Lampung.
Sekitar pukjul 11.00 WIB sebagian
penumpang mulai pulih, awak kapal pun membagi-bagikan super mie yang sudah
dimasak. Karena terbatasnya piring, maka
makan hidangan ini harus bergantian.
Keterangan yang berhasil dikumpulkan Angkatan Bersenjata menyebutkan, setelah
lepas pukul 22.00 WIB Kamis malam itu, mereka yang berada di Pulau Peucang,
terutama panitia, langsung mencari
informasi di mana Matahari II berada. Segala upaya untuk memperoleh
keterangan keberadaan kapal itu terus diusahakan. Pagi harinya sejumlah kapal
dikerahkan untuk mencari Matahari yang hilang itu, termasuk helikopter SAR TNI-AU.
Menurut pilot helikopter SAR, Mayor M
Barkah, yang didampingi co-pilot Kapten Bambang Nur, ia bisa kontak komunikasi
dengan Matahari II Jumat pukul 11.00 WIB. Matahari II menyatakan posisinya di
sebelah barat daya Pulau Panaitan. ”Padahal Matahari II berada di sekitar
Krakatau,”ujar M Barkah.
Informasi
yang disebarkan menuntun kapal Ardika yang akhirnya menemukan Matahari II pada
pukul 14.40 WIB. Penumpang yang selama berjam-jam berhadapan dengan
ketidakpastian itu pun lega. Kapal ini kemudian diarahkan untuk menuju Pulau Peucang, tempat peserta
dan panitia turnamen berhadiah 10.000 dolar AS itu menginap.
Para penumpang Matahari II yang sejak
Kamis petang tidak ketemu nasi, serentak berebut, ketika seorang peserta dari
KM Matahari IV yang membawa
perbekalan menyilahkan mereka untuk
segera makan, beberapa saat setelah penumpang Matahari II dipindahkan ke
Matahari IV di Peucang sebelum hari gelap, Jumat. Satu-satunya wanita penumpang Matahari II,
Irma, segera berlari ketika diberitahu ada nasi di KM Matahari IV. Kapal
Matahari II masih berada di perairan Pulau Peucang, karena kandas di sana.
Turnamen mancing billfish berlangsung 17-19 September ’93 dikuti 24 tim. Dua tim
dari Australia dan 2 tim dari Amerika gagal ikut, karena tidak tersedianya
kapal yang memenuhi syarat mereka untuk ikut turnamen itu.
Lomba mancing tahun lalu di pulau yang
sama juga meminta korban, kamera tv sebuah stasiun tv swasta yang ikut meliput
kegiatan itu tercebur di laut.
(3.15/2.2)
Harian Angkatan Bersenjata
Senin, 20 September 1993
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.