Tuesday 22 July 2014

Pengalaman tak terlupakan



Mimpi buruk bersama Matahari II

Ujungkulon (AB)
    Sekitar 40 penumpang KM Matahari II selama kurang lebih 21 jam terkungkung dalam ketidakpastian, karena kapal tersebut tersesat dalam perjalanan menuju Pulau Peucang, Ujung Kulon, Kamis malam hingga Jumat petang. Kapal yang mengangkut Penanggungjawab 1993 Billfish Tournament, Pudjo Basuki, sejumlah peserta, dan panitia turmanen serta sejumlah wartawan itu berangkat dari  Marina Adria pantai Carita Kamis pukul 17.55 WIB, baru ditemukan kapal Ardika Jumat pukul 14.40 WIB.
     Perjalanan dari pantai Carita hingga  Pulau Peucang, Ujung Kulon, dengan kapal jenis Matahari II akan memakan waktu sekitar 4 jam. Namun akhirnya perjalanan tersebut total memakan waktu sekitar 24 jam, setelah entah kenapa kapal tersebut “bertamasya di malam buta dengan gulungan ombak yang mendirikan bulu roma sepanjang malam”.
     Perjalanan bagaikan mimpi buruk ini tidak menimbulkan korban jiwa, namun sebagian besar dari penumpang kapal itu mabuk, terutama dalam perjalanan malam hari.
                                                                                                                                                                                                                                               Firasat   
     Turnamen mancing ikan cucut atau setuhuk (billfish) yang diselenggarakan di perairan Pulau Peucang itu diresmikan pembukaannya oleh Dirjen Perikanan Mochtar Abdullah, Kamis siang, di Marina Adria, Carita.  Acara yang dihadiri Bupati Pandeglang HM Zein dan sejumlah pejabat setempat dan sarat dengan doa itu dilanjutkan dengan pelepasan peserta dari Marina Adria sekitar pukul 14.00 WIB.
     Tim demi tim beran gkat dengan kapalnya masing-masing menuju Pulau Peucang.  Beberapa wartawan ada pula yang ikut tim pemancing, namun sebagian besar ikut kapal terakhir, Matahari II,  yang pada saat pelepasan itu masih dalam perjalanan dari Jakarta ke Marina Adria.
     Semula sejumlah wartawan sepakat untuk tidak ikut Matahari II dan berniat bermalam di pondok wisata yang banyak terdapat di sekitar Pantai Carita. Karena selain kedatangan Matahari II sudah menjelang malam, situasi di sana menyiratkan bakal terjadi sesuatu. Bahkan seorang wartawan foto berniat mengambil gambar seorang wartawan senior darti koran berbahasa Inggris. “Siapa tahu ini saat-saat terakhir..,”ujarnya sambil cengar-cengir. Mereka yang melihat ulah rekan sekerja itu pun hanya tersenyum kecut.
     Rekan  lainnya bahkan mempertanyakan masalah asuransi bagi wartawan, seandainya nanti terjadi musibah yang menimpa kuli tinta itu. ”Yang diasuransikan itu hanya peserta yang terdaftar, kita jelas tidak,”ujar wartawan lainnya menimpali kekhawatiran rekannya itu.
     Ketika melihat sosok kapal Matahari II yang nampak kecil itu, niat untuk tinggal dan berangkat pagi-pagi menuju Peucang pun timbul lagi di kalangan wartawan. Tetapi setelah seorang pegawai Ditjen Pariwisata  menjelaskan kapasitas kapal itu 42 orang maka wartawan  akhirnya ikut.
    Segala macam  kekhawatiran pun hilang, ketika dalam kabin  Matahari II diputar video karaoke lagu-lagu Indonesia. Sebagian antusias menonton,  sebagian lagi tidur. Karena, perjalanan 4 jam bukan waktu yang singkat.
                                                                                                                                                          Pasrah 
  Kapal terus melaju, sudah lebih dari 4 jam namun tidak ada tanda-tanda kapal itu akan berhenti. Sebagian penumpang terlelap, sebagian lagi diam, namun dari wajah-wajah mereka  menyiratkan tanda tanya, apa yang terjadi?
     Guncangan kapal pun semakin menjadi-jadi. Penumpang yang berada di kabin seperti di bawah permukaan laut.  Air terus menghempas buritan, namun tidak masuk ke kabin karena tertahan pintu kaca yang tertutup rapat. Hawa dingin penyejuk udara semakin membuat kecut. Entah apa yang terjadi di anjungan. Namun menutut penuturan seorang juru foto kemudian, ombak datang bergulungan setinggi kira-kira 6 meter terus menerus menghempas kapal Matahari II yang tak henti melaju entah ke mana.
     Mereka yang berada di kabin rata-rata mabuk, perut yang tidak terisi selama perjalanan umumnya ditumpahnkan seluruhnya. Sehingga tiada tenaga lagi untuk bergerak. Dari Sembilan wartawan yang ikut dalam perjalanan itu seluruhnya sakit, termasuk wartawan Angkatan Bersenjata.
     Sekitar pukul 01.30 WIB Jumat dinihari, seseorang memberitahukan, kapal Matahari II dijalankan  dengan satu mesin sejak dari Marina Adria, radio komunikasi tidak jalan, bisa menerima namun tidak bisa memanggil.  Bahkan berita yang cukup mengejutkan, katanya kompas kapal itu rusak. Masya Allah! “Kita sekarang berada di Samudera Hindia, yang kedalamannya mencapai 8.000 meter,”ujar seorang bapak yang nampaknya berpengalaman mengarungi samudera.
     Rasa was-was akan kehabisan bahan bakar hilang ketika seorang awak kapal Matahari II menjelaskan bahwa bahan bakar cukup, karena semestinya persediaan bahan bakar itu untuk dua mesin. Kekhawatiran lain yang tidak bisa hilang, bagaimana  bila mesin yang tinggal satu itu mati. Pudjo Basuki dengan sejumlah “official” yang berada di anjungan sibuk mengatasi perjalanan yang menyimpang dari jadwal itu.
     Seorang awak kapal berinisiatif membagikan super mie kering untuk dikunyah penumpang, namun sebagian besar enggan. Bau yang menyebar dari kamar kecil yang tidak berair dengan timbunan air seni dan muntahan penumpang, membuat kepala pusing semakin pusing, dan perut yang mual semakin ingin muntah.
     Rata-rata penumpang sudah pasrah.”Saya terus berdzikir sepanjang perjalanan,”tutur seorang wartawan mengaku terus terang.
                                                                                                                                                       Kontak dengan SAR
     Ketika matahari terbit, goncangan kapal tidak sedahsyat sebelumnya. Kapal yang kehilangan komunikasi itu menurut keterangan diupayakan menuju Pulau Jawa. Di mana posisi kapal itu tak seorang pun di kabin yang tahu persis. Namun diperoleh kabar, kapal sesat itu bisa kontak dengan  sebuah kapal tanker yang lewat di perairan itu. Tanker itu memberi petunjuk arah yang harus ditempuh Matahari II. Gugusan pulau pun nampak beberapa lama kemudian, namun kemudian kapal berbelok.  Karena arah dan posisi kapal itu berada di perairan Selat Sunda menuju Lampung.
     Sekitar pukjul 11.00 WIB sebagian penumpang mulai pulih, awak kapal pun membagi-bagikan super mie yang sudah dimasak. Karena terbatasnya piring,  maka makan hidangan ini harus bergantian.
     Keterangan yang berhasil dikumpulkan Angkatan Bersenjata menyebutkan, setelah lepas pukul 22.00 WIB Kamis malam itu, mereka yang berada di Pulau Peucang, terutama panitia,  langsung mencari informasi di mana Matahari II berada. Segala upaya untuk memperoleh keterangan  keberadaan kapal itu  terus diusahakan. Pagi harinya sejumlah kapal dikerahkan untuk mencari Matahari yang hilang itu, termasuk helikopter  SAR TNI-AU.
     Menurut pilot helikopter SAR, Mayor M Barkah, yang didampingi co-pilot Kapten Bambang Nur, ia bisa kontak komunikasi dengan Matahari II Jumat pukul 11.00 WIB. Matahari II menyatakan posisinya di sebelah barat daya Pulau Panaitan. ”Padahal Matahari II berada di sekitar Krakatau,”ujar M Barkah.
      Informasi yang disebarkan menuntun kapal Ardika yang akhirnya menemukan Matahari II pada pukul 14.40 WIB. Penumpang yang selama berjam-jam berhadapan dengan ketidakpastian itu pun lega. Kapal ini kemudian diarahkan  untuk menuju Pulau Peucang, tempat peserta dan panitia turnamen berhadiah 10.000 dolar AS itu menginap.
     Para penumpang Matahari II yang sejak Kamis petang tidak ketemu nasi, serentak berebut, ketika seorang peserta dari KM Matahari  IV yang membawa perbekalan  menyilahkan mereka untuk segera makan, beberapa saat setelah penumpang Matahari II dipindahkan ke Matahari IV di Peucang sebelum hari gelap, Jumat.  Satu-satunya wanita penumpang Matahari II, Irma, segera berlari ketika diberitahu ada nasi di KM Matahari IV. Kapal Matahari II masih berada di perairan Pulau Peucang, karena kandas di sana.
     Turnamen mancing billfish berlangsung 17-19 September ’93 dikuti 24 tim. Dua tim dari Australia dan 2 tim dari Amerika gagal ikut, karena tidak tersedianya kapal yang memenuhi syarat mereka untuk ikut turnamen itu.
     Lomba mancing tahun lalu di pulau yang sama juga meminta korban, kamera tv sebuah stasiun tv swasta yang ikut meliput kegiatan itu tercebur di laut. (3.15/2.2)


Harian Angkatan Bersenjata
Senin, 20 September 1993


No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.