Tuesday 1 September 2015

Sudomo jelaskan kasus Hakim HG:



OPSTIBPUS BONGKAR PENYIMPANGAN DI PENGADILAN

JAKARTA, Kamis

    PANGLIMA Kopkamtib Laksamana TNI Sudomo mengatakan, Opstibpus telah berhasil mengungkapkan adanya penyimpangan penyelesaian perkara yang berlatar belakang pungli di Pengadilan, antara lain dalam hal pendistribusian perkara, penyelesaian permohonan pewarganegaraan dan dalam hal penyidangan perkara.


    Hal itu dikemukakannya dalam keterangan kepada pers di aula Departemen Kehakiman Rabu malam. Dalam kesempatan itu Sudomo didampingi Menteri Kehakiman Mudjono SH, Irjen Dep. Kehakiman  Kamil Kamka SH, Kas Kopkamtib Letjen TNI Widjojo Sujono, Koordinator Opstibpus Mayjen EY. Kanter SH dan staf lainnya.


    Sesuai dengan janjinya, Sudomo kemarin menjelaskan kasus hakim HG dan masalah-masalah yang ditemukan dari pemeriksaan atas kasus tersebut.


   Menurut Pangkopkamtib, proses pemeriksaan terhadap hakim HG, yang tertangkap basah Opstib sedang menerima uang dari seorang pencari keadilan sebesar Rp 10 juta beberapa waktu lalu, telah mendekati penyelesaian.


    Berkas berita acara pemeriksaaan, menurut Laksamana Sudomno dalam wakrtu sebulan sudah dapat disampaikan kepada Kejaksaan sebagai instansi yang berwenang yang selanjutnya akan memproses penuntutannya ke pengadilan.


    Hakim HG tertangkap basah  menerima uang kontan Rp 1 juta dan giro bilyet “Chase Manhattan” No.660962 bernilai Rp 9 juta yang kini disimpan sebagai barang bukti, kata Laksamana Sudomo.


    Dikatakannya, penangkapan terhadap HG dilakukan Opstibpus dengan jebakan yang telah dipersiapkan dan dilancarkan berdasarkan  laporan pengaduan dari Ny. MS menjelang akhir tahun lalu tentang adanya  usaha pemerasan kepadanya oleh hakim HG yang menangani perkara penipuan berlian.


    Kasus hakim HG, menurut Sudono kemudian dilaporkan  kepada Menteri Kehakiman yang kemudian langsung membebaskan HG dari tugasnya sebagai hakim.


    Terdorong keinginan untuk membongkar praktek-praktek gelap tersebut secara tuntas dan menyeluruh dengan mempergunakan HG yang mengetahui banyak masalah tersebut., maka Kopkamtib/Opstibpus menyarankan Menteri Kehakiman  agar larangan untuk hakim HG dicabut dan HG dipekerjakan kembali. Hal ini menurut  Sudomo sinkron dengan surat permohonan ampun dari hakim HG kepada Menteri Kehakiman. Saran Opstibpus tersebut disetujui Menteri dan HG bertugas kembali pada 1 Januari lalu.


    Dengan demikian, menurut Sudomo, jelas bahwa di belakang keputusan Menteri untuk semula membebaskan hakim HG dari tugas yang kemudian dicabutnya kembali, tidak tersembunyi maksud tertentu sebagaimana  dituduhkan sementara orang dalam menanggapi kasus tersebut. Kecuali, demi pengamanan  dari kelancaran usaha  Kopkamtib yang sedang berjalan untuk membongkar praktek yang lebih besar lagi. Keputusan Menteri Kehakiman dalam kasus tersebut didasarkan atas permintaan dan saran Kopkamtib/Opstibpus.”Dan Menteri tidak salah,”kata Laksamana Sudomo.


    Dalam kesempatan itu Pangkopkamtib menghimbau masyarakat untuk tidak cepat- cepat menanggapi suatu kasus yang sedang ditangani dan diproses oleh Kopkamtib/Opstibpus/Opstibda justru  untuk pengamanan dari proses itu sendiri.”Tiap kasus setelah selesai diproses, akan segera dijelaskan kepada masyarakat secara terbuka,”katanya menambahkan.

    Menjawab pertanyaan apa Opstib berani apabila pungli ternyata merembget ke Mahkamah Agung, Laksamana Sudomo dengan tegas menjawab “Mengapa tidak berani?” Ia menegaskan yang jelas-jelas tersangkut akan ditindak tanpa kecuali.


Penyimpangan di pengadilan

    Opstibpus dalam keterangan pers yang dibacakan oleh Koordinator Opstibpus Mayjen Kanter menjelaskan tentang kasus hakim HG dan permasalahah yang ditemukan. Berdasarkan  hasil pemeriksaaan sementara Opstibpus terhadap 56 orang terperiksa dapat diungkapkan fakta-fakta sebagai berikut:


    Menjelang akhir tahun 1980 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memeriksa dan mengadili perkara penipuan perhiasan yang dilakukan oleh EB dan S yang terbukti kesalahannya dijatuhi hukuman pidana penjara selama satu tahun potong tahanan. Perkara penipuan itu diadili karena adanya pengaduan dari Ny.MS yang menitipkan perhiasan-perhiasan termasuk beberapa butir lepas berlian untuk dijualkan sesuai permintaan EB dan S dengan alasan ada yang memesan. Untuk diketahui bahwa EB telah pernah diajukan  ke depan Pengadilan dua kali pada tahun  1974 dan 1977, dalam perkara yang serupa yaitu penipuan perhiasan.


    Dalam Pengadilan tahun 1974 EB dinyatakan bebas, sedang tahun 1977 EB dijatuhi pidana penjara 3 bulan. Dengan demikian ternyata EB adalah seorang recidivis.


    Sebelum perkara EB dan S diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ny. MS diadukan oleh W dengan tuduhan bahwa ia melakukan penipuan atas barang-barang perhiasan yang dititipkan kepadanya untuk dijualkan, perhiasan mana sebagian termasuk dalam perkara atas nama EB dan S tersebut di atas.


    Dalam proses penyelesaian perkaranya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena Ny MS merasa yakin di pihak yang benar dan perkara yang diajukan itu diputar-balikkan yang akan memberatkan dirinya maka Ny. MS menghubungi HG yang akan bertindak sebagai Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut untuk meminta penjelasan mengenai perkara yang dituduhkan kepadanya.    


    Dengan mempertimbangkan selain dari nilai barang-barang yang menjadi pokok perkara sekitar Rp 300 juta dan keuntungan yang  diperkirakan akan diperoleh Ny.MS, maka HG telah menyanggupi untuk membantu menyelesaikan perkaranya dengan minta uang imbalan sebanyak Rp 50 juta.


    Bila imbalan tersebut telah dapat dipenuhi, HG menyanggupi akan membebaskan tertuduh atau setidak-tidaknya menghukum dengan pidana seringan-ringannya, bahkan apabila mungkin akan diusahakan menyatakan perkara tersebut merupakan perkara perdata.


    Dalam proses tawar menawar selanjutnya telah disepakati imbalan yang harus disediakan oleh Ny,.MS sejumlah Rp 25.000.000 yang pelaksanaan pembayarannya akan dilakukan secara bertahap.


   Atas permintaan yang dirasakan oleh Ny.MS terlalu berat, maka Ny.MS telah berusaha untuk melaporkan ke Opstibpus, laporan mana telah dilengkapi dengan bahan-bahan yang dapat meyakinkan Opstibpus tentang masalah tersebut.


    Sebagai tindak lanjut dari hasil observasi dan penelitian yang dilakukan oleh Opstibpus pada  tanggal 26 Nopember 1980 sekitar pukul 13.00 petugas Opstibpus telah menangkap basah HG di ruang kerjanya di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang baru selesai menerima pungli dari Ny.MS sebagaimana diperjanjikan sebelumnya yaitu uang kontan Rp 1.000.000 dan giro bilyet “Chase Manhattan Bank” No.660962 bernilai Rp 9.000.000.


    Dalam rangka mengungkapkan kasus tersebut, Opstibpus telah melakukan  pemeriksaan, hasil pemeriksaan mana setelah dilaporkan kepada Menteri Kehakiman telah digunakan sebagai dasar oleh Menteri untuk membebaskan HG dari tugas sebagai Hakim.

    Dari hasil pemeriksanan sementara tersebut terdapat petunjuk yang kuat tentang adanya penyelesaian perkara yang menjurus kepada  penyalahgunaan jabatan di lingkungan pejabat pengadilan khususnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.


    Untuk keperluan penelitian lebih lanjut diperlukan data yang lebih lengkap dan konkret yang oleh karena itu Optstibpus telah mengajukan saran pertimbangan kepada Menteri Kehakiman untuk mengaktifkan kembali HG, sasaran mana disetujui oleh Menteri dan dilaksanakan  tanggal 27 Desember 1980, dengan surat Telegram No. MKP.05.05.02.


    Dari hasil pendalaman pemeriksaan, dapat diungkapkan adanya  penyimpangan penyelesaian perkara yang berlatar belakang kepada “pungli” antara lain sebagai berikut:


.Sistem pendistribusian perkara

    Dalam pendistribusian perkara baik pidana maupun perdata terdapat kebiasaan  sementara pejabat Pengadilan untuk memberikan imbalan uang yang besar kecilnya tergantung kepada nilai dari perkara bersangkutan dengan konsekuensi apabila tidak diberikan imbalan pejabat yang bersangkutan tidak akan  ditunjuk untuk menangani perkara.


    Pejabat-pejabat yang telah memberikan imbalan tersebut, dalam penyelesaian perkara yang ditanganinya menggunakan  kesempatan untuk mendapatkan imbalan dari para pencari keadilan dengan cara antara lain: menunda sidang,  memperlambat putusan, memerintahkan penahanan atau pelepasan dari tahanan.


    Cara tersebut di atas di samping dapat dilakukan melalui calo-calo atau pengacara antara lain dengan meminta agar perkara yang ditanganinya disidangkan oleh hakim yang dipilih, bahkan ada di antaranya  yang dilakukan oleh pejabat pengadilan sendiri yang meminta perkara tersebut dapat diperiksa olehnya.


Penyelesaian permohonan pewarganegaraan

    Dalam proses penyelesaian permohonan pewarganegaraan dan SBKRI yang pada umumnya diselesaikan secara borongan melalui calo, dengan cara memberikan imbalan tertentu kepada pejabat Pengadilan yang mengurusi permohonan.


    Calo-calo yang mengurus permohonan tersebut telah meminta biaya pengurusan yang besarnya antara Rp 1 juta sampai dengan Rp 1.700.000, sedangkan biaya yang sebenarnya hanya sekitar Rp 200.000-Rp 300.000  termasuk di dalamnya pembayaran pajak.


Cara penyidangan perkara

    Dalam penyidangan perkara, khususnya yang banyak terjadi dalam kasus-kasus perdata, sidang-sidang dilakukan tanpa memperhatikan prosedur yang ditentukan dalam  perundang-undangan  antara lain sidang dilakukan dalam ruang kerja hakim. Hakim yang seharusnya merupakan majelis, dalam sidang tidak mengikuti proses pemeriksaan bahkan dalam musyawarah hakim, para hakim anggota tidak diikutsertakan melainkan hanya menandatangani putusan yang sebelumnya sudah disiapkan.


    Di samping itu terdapat pula penyimpangan yang dari segi teknis dapat mengakibatkan batalnya putusan antara lain putusan yang diucapkan di muka persidangan tidak sesuai dengan bunyi putusan  dan terdapat pula putusan yang membatalkan putusan pengadilan yang setingkat.


    Dengan telah terungkapnya  masalah-masalah tersebut di atas, maka dapatlah diketahui bahwa ditinjau secara keseluruhan  kasus HG merupakan  bagian yang tidak terlepaskan dari suatu sistem penyelesasian perkara yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan oleh pejabat-pejabat di lingkungan peradilan. Demikian Opstibpus. (AB/33/W)









Harian Umum “AB”

Kamis, 29 Januari 1981—23 Rabiul Awal 1401H

HL-1






No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.