Benci tapi Rindu
Oleh: Mustofa AS
WAKTU mendekati pukul 13.00
WIB. Saat itu di perempatan Caman, Kalimalang, Bekasi, panas terik terasa menyengat tubuh. Kemacetan total arus
lalulintas tengah berlangsung di sana. Teriakan anak-anak tanggung yang menjadi
Pak Ogah menambah suasana gerah menjadi makin tak karuan. Sehingga, seorang
supir mikrolet M-26 (Bekasi-Kampung Melayu) tampak kesal dan meluncurlah
kata-kata dari mulutnya. ”Coba kalau ada polisi, tak mungkin terjadi kemacetan
seperti ini,”katanya seolah kepada diri sendiri. “Soalnya, kemacetan ini
sengaja dibuat oleh anak-anak untuk mencari uang rokok, buat minum-minum sampai
mabok,”ujarnya tanpa ditanya.
Sebuah Metro Mini M-54
(Kampung Melayu-Pondok Kelapa) meluncur di Jalan DI Panjaitan, tiba-tiba sang
kondektur berteriak,”Awas Polis!” Sang supir yang mendapat peringatan itu pun
urung berhenti sembarangan untuk mengambil penumpang. Ia rupanya takut terhadap
polisi.
Dari kedua peristiwa di
atas, kita dapat melihat dua sikap yang kontradiktif terhadap kehadiran polisi.
Peristiwa pertama menggambarkan betapa polisi dibutuhkan dan didambakan kehadirannya pada saat-saat
tertentu. Sedangkan, pada peristiwa kedua polisi seakan makhluk asing yang
harus ditakuti. Sehingga, para supir umumnya lebih takut atau patuh kepada
polisi, bukan kepada peraturan atau hukum. Maklumlah, kesadaran hukum di masyarakat kita masih coreng-moreng.
Karena itu, selama ini polisi
dianggap sebagai sosok hukum. Kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat
bukanlah sebagai teman, tetapi lebih terkesan sebagai sosok yang harus
ditakuti. Maka, jika polisi melanggar hukum, reaksi keras dari masyarakat pun
bermunculan.
Banyak orang membenci polisi
karena tindakan-tindakan hamba hukum ini
yang seringkali justru melanggar hukum. Oknum
polisi yang memeras, pungli, denda damai, dan lain-lain tindakan yang merusak
citra Polri masih sering terjadi. Sikap masa bodoh aparat kepolisian juga
membuat masyarakat ikut-ikutan berbuat masa bodoh. Contohnya, soal kemacetan
lalulintas di Jalan Jatinegara Timur. Kemacetan yang selalu terjadi di jalan
yang tidak jauh dari, dan bahkan di depan, Kantor Polres Jaktim itu seakan-akan
kejadian biasa dan wajar. Dan, seakan-akan di kantor Polres itu tidak ada satu
pun anggota polisi yang menghuninya.
Contoh buruk lainnya adalah
deretan kendaraan yang diparkir di jalur lambat Jalan Kramat Raya, tepatnya di
depan Polres Jakarta Pusat, yang sering membuat macet arus lalulintas di sana.
Pelanggaran hukum tersebut terjadi di
depan mata aparat penegak hukum. Tetapi,
polisi seakan tidak peka lagi terhadap
aturan yang sudah harus ditegakkan itu.
Polisi dibenci karena ulah
para oknum yang menimbulkan antipati kalangan masyarakat. Tetapi, kehadiran
mereka dirindukan ketika terjadi peristiwa genting atau tindak kejahatan dan
juga kemacetan lalulintas. Begitulah yang terjadi pada polisi kita. Dibenci
tetapi sekaligus dirindukan. Dicacimaki tetapi selalu dibutuhkan.
Bukan hanya
oknum-oknum polisi yang melakukan denda damai, pemerasan, pungli, dan tindakan melanggar hukum lainnya. Tetapi,
sorotan terhadap polisi begitu tajam, bahkan polisi sering dipojokkan. Mengapa?
Tentu karena polisi merupakan pelayan masyarakat. Posisi polisi lebih dekat
kepada masyarakat dibandingkan dengan penegak hukum lainnya. Polisi didambakan
sebagai pengayom masyarakat, selain sebagai Bhayangkara Negara.
Sebenarnya masih banyak
polisi yang baik (bersih) dibandingkan polisi jelek. Tetapi, citra polisi sudah
sedemikian buruk. Sehingga, apa pun kerja keras yang dilakukan polisi, terutama
dalam memberantas tindak kejahatan, seakan-akan hal yang biasa saja.
Kritik pedas ataupun kecaman
terhadap polisi menandakan bahwa masyarakat kita menaruh perhatian terhadap
aparat kepolisian. Barangkali kritik atau kecaman itu bisa dijadikan sebagai
cambuk untuk mengubah citra buruk polisi kita di mata masyarakat.
Kita boleh saja membenci
polisi yang jelek dalam melayani masyarakat. Tetapi, kita juga harus menaruh
hormat kepada polisi yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Polisi
yang baik itulah yang kita dambakan, kita rindukan. Dirgahayu Polri!
Harian Umum ABRI
Jumat, 2 Juli 1999
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.