Wednesday 11 March 2015

Teropong




             Pesangon
                                                               
                                                Oleh:  Mustofa AS
   
     DALAM kehidupan berpolitik acapkali  kita dibuai dengan kata-kata, istilah ataupun jargon dan slogan. Kata-kata atau istilah yang kita gunakan  ini juga  banyak masuk dalam perbendaharaan kamus politik. Bahkan, istilah hukum, filsafat, dan bahasa kasar (sarkasme) tak lagi tabu dalam percaturan politik negeri ini.


     Deretan kata-kata yang terkadang membuai  itu terus bertambah. Ada istilah politik jadi panglima, rakyat jelata, miris, gebuk, mencuri start, tuding-menuding, curiga-mencurigai, bentrok, mikul duwur mendem jero, penggembosan, recall, mbalelo, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM). Kemudian ada pelecehan, arogansi, KKN, provokasi, , provokator, propaganda, kampanye, , obral janji, somasi, politik uang (money politics), power sharing, political will, rapat gelap,  operasi fajar, rapat setengah kamar, tim sukses, sampai sumpah pocong dan banyak lagi. Silakan Anda isi sendiri.

     Media massa juga banyak andil dalam menyebarluaskan istilah-istilah atau bahasa politik yang digunakan para petualang politik kita.  Apalagi saat ini begitu bebas orang  menggunakan kata-kata atau isitilah untuk kepentingan politik yang dianutnya. Perkosaan massal misalnya, digunakan untuk memojokkan umat Islam yang mayoritas di negeri ini,  juga karena kepentingan politik kelompok tertentu.

      Para politikus kita juga suka dengan bahasa atau istilah yang diperhalus hingga maknanya menjadi kabur. Hidup sederhana, kepentingan umum, penyesuaian tarif adalah contoh-contoh pembodohan terhadap khalayak kita oleh para pemimpin kita yang bergelimang dalam politik.  Mereka itu asal ngomong  alias asbun (asal bunyi).

     Ada istilah yang dipakai oleh kalangan khusus terutama di pemerintahan, yakni masa bakti, misalnya masa bakti anggota DPRD dan masa bakti bupati. Berbakti mengandung pengertian adanya pengabdian, suatu tugas yang mulia. Abdi Negara, abdi rakyat adalah istilah yang tepat bagi seseorang yang menjalankan tugas mulia. Yakni, mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk negara dan rakyat. Dan, ini tidak etis kalau dinilai dengan uang.

    Hari-hari belakangan ini santer disoroti mengenai masa bakti anggota DPRD dan DPRRI 1997-1999 (dikorting 3 tahun) yang berakhir dan segera berakhir. Karena, sebagian besar DPRD baru di kabupaten maupun kodya telah dilantik. Satu hal yang menarik adalah patut tidaknya anggota DPRRI itu menerima uang pesangon. Masalah  uang pesangon bagi angggota DPRD di seluruh Indonesia rasanya sudah tuntas. Mereka telah menerimanya dengan jumlah yang bervariasi. Alhamdulillah, bisa membayar kredit dari Bank Pembangunan Daerah.

     Pro dan kontra para pakar mengenai kepatutan para angggota Dewan menerima pesangon dari  pemerintah pun bergulir. Pertanyaannya, siapakah angggota DPRRI itu? Apakah mereka itu abdi dari pemerintah atau abdi rakyat? Siapakah majikan mereka? Rakyat atau pemerintah? Karena, pesangon sebesar Rp 150 juta per orang yang akan mereka terima, berasal dari pemerintah dan entah dari pajak rakyat atau hasil utang.

     Masalah uang pesangon ini merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan sebagian besar masyarakat kita yang sudah kemasukan  contoh dari para elite  politik dan pemimpin kita di masa lalu.  Segala persoalan selalu berkaitan atau dikaitkan dengan uang yang membentuk lingkaran setan. Pegawai yang sudah digaji memungut uang tak resmi (pungutan liar) dalam melayani masyarakat. Anggota DPR yang telah digaji memperoleh uang transport ketika meninjau suatu objek, ketika sidang memperoleh uang sidang, dan untuk mempercepat suatu RUU menjadi UU konon juga mereka memperoleh uang. Jadi pro dan kontra mengenai uang pesangon itu nanti tinggal kenangan. Karena, saya yakin, uang pesangon itu akan tetap diberikan kepada mereka, yang katanya telah bekerja keras dan berjasa dalam kedudukannya sebagai wakil rakyat.


Harian Umum ABRI
Kamis, 26 Agustus 1999

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.