Saturday 10 January 2015

Halal Watch Gelar Wisata Kuliner

Jadi Tahu Resto Tak Halal

    Jakarta – Romlah ceria menyambut kedatangan rombongan di kedainya, Mie Tarik Laiker, di Mal Central Park, Jakarta Barat, Ahad (27/1) siang. Dengan senyum seramah mungkin, dia mempersilakan 14 orang tamunya mengambil tempat duduk dan memesan menu yang tersedia.


‘’Kami semua ingin makan di sini. Tapi sebelumnya, menu di sini terjamin halal tidak?’’ ujar Keke Z  Sugitahari, pemimpin rombongan calon pengudap, kepada tuan rumah.
‘’Ya halal, dong,’’ jawab Romlah yakin.
‘’Kalau begitu, boleh lihat sertifikat halalnya?’’ tanya Keke.
‘’Ada!’’ sahut Romlah.
‘’Lho, mengapa kok tidak dipajang. Boleh kami lihat?’’ kejar Keke dengan tenang.

Romlah sang kepala dapur kedai mulai emosi. ”Tanya saja bos kami. Ini mau makan atau tidak?’’ katanya agak sengit.

Sambil tersenyum Keke menjawab, ”Ya, kami semua mau makan di sini asal jelas makanan halal. Kalau nggak jelas ya nggak jadi makan di sini.”

Keke lalu memberi penjelasan singkat tentang persoalan halal-haram konsumsi bagi kaum muslimin.
Setiap muslim, kata Keke, wajib mencari pangan (makanan-minuman) yang halal dan baik. Sebab, kualitas pangan berpengaruh secara spiritual, fisik maupun kejiwaan terhadap orang yang mengonsumsinya.

Klaim kehalalan, lanjut Keke, tidak sah dilakukan secara sepihak oleh pedagang atau penjual produk pangan. Kecuali yang sudah diperiksa Badan POM (Pangan, Obat, dan Kosmetika) Depkes untuk status kesehatan (kebaikan atau thayyib) dan mendapat sertifikat halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia).

Menyimak penjelasan Keke yang bernada sugestif tanpa menggurui, Romlah manggut-manggut. Tampaknya ia dapat memahami sikap tetamunya.

Keke lalu menulis pesan kepada pemilik resto itu, Jimmy Herlambang. Atas nama masyarakat konsumen yang tergabung dalam Halal Watch, Keke meminta agar pemilik resto memajang sertifikat halalnya, jika sudah ada. Namun jika belum, diharapkan segera mengurusnya ke  MUI.
”Pengurusan sertifikat halal itu mudah dan murah. Halal Watch pun siap membantu,” pesan Keke dalam surat yang dititipkan melalui Romlah.

Tak lupa ia mengingatkan, pemilik resto hendaknya menyampaikan informasi yang benar kepada konsumen. Sebab, kebohongan publik tentang kualitas produk pangan, melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan UU Pangan yang sanksi-nya berat.

Sebaliknya, jika resto sudah memiliki dan memajang sertifikat halal, Halal Watch yang memiliki jaringan media sosial  beranggotakan  sekitar 4000 orang, dengan sukarela akan turut mempromosikannya.

Usai menitipkan surat itu, Keke berterima kasih dan minta maaf pada Romlah karena tidak jadi makan siang di kedainya. ‘’Insya Allah kalau sudah mendapat sertifikat halal, kami akan makan di sini rame-rame,’’ katanya sambil berpamitan.

Mereka lalu mengunjungi sejumlah resto lain seperti Riung Sunda, Java Kitchen, Potato Corner, dan Snack Puff.

Belasan orang yang dikomandoi Keke itu adalah peserta program wisata kuliner halal yang diselenggarakan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Halal Watch. Mereka mewakili ribuan member mailing list  halal-baik-enak@yahoogroups.com (Milis HBE).

Menurut Rachmat O Halawa, Koodinator Halal Watch, program wisata kuliner halal diselenggarakan setiap bulan. ‘’Tujuannya untuk mensosialisasikan pentingnya jaminan kehalalan pangan di kalangan pengusaha resto,’’ kata Rachmat.

Ia menambahkan, temuan para peserta wisata kuliner halal di lapangan sungguh mengerikan. Misalnya dari 67 resto besar  di Mal Central Park, Jakarta Barat,  hanya lima yang sudah memiliki  sertifikat halal MUI. ”Ini belum termasuk resto kecil yang belum kami survei,” imbuhnya.

Rachmat juga mengungkapkan, ada sejumlah resto yang memajang label halal,  padahal belum memiliki sertifikat halal. ‘’Motifnya, ada yang memang tidak tahu,  ada yang tidak mau tahu, dan ada pula yang pura-pura tidak tahu.’’

Yang lugu misalnya Johan, penanggung jawab resto Restoran Riung Sunda.  ”Seratus persen halal, Pak, pelayan di sini semuanya muslim, hanya saya yang nasrani,” katanya ramah saat ditanya jaminan kehalalan menu restonya. Namun ia mengakui, restonya belum bersertifikat halal.

‘’Pakai angciu nggak?’’ tanya Keke.
 ‘’Angciu hanya digunakan untuk  cireng saja,’’ jawab Johan.

‘’Nah, itu salah satu bahan yang diharamkan bagi konsumen muslim,’’ jelas Keke, yang membuat Johan terperanjat. ‘’Wah, saya baru tahu angciu itu haram,” katanya.

Pemilik resto yang bersikap kedua dan ketiga, biasanya sudah  berpesan kepada pegawainya agar menjawab ‘’ya, di kantor pusat’’ bila ditanyai sertifikat halal. Jawaban bohong lainnya adalah ‘’sedang dalam proses’’.

Dalam wisata kuliner halal sebelumnya, Ahad, 30 Desember 2012, juga ditemui fenomena yang sama. Dari seabreg resto di area Food and Beverages Kota Cassablanca, Jakarta Selatan, hanya segelintir yang sudah bersertifikat halal. Dan, sebagian dari pemilik resto itu berupaya membohongi calon konsumen.

Namun, dengan pengalaman panjang sebagai auditor halal-mandiri, para aktivis Halal Watch seperti Keke dan Rachmat sudah punya jurus pamungkas untuk menghadapi kilah-kilah kedai atau resto nakal.

Untuk lebih menguatkan syiar dan dakwah produk halal, Halal Watch mengundang Anda sekeluarga mengikuti wisata kuliner halal. Caranya, silakan gabung ke Milis HBE, dan ikuti aturan mainnya. (mustofa achmad/nurbowo/HW)
Jumat, 1 Februari 2013


No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.