Banda
Aceh – Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh segera menjatuhkan sanksi
akademik kepada Rosnida Sari, dosen di fakultas itu yang membawa sejumlah
mahasiswi ke sebuah gereja di Banda Aceh. Kasus yang menarik perhatian
masyarakat ini, bermula dari tulisan milik dosen dakwah itu sendiri di situs
australiplus.
Kunjungan
ke gereja yang menjadi bagian dari mata kuliah Studi Gender dalam Islam itu,
sebagaimana ditulis Rosnida Sari, sebagai bagian dari ‘jembatan perdamaian’ dan
‘pembawa damai’ untuk agama dan budaya yang berbeda ini.
Tulisan
dengan judul asli “Belajar di Australia, Dosen IAIN Ajak Mahasiswa ke Gereja di
Banda Aceh” itu telah menjadi perbincangan hangat di jejaring media sosial.
Beragam komentar mencuat, mulai dari yang mendukung dan tak sedikit pula yang
menyesalkan tindakan dosen tersebut.
Selain
itu, tulisan yang dikutip sejumlah media online di Aceh ini, juga di-share atau
dibagi kembali oleh ratusan akun pengguna sosial media di dalam dan luar
negeri, sehingga gaungnya meluas.
Dekan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr A Rani Usman MSi, Selasa (6/1/2015) kemarin
mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi dari dosen bersangkutan terkait
kunjungan para mahasiswinya ke salah satu gereja di Banda Aceh sebagai bagian
dari perkuliahan.
“Mohon
maaf kepada masyarakat Aceh yang terganggu dengan persoalan ini dalam beberapa
hari terakhir. Kami segera lakukan tindakan akademik dan mengevaluasi
kinerja dosen dengan mata kuliah yang diampunya tersebut,” katanya. Seperti
dilansir serambi.
Ia
tambahkan, tindakan dosen yang membawa mahasiswi studi ke salah satu gereja di
Banda Aceh itu telah mengabaikan manajemen pengelolaan akademik di kampus Islam
tersebut.
Selain
itu, Rani Usman yang memberikan keterangan pers seusai memintai klarifikasi
dari dosen pengampu mata kuliah Studi Gender dalam Islam itu, mengatakan
Fakultas Dakwah akan mempertegas proses perizinan belajar lapangan bagi
mahasiswa, terutama yang terkait dengan tempat-tempat yang dianggap sensitif
bagi sosial budaya masyarakat Aceh.
Dalam
kegiatan akademik, Rani Usman juga menyatakan bahwa sebenarnya ia tidak rasis
atau alergi dengan agama lain. Namun, dalam hal ini, menurut pria yang mahir
berbahasa Mandarin ini, diperlukan pendekatan spesifik dan pendekatan akademik
yang signifikan, sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat seperti
yang terjadi saat ini.
“Untuk
kajian akademik seperti ini, sebenarnya ada mekanismenya. Di fakultas lain,
pada mata kuliah Perbandingan Agama, misalnya, malah dosennya resmi mengirim
mahasiswa ke tempat tertentu. Tapi terlebih dulu dibekali dan itu kegiatan
resmi akademik dan tak jadi persoalan,” ujarnya. Sumber : muslimdaily.net,
Kamis, 8 Jan 2015
Ranu Muda
- Kontributor
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.