Kejam
Oleh: Mustofa AS
KORUPSI, kolusi, dan
nepotisme (KKN) bukanlah barang baru. Tetapi, keberadaannya sudah mendarah
daging pada golongan orang-orang yang berniat dan berkesempatan untuk melakukan
hal itu. Sehingga, tidak heran, mereka dengan barbar mengumbar sifat-sifat
rakus, jahat, egois, dan amoral. Bahkan, mereka tak segan-segan untuk
‘menghisap darah’ rakyat kecil. Sementara itu, tindakan penegakan hukum hanya
diincrit-incrit, dimanipulasi untuk menutupi KKN yang lebih besar.
Maka, pengumuman mengenai KKN
di departemen-departemen dan sejumlah instansi lainnya yang disiarkan secara
beruntun beberapa hari ini rasanya bukan
berita yang mengejutkan, tetapi justru mengundang tanda tanya. Karena,
pengumuman itu seakan ikut terkait dengan soal pencalonan presiden masa datang,
yang kini sedang diramaikan.
KKN yang diumumkan para
menteri dan pejabat itu hanyalah sepersekian dari kenyataan KKN yang sebenarnya,
yang belum diungkapkan secara benar. Barangkali deretannya akan lebih panjang
lagi, bila pemerintah mau mengusut dengan sebenar-benarnya mengenai KKN ini.
Terutama korupsi yang oleh kalangan tertentu sudah dianggap membudaya di bumi
Nusantara ini.
Pada saat ini korupsi telah
sedemikian luasnya merambah dan menjarah kehidupan bangsa kita bak gurita.
Mental korup telah sedemikian parah menjangkiti berbagai lapisan masyarakat, termasuk lembaga
penegakan hukum kita. Dan, ironisnya, para koruptor merasa bangga dengan hasil
jarahannya. Sehingga, kadang-kadang mereka pamer kemewahan di tengah-tengah
aroma kemiskinan rakyat yang sedang menderita kelaparan.
Sesungguhnya manusia sejenis
itu telah putus urat malunya dan kekejamannya telah meniadakan rasa kemanusiaannya. Sehingga, dengan santai,
mereka ‘memakan’ duit rakyat di depan para korban yang menatap mereka dengan pandangan memelas. Tetapi, mereka tidak
peduli dan tetap memakan uang rakyat dengan lahap, seakan uang nenek moyangnya.
Para penjahat berdasi itu mungkin lupa bahwa mereka akan dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya. Kalau tidak di dunia, ya di akhirat
kelak.
Dulu, pada masa Orde Baru,
ketika media massa mancanegara memberitakan soal korupsi di Indonesia yang
menduduki peringkat tinggi di dunia, Mensesneg Moerdiono membantah keras. Dan,
kini, pernyataan Irjen Depdagri Andi Djalal Bachtiar yang menyatakan bahwa
Pemda DKI menduduki peringkat pertama di antara 27 provinsi dalam soal
penyelewengan keuangan, juga dibantah oleh Sekwilda DKI Fauzi Bowo. Padahal,
menurut suatu sumber di Pemda DKI, data penyelewengan yang diperoleh Depdagri
bersumber dari Itwilprop DKI.
Maka, waktu jualah yang akan
membuktikan siapa yang benar dan siapa yang bohong, siapa yang menipu rakyat
dan siapa yang menghisap darah rakyat. Kasus
korupsi apalagi yang akan diumumkan, bagi rakyat bukan hal yang penting.
Apalagi pengumuman itu hanya politis, bukan pemberantasan korupsi dengan
sungguh-sungguh. Tindakan hukum terhadap para koruptor yang selama ini begitu
kejam menggerogoti kekayaan negara yang juga adalah uang rakyat, justru yang
terpenting dan selalu dinantikan.
Harian Umum ABRI
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.