Tuesday 7 October 2014

Teropong



                                  Kejam
                                                        Oleh: Mustofa AS

     KORUPSI, kolusi, dan nepotisme (KKN) bukanlah barang baru. Tetapi, keberadaannya sudah mendarah daging pada golongan orang-orang yang berniat dan berkesempatan untuk melakukan hal itu. Sehingga, tidak heran, mereka dengan barbar mengumbar sifat-sifat rakus, jahat, egois, dan amoral. Bahkan, mereka tak segan-segan untuk ‘menghisap darah’ rakyat kecil. Sementara itu, tindakan penegakan hukum hanya diincrit-incrit, dimanipulasi untuk menutupi KKN yang lebih besar.

 
     Maka, pengumuman mengenai KKN di departemen-departemen dan sejumlah instansi lainnya yang disiarkan secara beruntun  beberapa hari ini rasanya bukan berita yang mengejutkan, tetapi justru mengundang tanda tanya. Karena, pengumuman itu seakan ikut terkait dengan soal pencalonan presiden masa datang, yang kini sedang diramaikan.

     KKN yang diumumkan para menteri dan pejabat itu hanyalah sepersekian dari kenyataan KKN yang sebenarnya, yang belum diungkapkan secara benar. Barangkali deretannya akan lebih panjang lagi, bila pemerintah mau mengusut dengan sebenar-benarnya mengenai KKN ini. Terutama korupsi yang oleh kalangan tertentu sudah dianggap membudaya di bumi Nusantara ini.

     Pada saat ini korupsi telah sedemikian luasnya merambah dan menjarah kehidupan bangsa kita bak gurita. Mental korup telah sedemikian parah menjangkiti  berbagai lapisan masyarakat, termasuk lembaga penegakan hukum kita. Dan, ironisnya, para koruptor merasa bangga dengan hasil jarahannya. Sehingga, kadang-kadang mereka pamer kemewahan di tengah-tengah aroma kemiskinan rakyat yang sedang menderita kelaparan.

     Sesungguhnya manusia sejenis itu telah putus urat malunya dan kekejamannya telah meniadakan  rasa kemanusiaannya. Sehingga, dengan santai, mereka ‘memakan’ duit rakyat di depan para korban  yang menatap mereka dengan  pandangan memelas. Tetapi, mereka tidak peduli dan tetap memakan uang rakyat dengan lahap, seakan uang nenek moyangnya. Para penjahat berdasi itu mungkin lupa bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Kalau tidak di dunia, ya di akhirat kelak.

     Dulu, pada masa Orde Baru, ketika media massa mancanegara memberitakan soal korupsi di Indonesia yang menduduki peringkat tinggi di dunia, Mensesneg Moerdiono membantah keras. Dan, kini, pernyataan Irjen Depdagri Andi Djalal Bachtiar yang menyatakan bahwa Pemda DKI menduduki peringkat pertama di antara 27 provinsi dalam soal penyelewengan keuangan, juga dibantah oleh Sekwilda DKI Fauzi Bowo. Padahal, menurut suatu sumber di Pemda DKI, data penyelewengan yang diperoleh Depdagri bersumber dari Itwilprop DKI.

     Maka, waktu jualah yang akan membuktikan siapa yang benar dan siapa yang bohong, siapa yang menipu rakyat dan siapa  yang menghisap darah rakyat. Kasus korupsi apalagi yang akan diumumkan, bagi rakyat bukan hal yang penting. Apalagi pengumuman itu hanya politis, bukan pemberantasan korupsi dengan sungguh-sungguh. Tindakan hukum terhadap para koruptor yang selama ini begitu kejam menggerogoti kekayaan negara yang juga adalah uang rakyat, justru yang terpenting dan selalu dinantikan.


Harian Umum ABRI
Jumat, 16 Juli 1999

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar, terima kasih.