Yogyakarta - Kongres Umat Islam Indonesia ke VI yang diselenggarakan pada tanggal 9-11 Februari 2015 di Yogyakarta akhirnya menghasilkan 7 butir risalah yang disebut Risalah Yogyakarta. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dien Syamsuddin dalan Risalah Yogyakarta tersebut menyebutkan.
Pertama, menyerukan seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk
bersatu dan merapatkan barisan dan mengembangkan kerja sama serta kemitraan
strategis, baik di organisasi dan lembaga Islam maupun di partai politik, untuk
membangun dan melakukan penguatan politik, ekonomi, dan sosial budaya umat
Islam yang berkeadilan dan berperadaban.
Kedua, menyeru penyelenggara negara dan kekuatan politik nasional
untuk mengembangkan politik yang akhlakul karimah dengan meninggalkan praktik-praktik
yang menghalalkan segala cara, dengan menjadikan politik sebagai sarana
mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan kedamaian bangsa.
Ketiga, menyeru penyelenggara negara untuk berpihak kepada
masyarakat yang berada di lapis bawah dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan
berorientasi kepada pemerataan dan keadilan serta mendukung pengembangan
ekonomi berbasis syariah baik keuangan maupun sektor riil dan menata ulang
penguasaan negara atas sumber daya alam untuk sebesar2nya kemakmuran rakyat
serta meniadakan regulasi dan kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi dan
merugikan rakyat.
Keempat, menyeru seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk
bangkit memberdayakan diri, mengembanglkan potensi ekonomi, meningkatkan
kapasitas SDM umat, menguatkan sektor UMKM berbasis ormas, masjid, dan pondok
pesantren, meningkatkan peran kaum perempuan dalam perekonomian, mendorong
permodalan rakyat yang berbasis kerakyatan dan mendorong kebijakan pemerintah
pro rakyat.
Kelima, menyeru pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk
mewaspadai dan menghindarkan diri dari budaya yang tidak sesuai dengan nilai
syariat Islam dan budaya luhur bangsa seperti penyalahgunaan narkoba, minuman
keras, pornografi dan pornoaksi, serta pergaulan bebas dan perdagangan manusia.
Hal ini perlu dilakukan dengan meningkatkan pendidikan akhlak di sekolah atau
madrasah dan keluarga, penguatan ketahanan keluarga, dan adanya keteladanan
para pemimpin, tokoh, dan orangtua seiring dengan itu menyerukan kepada
pemerintah untuk menghentikan regulasi dan kebijakan yang membuka pintu lebar
lebar masuknya budaya yang merusak serta melakukan penegakan hukum yang tegas
dan konsisten.
Keenam, menyatakan keprihatinan mendalam atas bergesernya tata
ruang/lanskap kehidupan Indonesia di banyak daerah yang meninggalkan ciri
keislaman sebagai akibat derasnya arus liberalisasi budaya dan ekonomi. Oleh
karena itu, meminta penyelenggara negara serta berbagai pemangku kepentingan
untuk melakukan langkah-langkah nyata untuk menggantikannya dan menata
ulang regulasi dan kebijakan lanskap kehidupan Indonesia agar tetap berwajah
keislaman dan keindonesiaan.
Ketujuh, Memprihatinkan kondisi umat Islam di beberapa negara di
dunia, khususnya Asia yang mengalami perlakuan diskriminatif dan tidak memperoleh
hak-haknya sebagai warga negara.
Dalam risalah ketujuh ini, Dien
menegaskan, KUII meminta kepada pemerintah negara-negara yang bersangkutan
untuk memberikan perlindungan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia
yang berkeadilan dan berkeadaban. Menyeru kepada pemerintah dan umat Islam
Indonesia untuk memberikan bantuan kepada mereka dalam semangat ukhwuh
Islamiyah dan kemanusiaan.
“Inilah tujuh risalah Yogyakarta yang merupakan
sikap dari umat Islam dalam merespon segala kebijakan ekonomi, politik, sosial
dan budaya,”terang Dien. [GoesYuli/sharia/voa-islam.com]
Sumber:Voa-Islam.com, Rabu, 22
Rabiul Akhir 1436 H / 11 Februari 2015
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.