Kota Bekasi –
Banyak jalan keluar yang bisa ditempuh ketika umat Islam menghadapi kesulitan
dalam memperoleh produk makanan/minuman halal. Misalnya saja ketika berada di
luar negeri, dulu memang sulit mencari restoran halal, namun sekarang asal mau
berusaha mencarinya dengan sungguh-sungguh insya Allah akan ketemu. Karena
sudah banyak restoran yang menyajikan produk makanan halal.
Demikian antara
lain dikemukakan Ustadz DR. Ir Anton Apriyantono,MSc di acara Bincang Halal
pada Silaturahim Akbar Komunitas Kuliner myhalalkitchen di Aula Masjid
Al-Muhajirin, Kompleks Pemda, Jatiasih, Kota Bekasi, Ahad, 2 Juni 2013.
Di depan 80-an
peserta yang sebagian besar kaum wanita itu Anton Apriyantono menyebutkan bahwa
usaha yang sungguh-sunguh dalam menghindari yang haram akan membuahkan hasil
yang enak. Anton memberikan contoh ketika belum lama ini ia mengunjungi London
dan tidak menemukan restoran halal. Ia kemudian memasuki supermarket dan
membeli mentega, roti, madu dan buah-buahan dan bekal itu untuk makan siang di
depan Big Ben.”Selalu ada alternatif, dan ini mencari yang halal dikasih yang
enak,”tuturnya sambil terseyum.
Menurut dia,
misalkan tidak ada daging yang halal masih ada makanan alternatif yang juga
halal, yakni telur, sayur-sayuran, ikan dan buah-buahan.
Dalam dunia
modern sekarang ini lebih baik kita memilih yang sudah pasti, yakni produk
makanan maupun
minuman yang telah
bersertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Karena, kata Anton,
MUI menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan sertifikasi halal.

Dijelaskannya,
banyak produk makanan/minuman yang bahan-bahannya halal setelah melalui proses
produksi bisa menjadi haram karena ditambahi bahan-bahan lain yang memang
haram. Bila kita tidak menemukan label/logo halal dari lembaga yang berwenang,
maka kita harus berupaya menelusuri atau mencari tahu suatu produk
makanan/minuman yang halal. Misalnya konsumen bisa menanyakan asal daging yang
dijual di restoran tersebut apakah sudah memenuhi kriteria halal atau tidak.
Menjawab
pertanyaan mengenai obat-obatan dan kosmetika yang belum banyak disertifikasi
halal, aktifis halal dan ahli pangan ini menegaskan, hal itu disebabkan kita
umat Islam tak pernah menuntut, sehingga yang mayoritas justru menjadi minoritas.
Sedangkan tentang khamar yang dijadikan obat, menurut Anton Apriyantono, tidak
dibenarkan. “Rasulullah pun menegaskan bahwa khamar itu bukan obat,” ujarnya.
Demikian pula di daerah-daerah yang dingin alasan minum khamar untuk mengusir
dingin tidak dibenarkan, khamar tetap haram.”Jangan sembarangan menyebut
keadaan darurat, jika memang produk halal yang sudah dicari tidak ada dan kalau
yang ada tidak dikonsumsi akan berakibat fatal, itu baru darurat,”katanya.
Anton
menjelaskan bahwa khamar merupakan hasil fermentasi alkohol, sedangkan
permentasi alkohol murni digunakan untuk obat-obatan. Diakuinya tidak semua
fermentasi menghasilkan zat haram.”Tapi untuk tape saya pilih sikap hati-hati,
terutama tape ketan, karena fermentasi tape selama 36 jam bisa mengandung 3
persen alkohol,”tuturnya.
Untuk
menghindari mengonsumsi obat yang haram, mantan Menteri Pertanian itu
menyarankan agar kita kreatif. Misalnya minta kepada dokter obat yang tidak
dibungkus kapsul, karena ada kapsul yang terbuat dari bahan yang haram. Atau
jika itu vaksin mintalah vaksin yang halal karena sekarang Bio Farma telah
memproduksi vaksin-vaksin halal. Juga insulin sekarang sudah ada insulin yang
halal.
Banyak
Pilihan
Masih
sedikitnya obat-obatan maupun kosmetika yang bersertifikat halal juga diakui
oleh Auditor Halal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM)
Majelis Ulama Indonesia (MUI), DR.Ir. H Muslich, M.Si ketika menjawab
pertanyaan peserta pertemuan itu.
Menurut dia,
hal itu antara lain disebabkan sertifikasi halal sifatnya sukarela. Ada
beberapa produk obat-obatan yang sudah bersertifikat halal namun masih terbatas
jumlahnya seperti vaksin meningitis dan insulin. Sebelumnya tidak ada pilihan
untuk kedua vaksin yang mengandung unsur haram ini.
Dikatakannya,
pada umumnya perusahaan besar produsen barang kebutuhan sehari-hari, khususnya
makanan dan minuman, sudah mengantongi Sertifikat Halal MUI,
sehingga konsumen banyak pilihan, berbeda dengan obat-obatan dan kosmetika yang
masih sangat sedikit yang bersertifikat halal MUI.
Menjawab
pertanyaan soal biaya sertifikasi halal, pengajar pada Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor itu mengakui ada sebagian
kalangan yang menganggap biaya sertifikasi halal itu mahal. Namun Muslich
menjamin biaya tersebut sebenarnya murah. Bahkan untuk keadaan tertentu bisa
gratis, terutama untuk UKM.”Mohon disampaikan dengan baik, misalnya hanya punya
uang Rp 500.000, tidak akan ditolak,”ujarnya.
Menguraikan
Pentingnya Sertifikasi Halal dan Sistem Jaminan Halal pada acara tersebut
Muslich antara lain menjelaskan mengenai kewajiban kaum Muslimin dalam
mengonsumsi pangan, obat-obatan dan kosmetika halal. Dasar dari kewajiban
mengonsumsi produk halal itu adalah Al-Quran Surat Al-Baqarah surat 168, 172
dan 173.
Acara diskusi
yang dipandu Ketua Umum Halal Watch Ustadz Rachmat Os Halawa itu berlangsung
semarak. Peserta umumnya antusias berdiskusi dengan narasumber. Acara ini lebih
semarak lagi dengan adanya kuis berhadiah buku, tas dan aksesori untuk
peserta serta adanya bazar di halaman masjid tersebut.
Menurut founder
myhalalkitchen Hj Meili Amalia, S Sos, acara tersebut baru pertama kalinya
diadakan setelah komunitas ini berusia satu tahun. Myhalalkitchen saat
ini memiliki sekitar 2.600 anggota yang tersebar di Nusantara. Komunitas ini
berdiri antara lain dilandasi dengan semangat menularkan dan semangat
edukasi di antara sesama anggota mengenai pentingnya kesadaran tentang halal.
Acara Bincang
Halal pada silaturahmi ini ditutup dengan Demo Masak Sushi Halal oleh Chef
Herman Kemang. (Mustofa Achmad S)
Keterangan
Foto: Ustadz Anton Apriyantono di depan
peserta Bincang Halal (atas). Auditor Halal LPPOM MUI H. Muslich saat
menjelaskan mengenai Pentingnya Sertifikasi Halal dan Sistem Jaminan Halal
(tengah). Founder myhalalkitchen Hj. Meili Amalia menyerahkan kue
berbentuk bunga kepada Ustadz Anton Apriyantono (bawah).
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.