Dalih
kebebasan berekspresi digunakan Barat hanya kepentingan mereka. Sementara
menghina dan menistakan Islam dibela dengan alasan kebebasan berekspresi
![]() |
Pawai
solidaritas di Paris terkait insiden penembakan di kantor tabloid satir Charlie
Hebdo Oleh: Kholila Ulin Ni’ma |
Tak pelak,
peristiwa ini dimanfaatkan oleh barat untuk melakukan serangan balik –melalui
media-, pada Hari Ahad (11/01/2015) lebih dari satu juta orang turun ke jalanan
Paris. Mereka menyatakan solidaritas terhadap Charlie Hebdo sekaligus menentang
serangan yang menewaskan 12 orang itu. Sebanyak empat puluh orang tokoh dan
pemimpin negara ikut ambil bagian dalam aksi itu. Solidaritas untuk Charley
Hebdo mengkampanyekan opini melawan terorisme.
Tentu,
tragedi itu harus dipandang secara menyeluruh, termasuk dari sisi aksi dan
reaksi. Tragedi itu bukan berdiri sendiri. Charlie Hebdo (Charlie Weekly)
dikenal sebagai majalah satir porno yang sangat kontroversi , yang selalu
menyindir para pemimpin politik dan agama. Sudah beberapa kali majalah ini
memuat pelecehan terhadap Nabi Muhammad. Suatu yang wajar apabila ada umat
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang tidak terima atas kelakuan Charlie
Hebdo.
Namun aksi
provokatif berupa penistaan Islam dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam
dilakukan berulang-ulang itu justru dibela oleh Pemerintah Prancis dan
dibenarkan oleh Mahkamah Agung Prancis. Aksi-aksi itu jelas bisa memicu kemarahan
pada diri seorang Muslim.
Hanya
mengutuk pelaku serangan itu dan sebaliknya tidak mengutuk Charlie Hebdo jelas
tidak adil. Sayang, itulah yang tampak lebih menonjol saat ini. Begitu
pintarnya media Barat mengarahkan opini publik seakan-akan satu-satunya yang
patut dikecam dan dilawan adalah orang-orang muslim yang melakukan pembelaan
terhadap nabi mereka.
Standar
Ganda Barat
Tampak
jelas standar ganda Barat. Mereka demikian peduli dan simpati terhadap korban
serangan di kantor majalah satir yang menebar provokasi itu. Sebaliknya, mereka
diam terhadap ribuan korban pembantaian oleh zionis Israel dan malah membela
zionis Israel itu. Barat juga diam terhadap pembunuhan jutaan orang di Irak,
pembantaian ratusan ribu kaum Muslim oleh rezim Asad di Suriah serta pembunuhan
umat Islam di Rohingya, Pakistan, Afrika, Xinjiang dan tempat lainnya. Bahkan
Barat menjadi pelakunya.
Ini bukan
berarti meremehkan serangan yang terjadi Rabu (7/1) lalu itu. Serangan itu
jelas tidak bisa menyelesaikan masalah.
Serangan
itu juga jelas berdampak negatif bagi orang-orang Eropa non-Muslim, bisa
menjauhkan mereka dari usaha mengenal Islam. Serangan itu juga mendatangkan
dampak negatif dan kesulitan tersendiri bagi generasi Muslim di Eropa.
Islamophobia
pasca serangan itu terlihat meningkat di Eropa. Di Prancis dan beberapa negara
Eropa lainnya, serangan dan pelecehan terhadap masjid dan fasilitas Islam
lainnya dikabarkan meningkat. Beberapa masjid yang berada di Prancis menjadi
sasaran penyerangan sejumlah kelompok. Mereka menghadapi gelombang kekerasan,
termasuk pembakaran, penembakan dan penodaan kesucian masjid, setidaknya di 13
kota di seluruh negeri.
Inilah
perang media! Saat ini perang tak hanya dilakukan dengan bom, mesiu, tank,
ataupun senjata lainnya. Namun perang juga dilakukan lewat pena dan kata-kata
yang muncul di berbagai media. Seperti halnya kasus WTC, 11 September 2001
lalu, kini media baratseperti Majalah Charlie Hebdo kembali melakukannya.
Majalah
Charlie Hebdo sendiri telah beberapa kali memuat gambar kartun yang melecehkan
terkait Nabi Muhammad, baru-baru ini mengulangi hal yang sama. Tentunya, hal
ini menimbulkan berbagai reaksi dari para umat Muslim di seluruh dunia.
Sikap
Munafik Barat
Barat
menganggap serangan ke kantor Charlie Hebdo itu sebagai serangan terhadap
nilai-nilai dan sistem yang diyakini Barat.
Presiden
Prancis Francois Hollande menegaskan dalam orasinya di depan kantor majalah
tersebut bahwa serangan itu “menyentuh prinsip-prinsip dari Republik Perancis,
yaitu kebebasan dan kebebasan berekspresi.” Perdana Menteri Inggris David
Cameron mengatakan, “Kami tidak akan mentoleransi para teroris itu
menghancurkan atau menyerang nilai-nilai demokrasi kami dan kebebasan
berbicara.”
Bahkan
Perdana Menteri Prancis Manuel Valls mengatakan (Kompas, 12/01/2015),
“Demonstrasi ini harus menunjukkan kekuatan dan kehormatan orang Prancis yang
akan menyerukan kecintaan mereka terhadap kebebasan dan toleransi.”
Klaim
kebebasan berekspresi Barat nampaknya hanya klaim kosong. Di mana klaim
kebebasan itu ketika mereka mempersulit bahkan melarang Muslimah mengenakan
jilbab di ruang publik, hak mereka mendapat pendidikan dirampas, kecuali mereka
menanggalkan jilbab. Bahkan memakai cadar dianggap bersalah secara hukum dan
dijatuhi sanksi dengan membayar denda.
Dalih
kebebasan berekspresi mereka gunakan sesuai dengan kepentingan mereka.
Sementara menghina dan menistakan Islam dan Nabi Muhammad dibela dengan alasan
kebebasan berekspresi. Sebaliknya, menyoal kejahatan dan pembantaian oleh
Yahudi atas ribuan warga Palestina kerap dituding anti semit.
Dalam
kasus Charlie Hebdo, ketika mayoritas negeri Islam memprotes dan menuntut
Charlie Hebdo menanggalkan karikatur penistaan Nabi, mereka tidak
menggubrisnya. Berbeda pada 2008 lalu ketika salah seorang kartunis Charlie
Hebdo, membuat karikatur anak laki-laki Nicholas Sarkozy yang menikahi ahli
waris Yahudi karena uang. Karikatur itu tampaknya merendahkan Sarkozy. Maurice
Sinet pun dipecat dari majalah Charlie Hebdo.
Jelas,
kebebasan berekspresi hanya dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan Barat.
Kebebasan berekspresi merupakan tipuan dan alat penjajahan Barat. Kaum Muslim
dipaksa untuk menerima penistaan terhadap Islam dan Nabi Muhammad serta
menerima Islam versi Barat. Jika tidak, mereka akan disebut fundamentalis,
radikal bahkan teroris.
Sayang,
bukannya melakukan itu, para penguasa negeri Islam itu justru berbaris rapi
bergandengan tangan dengan para pemimpin musuh Islam. Mereka juga terjangkiti
standar ganda dan kemunafikan Barat. Jika mereka mengecam serangan itu sebagai
terorisme, mengapa mereka tidak mengecam dan bersikap sama saat ribuan umat
Islam di Gaza dibunuh oleh Yahudi, saat ratusan ribu Muslim dibantai rezim Asad
di Suriah yang didukung Barat, saat jutaan orang di Irak tewas akibat invasi AS
dan sekutu, saat ribuan Muslim Rohingya dibunuh dan diusir, saat Muslim di
Afrika dibantai dan dicincang, saat penghinaan dan penindasan ditimpakan
terhadap kaum Muslim?!
Semua itu
menjadi bukti bahwa keberadaan para penguasa negeri Islam itu bukanlah demi
kepentingan Islam dan kaum Muslim. Keberadaan mereka seperti boneka atau budak
yang tunduk patuh pada arahan tuan mereka, yakni Barat.
Kita Butuh
Pemimpin Islam Hakiki
Telah
tampak bahwa keberadaan pemimpin di negeri-negeri Islam sekarang ini bukan
menjadi kebaikan bagi Islam dan kaum Muslim, tetapi justru menjadi bagian dari
keburukan. Keberadaan para pemimpin negeri Islam saat ini tidak demi Islam dan
demi melindungi izzul Islam wal mu’minin. Pasalnya, mereka bukan memimpin atas
dasar Islam dan tidak menjadikan Islam sebagai sistem kepemimpinan mereka.
Keberadaan
kepempinan Islam (khilafah) mampu menjaga serta melindungi kemuliaan Islam,
kehormatan Nabi serta martabat dan kekayaan kaum Muslim.
« إِنَّمَا
الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ »
“Seorang
imam itu sesungguhnya laksana perisai; orang-orang berperang di belakang dia
dan menjadikan dia sebagai pelindung.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Allahu a’lam
bish-shawaab.*
Penulis adalah Pendidik
di Sekolah Alam Mutiara Umat Tulungagung
Sumber: Hidayatullah.com, Jum'at, 16
Januari 2015
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.