Tjokropranolo,
Gubernur yang mudah terharu

Gubernur DKI Jakarta yang Rabu pagi ini
mengakhiri jabatan yang dipangkunya sejak Juli 1977, selain menyenangi sport,
terkenal pula sebagai”bapaknya orang-orang kecil”.
Tidak merokok dan jarang memakai kacamata
baca, Gubernur yang rambutnya sudah hampir putih seluruhnya itu ternyata
hatinya selalu dekat dengan orang-orang
kecil sejak masa kanak-kanaknya.
Sebagai putra Bupati Temanggung
Tjokrosoetomo, pada waktu itu termasuk anak yang terpandang. Namun agaknya
Tjokropranolo tidak menutup dirinya
untuk bergaul dengan hanya orang-orang yang setaraf dengan derajatnya
sebagai anak seorang pejabat.
Ia sering tidur bersama dengan penjaga
Kantor Kabupaten di pendopo, di mana para penjaga itu setiap malamnya
bergantian diambil dari kelurahan-kelurahan. Mungkin dari sejak itu
Tjokropranolo lebih banyak mengenal kehidupan orang-orang kecil. Ditambah
pengalamannya di jaman perjuangan yang sering disebut-sebutnya banyak menerima
bantuan bahan makanan dan perumahan untuk tidur para pejuang waktu
itu, dari rakyat kecil.
Kecintaannya kepada rakyat kecil dipaparkan
pula kepada “AB” bahwa ia setiap tahun berkunjung ke Kelurahan Sobo, Kecamatan
Nawangan, Kabupaten Pacitan, Jatim. Tempat itu pernah sebagai tempat tinggal
Jenderal Soedirman di masa revolusi, di mana Pak Tjokro sebagai pengawal dan
ajudan Panglima Besar itu.
Berbagai bantuan untuk meningkatkan taraf
hidup rakyat di sana yang telah berjasa dalam perjuangan, diberikan oleh Tjokropranolo
dan kawan-kawannya sejak sebelum ia menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Sekarang, menurut Gubernur DKI Jakarta itu,
rakyat di sana sudah bisa menikmati pendidikan secara layak dengan dibangunnya
berbagai sekolah yang dulunya hanya “ongko loro” saja. Listrik pun sudah masuk
desa dan pengairan untuk sawah-sawah mereka dengan memanfaatkan dam yang dibuat
di sana.
“Waktu perjuangan mereka membantu kita.
Tanpa mereka apa kita bisa terus berjuang?”tanyanya.”Oleh karena itu balasan terhadap
mereka harus nyata pula, dan kesejahteraan mereka harus
diperhatikan,”tambahnya.
Kadang-kadang Tjokropranolo marah kalau
perjuangannya membela yang kecil-kecil ini dikecam. Pernah ia berang ketika
seorang wartawan mengecam kebijaksanaannya yang al. mengakibatkan jalan-jalan
macet akibat ulah para penarik becak.
“Apa Saudara bisa memberi makan kepada 60
ribu tukang becak!”jawabnya. Ia sendiri mengatakan bahwa lapangan kerja harus
diperoleh rakyat kecil ini, selagi lapangan kerja yang lain belum ada. Demikian
pula pedagang kecil diberikan
kebijaksanaan untuk berdagang di lokasi-lokasi yang sudah ditetapkan.
Ketika meninjau para korban banjir di
Cilincing, Jakarta Utara, tahun lalu, Bang Noly tersentuh melihat seorang nenek
menunggui dagangannya seorang diri di tengah-tengah banjir yang melanda
sekitarnya. Nenek itu terheran-heran dan mengucapkan berkali-kali terima kasih
ketika H Tjokropranolo mengulurkan selembar uang ribuan kepadanya.
Pak Tjokro pernah pula menangis haru di depan
para Perintis Kemerdekaan yang mengikuti rapat anggota koperasi di Gedung Pola
tahun lalu. Ketika itu ia mendengar masih ada seorang anggota Perintis
Kemerdekaan yang berhutang kepada
koperasi beberapa ribu rupiah padahal anggota tersebut sudah meninggal.
Sambil tersendat-sendat Gubernur DKI itu
menyatakan hutang anggota yang meninggal itu menjadi tanggungannya. Para
Perintsis Kemerdekaan dinilainya sebagai orang-orang yang jujur dan patut
dicontoh karena kerapihannya mengelola organisasi itu.
Sebagai seorang gubernur di kota
metropolitan Tjokropranolo sehari-harinya
selalu disibukkan dengan berbagai acara di kantornya maupun di luar balai kota.
Salah satu kebanggaannya adalah dibangunnya
kompleks sekolahan seperti di Salemba
dan Rawabunga. Di sana seorang anak taman
kanak-kanak bisa meneruskan sekolahnya hingga tingkat SLTA di kompleks
tersebut.
Demikian pula,kegiatan industri kecil dan
koperasi di DKI merupakan sesuatu yang patut dibanggakan dalam masa
kepemimpinan Pak Tjokro itu.
Kisah Cinta
Menceriterakan kisah pertemuannya dengan
Ibu Tjokropranolo ia mengatakan, pertemuan dengan istrinya semasa masih
sekolah menengah berlangsung di tempat
pesta pernikahan saudara Ny. Sundari
Tjokropranolo yang secara kebetulan mempelai lelakinya saudara sepupu ayah Tjokropranolo.
Pertemuan itu ternyata berlanjut dan kata
Gubernur DKI itu, dilakukan pada saat-saat ayah calon istrinya sedang dalam
keadaan”cerah”. “Tadinya sih cuma
lihat-lihatan saja, ketemu dia harus hati-hati karena dia sangat streng,”kata Tjokropranolo
mengungkapkan.
“Saya sekolah di Ambarawa dan kakak saya di
Salatiga,”ujarnya berkisah. Diceritakannya, ia sering mengunjungi kakaknya
sebagai alasan pula untuk menemui Bu Tjokro yang sekarang aktif dalam GMK3LH
itu.
Alasan untuk dekat dengan gadis pujaannya
itu dilakukan Tjokropranolo dengan berbagai cara. Sebagai siswa yang lebih
tinggi kelasnya dari Ny.Tjokro pada saat itu, ia mengajar pula calon istrinya.
Saat-saat begini dirasakannya membahagiakan karena bisa dekat dengan orang yang
dicintainya.
Kepergian dengan kekasihnya ke tempat
tinggal kakaknya, menurut Tjokropranolo, yang pernah pula menjabat Sekmil Kepresidenan, itu
sebagai alasan pula untuk selalu dekat dengan dambaan hatinya.
Kepergiannya ke rumah saudaranya ditempuh
dengan naik andong ataupun kereta api. Kalau naik andong hanya bisa berdekatan
tapi kalau naik kereta api bisa duduk sebangku, kata Tjokropranolo sambil
tertawa keras mengenang masa lalu.
Percintaan jaman itu memang berbeda dengan cara-cara yang dilakukan
pada jaman atom ini. Ketika duduk sebangku di kereta api uap tempo dulu itu
maka timbullah “aksi” dari kedua insan tersebut.
Katanya, Nyonya Tjokro kala itu pura-pura
kelilipan abu arang kecil yang banyak dihamburkan lokomotif itu. Maka secara spontan
Pak Tjokro pun memperlihatkan kasih sayangnya dengan menolong menghilangkan
kotoran itu dari pelupuk mata kekasihnya. ”Coba kalau kelilipan itu datangnya
berkali-kali kan lumayan,”katanya terbahak-bahak.
Sikapnya terhadap anak-anaknya cukup tegas.
Ia punya konsep bahwa anak itu harus diberikan kebebasan untuk berusaha dan
percaya kepada dirinya. Dia tidak suka kalau anak itu harus ikut sampai mati
dengan orang tuanya. Hal-hal itu dinilainya selain menyusahkan orang tua bersangkutan juga menyusahkan anak tersebut.
Anak yang diberi kebebasan menurutnya akan merasa memiliki martabat.
Dengan demikian ia akan memperoleh
semangat untuk kehidupan dirinya. Dengan
semangat seseorang akan menemukan
sesuatu yang berhasil diselesaikannya atau diatasinya pada suatu saat meskipun
menemui berbagai kesulitan pada mulanya.
Dipuji Guru Besar
Pengabdiannya kepada masyarakat dinilainya
sebagai suatu tugas biasa. Ketika ditanya kesannya ia hanya merasa senang dapat
memperbaiki taraf hidup rakyat kecil sebagaimana diucapkan Kepala Negara
beberapa waktu lalu.” Orang banyak melihat kadang-kadang hanya melihat
kepemimpinan saya hanya dari satu segi
saja,”ujarnya seolah kepada dirinya sendiri. Padahal, menurutnya, selain perhatian tercurahkan kepada masyarakat kecil, peningkatan tenaga
kerja industri besar seperti galangan perkapalan juga tidak luput dari
perhatiannya. Sehingga memungkinkan kemajuan
tersebut bisa dicapai.
Kebijaksanaan memberikan kredit tanpa bunga
kepada pengusaha-pengusaha kecil juga mendapat acungan jempol dari seorang Guru
Besar Ekonomi di Jakarta.”Sebenarnya para ahli merubah bukunya melihat
keberhasilan ini,”ujar guru besar tadi, yang hadir di ruang kerja gubernur pada
penyerahan bantuan kredit kepada koperasi-koperasi teladan tahun 1982 di DKI
Jakarta.
Saat itu Gubernur DKI mengeluarkan Rp 10
ribu dan menyatakan diri masuk ke Primer Koperasi Tahu Tempe wilayah Jakarta
Pusat, setelah mendengar koperasi itu dibuka. Ketua Umum Puskopti segera
menerima uang tersebut dan mencatat Tjokropranolo sebagai anggota.
Ketika ditanya “AB” mengenai rencananya
sesudah tidak menjabat sebagai Gubernur DKI, Tjokropranolo dengan
bersemangat menyatakan akan meneruskan pengabdiannya kepada masyarakat baik pada
instansi lain kalau masih diperlukan maupun di bidang kemasyarakatan lainnya.
Sebagai ketua kehormatan organisasi
tunanetra se Indonesia, Pertuni, ia juga memimpin perusahaan impor ekspor milik
para tunanetra itu, PT Pertuni Jaya. Selain itu, RS Bhakti Yudha di Depok juga
di bawah kepemimpinannya.
Gubernur yang mempunyai 4 putra dan 10
cucu itu juga senang memelihara burung
dara yang dianggap produktif. Sekitar 100 pasang itu dipelihara oleh dua anak yatim yang ikut dengannya.
Sementara dua anak yatim lainnya juga ikut dengan keluarga gubernur di Jalan
Tegal itu. Mereka diberikan juga pendidikan dan pekerjaan.
Heran
Menilai kegiatan istrinya dalam bidang
kemanusiaan seperti menangani para penderita lepra dan Ketua Umum GMK3LH,
Tjokropranolo menyatakan keheranannya. Karena, menurut penilaian banyak orang,
justru pekerjaan yang paling tidak
disukai seperti sampah dan penyakit lepra, mendapat perhatian dari istri Gubernur DKI itu.
Menjelang akhir masa jabatannya, Gubernur
DKI dan istrinya selalu hadir pada acara silaturahmi di setiap wilayah kota
sekaligus acara perpisahannya dengan para karyawan Pemda DKI dalam hubungannya
selaku Gubernur DKI.
Setiap menutup kata sambutannya ia selalu
mengatakan bahwa apa yang diperbuatnya selama ini apabila membuahkan kebaikan hal itu semata-mata merupakan petunjuk dari Tuhan yang Mahaesa.
Namun sebaliknya apabila membuahkan
kesalahan anggaplah itu kesalahan dia pribadi dan istrinya.”Sebagai manusia
biasa saya minta maaf,”katanya selalu dengan nada rendah.
Mungkin sikap H Tjokropranolo yang selalu
memperhatikan kepentingan rakyat kecil ini membuatnya mudah terharu merupakan
kelemahannya, namun di sana pula letak kekuatannya sebagai insan Tuhan. (Mustofa AS/ag).
Harian
Umum”AB”
29 September 1982
menarik sekali
ReplyDelete