Abdullah
Hamid, hafal seluruh isi Al Qur’an
TEPUK tangan riuh bergema di gedung Arena
Remaja Pontianak, Kalbar, Jumat pagi minggu lalu, ketika Abdullah Hamid (20
tahun) selesai diuji Dewan Hakim pada babak final
lomba hifzhil (hafalan) Al
Qur’an Musabaqah Tilawatil Qur’an ke- XIV yang berlangsung 3 sampai dengan 13
Mei 1985.

Sambutan spontan dari para hadirin yang
memenuhi gedung tersebut merupakan ungkapan rasa kagum terhadap hafidz Abdullah
Hamid yang begitu lancar membacakan ayat-ayat suci Al Qur’an tanpa kesalahan.
Tidak sekali pun Dewan Hakim yang dipimpin Wasit Autawi itu memperingatkan
bacaan Abdullah Hamid. Beberapa ayat memang diulang tetapi hal itu merupakan kemauan hafidz yang pernah
pula mengikuti lomba hafidz Qur’an di Saudi Arabia tahun lalu Itu.
Pemuda dari Maluku dengan nomor peserta 252
ini berhasil mengungguli hafidz Machmud Qomari dari Jawa Timur dan Armawi
Abdurrachman dari Sumatera Utara pada babak final lomba hifzil Qur’an MTQ ke--XIV.
Abdullah Hamid memperoleh angka 93 1/3, Machmud Qomari 87 dan Armawi
Abdurrachman 81 2/3.
Sengaja pemuda Maluku ini kami tonjolkan
karena tidak setiap muslim bisa hafal ayat-ayat Al Qur’an yang begitu
banyaknya.. Lain halnya dengan qori ataupun qoriah, mereka memang banyak yang hafal
Al Qur’an, namun tidak seluruh ayat yang ada di dalam Al Qur’an.
Dalam lomba hifzhil Qur’an Dewan Hakim
membacakan sepotong ayat Qur’an, hafidz yang bersangkutan meneruskannya hingga terdengar tanda untuk
menghentikan bacaan tersebut. Sepotong ayat yang dibacakan Dewan Hakim bisa
diambil dari tengah-tengah suatu surat, awal ataupun akhir dari suatu surat,
pokoknya secara acak.
Tidak sembarang orang dapat menghafal 114
surat dan lebih dari 6.000 ayat yang ada dalam Al Qur’an. Karena itu wajar kalau
Abdullah Hamid, satu-satunya peserta dari Maluku yang masuk babak final MTQ ke
XIV bahkan menjuarai lomba hifzhil Qur’an itu mendapat sambutan spontan dari
masyarakat.
Kekaguman lain adalah kelancarannya
menjawab pertanyaan dari Dewan Hakim, berbeda dengan peserta lainnya yang
sering mendapat teguran karena kesalahan membaca atau tersendat-sendat karena
lupa.
Memang kriteria penilaian agak
berbeda, pada lomba hifzhil Qur’an
dinilai hafalan dan adab, sedangkan dalam lomba membaca Qur’an Qori dan Qoriah
dituntut pula melagukannya dengan baik tanpa kesalahan. Faktor kemerduan suara
juga banyak mempengaruhi untuk dapat menjadi Qori maupun Qoriah terbaik.
Kerja keras
PADA malam penyerahan piala dan hadiah di
stadion Sultan Syarif Abdurrachman,
Pontianak, Abdullah Hamid yang berkopiah hitam dan mengalungkan selembar kain
putih di lehernya, menjadi sasaran jepretan kamera wartawan dan para anggota
kafilah dari berbagai daerah. Ia nampak tenang berdiri mantap di tengah
kerumunan manusia yang memadarti stadion tersebut.
Menuturkan keikutsertaannya dalam lomba
hifzhil Qur’an di Saudi Arabia, pemuda Maluku tamatan Madrasah Tsanawiyah
(setingkat SMP) itu mengatakan, ketika berlomba mewakili Indonesia di dunia
internasional itu ia sama sekali tidak mengalami kesukaran dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari Dewan Hakim. Sama seperti MTQ ke-XIV di
Pontianak, ia juga tidak berbuat
kesalahan dalam membacakan ayat-ayat suci Al Qur’an. Namun ia tidak tahu persis
mengapa ia tidak mendapatkan predikat terbaik I pada lomba tersebut.
Kemenangan Abdullah Hamid bukan tanpa usaha
keras. Dengan bimbingan ayahnya, Abdul Hamid (67 tahun) pemuda yang kini belum
memiliki pekerjaan itu bekerja keras menyiapkan diri untuk MTQ ke-XIV di
Pontianak.
Setiap pukul tiga dinihari ia bangun dan
menghafal Al Qur’an hingga waktu subuh tiba. Sistem menghafal Al Qur’an ini
dilakukannya hingga tamat 30 juz selama enam setengah bulan terus menerus.
Abdullah
Hamid saat ini tinggal bersama orangtuanya di Maluku.
(Mustofa
AS/dm)--*
Harian
Umum AB
Sabtu,
18 Mei 1985
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar, terima kasih.